Meskipun saya tinggal di lereng Merapi sudah lebih dari 30 tahun, tapi baru kali ini saya merasakan paniknya mengungsi. Letusan Merapi beberapa tahun yang lalu saya tinggal di Yogyakarta. Kemudian letusan yang sekarang pun saya tinggal di pinggiran kota Yogyakarta.
Namun karena setiap kali Merapi mengeluarkan awan panas, setiap kali itu pula ibu saya bilang bahwa sedang mengungsi, maka saya jadi kepingin banget pulang melihat situasi dan kondisi di tanah kelahiran saya.
Setiap hari saya memantau perkembangan lewat Twitter, Facebook dan running text atau berita-berita di TV.
Tadi pagi sekitar pukul 09.30 saya sempatkan naik keatas bersama suami saya. Sengaja membawa mobil Kijang supaya tidak terganggu oleh debu-debu. Sampai di rumah ibu, saya sempat sarapan sambil menunggu ibu pulang dari bank dan pasar. Begitu saya selesai makan, ibu dan bapak pun datang. Tapi kedatangan ibu justru bikin kaget dan panik, karena ibu mengajak segera mengungsi.
Ibu cerita bahwa ketika sedang menuju ke arah rumah (utara), “wedhus gembel” sudah meluncur ke arah selatan. Orang-orang sudah menahan bapak dan ibu untuk tidak pulang. Tapi karena bawa beras satu karung besar, bapak & ibu memaksa harus pulang. Nah.. sampai di rumah itulah ibu langsung mengajak kami mengungsi. Bapak bagaimana? Bapak memilih tetap tinggal di rumah, karena bapak yakin bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Ya sudahlah…
Akhirnya saya ajak ibu naik ke mobil, sedangkan 2 adik saya naik motor sendiri-sendiri. Dan ibu sementara mengungsi di rumah besan sambil momong cucu ๐
Untuk sementara saya juga mampir ke rumah ortu adik ipar saya (di depan RM Moro Lejar). Kebetulan view Merapi disana bagus banget, sangat jelas kelihatan. Nah.. kesempatan bagi saya dan suami untuk memperhatikan seperti apa sih Merapi ketika mengeluarkan awan panas “wedhus gembel” tersebut.
Bersyukur untuk hari ini wedhus gembel tidak mengarah ke wilayah kami. Tapi kasihan juga untuk wilayah yang terkena (arah timur laut), mungkin Boyolali dan Klaten, entahlah saya kurang tahu persis.
Setelah cukup puas melihat Merapi, akhirnya kami berputar mencari barak pengungsian. Karena kebetulan ada teman yang pengin mengirimkan bantuan, jadi ada baiknya kami tahu dimana barak pengungsian beserta posko bantuan korban bencana Merapi tersebut.
Alhamdulillah semua sudah terlewati.. Betapa saya bisa merasakan paniknya ketika orang-orang hendak mengungsi. Betapa mengerikan bila Merapi sudah memuntahkan isi perutnya. Hanya mengungsi jalan satu-satunya, dan hanya pasrah kepada kebesaran Allah SWT pulalah yang bisa kita lakukan.
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.
Aduh ngeri je “wedhus gembel” le…
Will do will so as promise
Iya.. awan panas itu indah ketika keluar dari perut gunung, tapi sungguh mengerikan dampaknya ketika mengenai makhluk hidup ๐
Pingback: Suasana Panik | Where I share about…
sem0ga ke depan merapi sudah aman, agar kehidupan di lereng merapi segera pulih kembali amin