Lompat ke konten
Home » Lifestyle » Setahun Yang Lalu, Setahun Kemudian

Setahun Yang Lalu, Setahun Kemudian

  • oleh

Setahun yang lalu beliau dipanggil menghadap Allah SWT. Tepat setahun kemudian saya membaca tulisan putrinya di Facebook. Saya terkesan dengan tulisan Yescha, lalu saya minta ijin untuk posting disini. Isi tulisan ini begitu mengharukan, menginspirasi, memotivasi, namun juga menggelitik.

Assalamu’alaikum Wr. Wb..

Dear Bapamas, apa kabar?

Ngga kerasa ya, udah 1 tahun Bapamas pergi meninggalkan kami. Walaupun sudah 1 tahun, tapi rasanya baru kemarin..

Masih sangat jelas di ingatan Yescha, satu tahun lalu, hari Minggu siang. Waktu itu cuma Yescha yang ada di lantai bawah, Vancha di atas, Verin & Ibu pergi ke Bandara. Bapamas baru pulang dari kerja bakti, langsung ke kamar mandi, dan mengeluh kalau dada Bapa sakit. Yescha ngga tau harus gimana waktu itu. Bapa bilang karena Bapa baru makan semangka, padahal Bapa ngga boleh makan semangka. Bapa minta dibuatkan kopi pahit, Yescha buatkan kopi pahit. Bapa terlihat begitu kesakitan, sampai akhirnya Yescha sendiri yang menyuapi kopi itu satu sendok demi satu sendok. Bapa kemudian tanya, Ibu mana, Verin mana, Vancha mana. Hanya itu, pertanyaan Bapamas saat itu. Lalu beberapa saat kemudian teman Bapa datang, untuk memberi pijatan, karena Bapa menelpon beliau sebelumnya. Siapa sangka, 15 menit kemudian, saat Ibu baru saja pulang, tiba-tiba teman Bapa berkata Bapa kritis. Yescha masih bingung, kritis? Kritis kenapa? Karena sebelumnya Bapa sehat-sehat saja.

Akhirnya Ibu pergi memanggil ambulance. Tapi, kemudian ada mobil tetangga yang datang untuk mengantar Bapa ke rumah sakit. Saat itu, hanya Yescha dan Vancha yang mengantar Bapa ke rumah sakit. Sepanjang jalan lurus tak berbelok itu Yescha berdoa, semoga Bapa baik-baik saja. Telinga Yescha memperhatikan tiap hela nafas Bapak sepanjang perjalanan itu. Sampai akhirnya di satu titik, satu titik itu, Yescha mendengar hembusan nafas panjang Bapa.

Ketika kita sampai di rumah sakit, masuk ke dalam ruangan yang asing, Yescha masih berdoa Bapamas akan baik-baik saja. Tapi, kemudian dokter keluar dari bilik itu, dan berkata Yescha harus sabar, Bapamas pergi…

Yescha masih terdiam di tempat. Tidak bergeser selangkah pun untuk masuk ke dalam bilik itu. Pergi? Meninggal? Ngga mungkin! Pagi tadi kita masih sarapan bersama. Sabtu malam kita masih mengobrol seperti biasanya. Kamis sore kita masih terlibat diskusi kecil menjelang maghrib. Kemudian tiba-tiba Minggu siang Yescha harus menerima kabar Bapa pergi, untuk selamanya, 20 Januari 2013, 12.30.

Yescha pernah bilang pada seorang teman, Yescha belum pernah kehilangan orang terdekat. Yescha juga pernah bertanya pada seorang teman, bagaimana ya kalau kita ditinggalkan secara tiba-tiba? Tidak ada firasat, tidak ada sakit, dan kemudian orang yang kita sayangi pergi, pasti sakit rasanya. Kemudian, Yescha merasakan semuanya, keduannya secara bersamaan. Orang terdekat, paling dekat, dan secara tiba-tiba. Rasanya? Lebih dari sakit…

Terpukul? Pasti. Entah berapa lama kami tenggelam dalam kesedihan itu. Ibu yang tidak berhenti menangis. Verin dan Vancha yang mencoba untuk kuat, dan menguatkan kami, tapi akhirnya air matanya keluar juga. Dan Yescha? Sebisa mungkin untuk tidak menangis di depan Ibu, Verin atau Vancha, belajar untuk kuat. Meskipun, awalnya Yescha merasa kepergian Bapa juga karena Yescha. Apalagi setelah Yescha tau serangan jantunglah penyebabnya. Andai saat itu Yescha ngga memberikan kopi seperti yang Bapa minta, andai waktu itu Yescha tidak membawa Bapa ke rumah sakit yang jauh dari rumah, andai… mungkin Bapa masih ada, mungkin Bapa masih disini, mungkin?

Tapi Insya Allah, sekarang kami sudah ikhlas, sepenuhnya ikhlas, kami percaya Allah selalu punya rencana dan jalan terbaik-Nya.

Alhamdulillah sekarang kami baik disini, Ibu yang sudah kembali seperti dulu lagi: ceria, nyinyir, tukang lawak, tetap tegas dan galak. Verin yang hobbynya pacaran terus, tapi kalau sekarang cuma 1 kok Pak, ngga ganti-ganti lagi, Insya Allah ngga akan ganti lagi kayaknya. Dan Vancha yang tetep kedul walaupun ujian nasional udah di depan mata, perlu dijitak dulu supaya mau belajar lagi. Kehidupan kami sudah kembali normal lagi.

Dan Yescha?

Bapamas pasti masih ingat, sebelum Bapa pergi, Yescha pernah diskusi sama Bapa tentang salah satu lowongan kerja di Jogja, di salah satu lembaga teknis internasional, walaupun saat itu posisinya hanya sebagai intern. Bapamas dengan yakin mendorong Yescha untuk melamar, “Ikut aja Teh, masalah gaji mah belakangan. Yang penting nanti Teteh bisa belajar, lagian itu lembaga internasional, ngga ada ruginya ikutan.”. Bahkan 2 hari sebelum Bapa pergi, kita masih diskusi tentang bagaimana kalau Yescha di-interview nanti. Yescha harus bagaimana, harus menjawab seperti apa. Bapa ingat kan? Interview itu seharusnya diadakan tanggal 21 Januari 2013, yang justru malah jadi hari pemakaman Bapa.

Sekarang Yescha kerja disana Pak, bukan lagi hanya sebagai intern, tapi sudah menjadi Junior Technical Officer. Seperti yang Bapa inginkan, Yescha kerja di Jogja, tapi justru setelah Bapa ngga ada.

Bapamas..
Dulu, dulu sekali ketika pertama kali Yescha baru masuk kuliah, Yescha bercita-cita menjadi ahli transportasi, seperti Bapa. Alasannya simple, supaya kalau kerja nanti ada Bapamas yang bantuin. Tapi, seiring berjalannya waktu Yescha kuliah, cita-cita itu pun pudar, soalnya menurut Yescha, Yescha memang ngga ada bakat sama sekali di bidang transportasi. Tapi, siapa sangka? Allah menggiring Yescha untuk kembali ke cita-cita awal Yescha. Sekarang Yescha bekerja di bidang Transportasi, sama seperti Bapamas. Bahkan, pekerjaan Yescha sekarang, sama, betul-betul sama dengan apa yang pernah Bapamas kerjakan 15 tahun lalu. Tapi justru saat Bapa udah ngga ada di samping Yescha. Setiap Yescha mengahadapi pekerjaan Yescha, Yescha selalu membatin, andai Bapamas masih disini..

Hari-hari pertama kerja di Jogja, Yescha selalu merasa Bapamas masih ada. Kalau Yescha di kantor siang hari, Yescha selalu menganggap Bapamas sedang menunggu di rumah. Walaupun Yescha kemudian akan tersadar di sore hari saat pulang kantor. Biasanya, kalau Yescha pulang ke rumah, Yescha langsung menyingkap gorden kamar Bapamas, sambil nyengir kuda kemudian memberi salam, “Assalamu’alaikum”, Bapamas pasti menjawab “Waalaikumsalam. Ti mana, Teh?” sembari duduk di balik meja, di depan laptop. Tapi kemudian saat sore hari Yescha pulang kantor, Yescha menyingkap gorden itu, dan hanya mendapati meja kerja yang kosong. Aaah.. Bapamas udah ngga ada. Tapi di malam hari, Yescha selalu menganggap Bapamas sedang ronda. Kemudian Yescha tersadar lagi di pagi hari, saat kami mendatangi makam Bapamas, ada nisan dengan tulisan nama Bapamas disana. Ooh ya.. Bapamas sudah pergi. Tapi hal itu terus berulang, terus berulang, dan terus berulang, sampai akhirnya Yescha sepenuhnya sadar Bapamas sudah pergi.

Bapamas..
Hari-hari pertama tanpa Bapamas terasa berat, berat sekali. Kalau Ibu, mungkin masih terasa berat sampai detik ini. Waktu awal-awal Bapamas ngga ada, Yescha selalu merasa ngga aman, merasa dikelilingi orang-orang yang ngga bisa dipercaya. Bahkan sampai sekarang ini, Yescha masih berhati-hati dalam mempercayai orang. Walaupun mereka bilang dulu mereka adalah sahabat Bapamas, tapi Yescha ngga akan semudah itu mempercayai mereka. Siapa yang tau kalau mereka bisa saja menusuk dari belakang, kan? Karena Yescha belum tahu, mana yang betul-betul tulus berteman dengan Bapamas, dan mana yang hanya memanfaatkan nama Bapamas. Yescha yakin, Yescha akan tau, secepatnya.. Tapi, Insya Allah.. Yescha akan tetap menjaga nama baik Bapamas.

Bapamas..
Maafin Yescha, Yescha baru menyadari betapa Bapamas sayang sekali sama Yescha justru setelah Bapamas ngga ada. Tapi Yescha, justru terlalu banyak mengecewakan atau bahkan mungkin menyakiti hati Bapamas.

Yescha baru tau, Bapamas menyembunyikan kabar dari Yescha kalau Bapa saat itu dioperasi dan diopname 12 hari di rumah sakit. Bapa meminta semua orang untuk tidak mengabari Yescha, karena saat itu Yescha sedang mengerjakan tugas akhir. Selama itu pula Yescha ngga tau. Yescha baru sadar ternyata Yescha kurang peduli, Yescha terlalu cuek dan lebih banyak mementingkan diri sendiri.

Yescha terlalu banyak berkata “nanti deh” atau bahkan “ngga aah” kalau Bapamas meminta sesuatu. Ketika Bapamas minta Yescha kerja di Jogja, ketika Bapamas menawarkan A, menawarkan B, meminta C, dan lainnya. Padahal apa sih susahnya untuk bilang “iya”..? Baru sedikit kebanggan yang Yescha kasih buat Bapamas. Bahkan, sejak pertama kali Yescha berpenghasilan sendiri, sampai akhirnya Bapamas pergi, ngga ada barang berharga yang pernah Yescha kasih untuk Bapamas. Terlalu banyak menunda, berkata “nanti” sampai akhirnya malah penyesalan yang Yescha dapat. Hal ini, menjadi penyesalan terbesar untuk Yescha, entah sampai kapan.

Bapamas..
Terima kasih untuk kasih sayang yang udah Bapamas kasih, yang mungkin ngga akan pernah bisa Yescha balas.

Bapamas…
Hal lain yang menjadi penyesalan Yescha adalah belum ada satu orang laki-laki pun yang pernah Yescha kenalkan sama Bapamas, entah sebagai teman dekat, sebagai pacar, atau sebagai calon suami. Dulu, Yescha selalu membayangkan Bapamas pasti bakalan galak kalau Yescha kenalkan sama teman laki-laki Yescha. Bapamas pasti akan menginterogasinya habis-habisan. Bapamas pasti.. Tapi, sekarang itu cuma jadi bayangan, dan akan tetap selalu, hanya menjadi bayangan.

Bapamas…
Mimpi hampir setiap anak perempuan adalah menikah, dengan ayah mereka sebagai walinya. Yescha dulu juga selalu membayangkan, kalau Yescha menikah nanti, Bapamas akan menjadi wali nikah Yescha, dan pasti Bapamas diam-diam akan menangis walaupun gengsi. Hal itu terasa lucu, dulu, tapi sekarang.. saat Yescha menikah nanti, Bapamas justru ngga ada. Yaaa.. walaupun sampai sekarang pun calonnya belum ada, tapi.. mimpi Yescha untuk menikah dengan Bapamas sebagai walinya mungkin memang tidak akan pernah bisa terwujud.

Bapamas..
Terlalu banyak kata maaf dan terima kasih yang belum sempat Yescha katakan secara langsung. Terlalu banyak mimpi untuk membanggakan dan membahagiakan Bapamas yang belum terwujud. Sekarang, hanya doa yang bisa Yescha panjatkan kepada Allah, dan berharap doa tersebut akan menjadi amalan yang akan menemani Bapamas disana. Yaa.. walaupun Yescha ngga tau, Allah menganggap Yescha sebagai anak yang solehah atau bukan, tapi Insya Allah.. doa Yescha ngga akan pernah terputus untuk Bapamas. Semoga Allah mengabulkan setiap doa Yescha, dan juga mengizinkan Bapamas untuk menerimanya.

Bapamas..
Baik-baik ya disana, kami disini juga Insya Allah dalam keadaan sehat dan baik. Mencoba untuk selalu kuat, dan membanggakan nama Bapamas dengan setiap tindak tanduk yang kami kerjakan.
Ooh iya, Yescha juga selalu berdoa, semoga Allah sering-sering memberikan izin untuk Bapamas hadir dalam setiap mimpi Yescha

I miss you, Bapamas, so much..

Wassalamu’alaikum,

With Love,
Yescha

”Ya Allah, terimalah ruh ayah hamba, Tri Danandjojo Bin Soejadi di sisi-Mu. Berilah ruh ayah hamba tempat terbaik, tercantik, dan terindah, di mana Engkau bisa mengasihaninya, menyayanginya, dan melindunginya. Ampunilah dosa-dosanya. Terimalah segala amal ibadahnya. Lapangkanlah kuburnya, terangilah kuburnya, ringankanlah siksa kuburnya. Ampunilah dosa-dosanya. Terimalah segala amal ibadahnya. Amin..”

Aamiin.. Aamiin.. Aamiin.. Yaa rabbal ‘alamiin…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *