Postingan ini saya kutip dari broadcast di sebuah grup WA yang saya ikuti. Semoga bermanfaat.
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW Bersabda: Barang siapa yang mengambil harta seseorang (berhutang) yang bermaksud untuk membayarnya maka Allah akan melaksanakan pembayaran itu. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan maksud untuk merusak (tidak mau membayar dengan sengaja) maka Allah akan merusak orang itu.” (HR. Bukhari)
Agak berbeda dengan masyarakat dulu, yang takut berhutang dan kalaupun terpaksa berhutang ingin segera melunasinya. Masyarakat sekarang justru banyak yang senang berhutang tetapi enggan melunasinya. Dengan alasan banyak penunggak hutang kelas kakap tidak ditangkap, banyak orang yang sengaja menunggaknya tanpa rasa bersalah. Bahkan ada yang memang sejak awal sengaja tidak melunasi dengan memberikan barang jaminan yang sesungguhnya jauh lebih rendah dari nilai hutangnya. Kalaupun disita, toh masih ada keuntungan, begitu pikirnya. Akibatnya hutang yang ditinggalkan, jauh dari harta kekayaan yang dipunyai. Lalu siapakah yang harus melunasinya bika kematian menimpanya? Apakah mereka berfikir bahwa dengan mangkir dan lari dari tanggung jawab akan selesai.
Sikap demikian sesungguhnya tergolong sikap mengambil harta orang lain dengan maksud merusaknya, yang akan mengundang murka Allah. Karena itu hindarilah dan segera tunaikan kwajiban membayar hutang agar tidak menyusahkan diri dan menjadi batu sandungan di akhirat kelak.
Menyedikitkan Hutang
Bila hendak berhutang, hendaklah kita berfikir ulang, apakah memang sudah kebutuhan mendesak atau hanya sekadar keinginan saja. Dan bila memang harus berhutang bisakah kita melunasinya. Sikap berhati-hati seperti ini termasuk perwujudan maksud kita melunasinya.
Berbagai tayangan iklan melalui media elektronik, cetak atau lainnya, sering meneledorkan orang berani berhutang demi keinginannya, yang sesungguhnya belum merupakan kebutuhan. Apalagi berbagai fasilitas kredit yang ditawarkan secara agresif dan menggiurkan, kebanyakan kita yang dahulu dikenal takut hutang, sekarang justru terbiasa. Masih cukup pakai sepeda motor, sudah memaksakan kredit mobil. Mebel rumah yang masih baik, karena ikut trend, diganti dengan kredit mebel yang model baru. Keteledoran seperti ini pada gilirannya justru dapat mempersulit dan menjerat kita dalam hutang yang berbelit. Pada mulanya tidak terasa, namun karena tidak terkendali semakin banyaklah cicilan hutang yang harus dilunasi.
Berhutang untuk sekedar menuruti keinginan belaka sangatlah dicela. Kebiasaan bertopeng dengan penampilan keren hasil hutang sudah saatnya ditinggalkan. Betapa banyak orang yang berpenampilan wah, bahkan terbilang konglomerat tetapi selalu mengeluh akibat cicilan hutangnya yang menggunung. Memaksakan berpenampilan melebihi kemampuan seperti itu disamping menipu diri juga menyiksa diri. Karena lebih besar pasak dari pada tiang, hidupnya dikejar-kejar hutang. Bila sudah demikian, dunia yang luas terasa sempit, hati yang lapang menjadi terhimpit. Yang lebih tragis lagi, dengan lilitan hutang itu sesungguhnya seseorang dapat kehilangan kemerdekaan, kehilangan sesuatu yang lebih tinggi dari pada kehidupan itu sendiri.
Karena itu, jangan mudah memperbanyak hutang, tetapi sedikitkan berhutang. Biasakan hidup qanaah, dan jangan terlena niscaya kita akan hidup merdeka.
Ibnu Umar berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW, berwasiat kepada seorang laki- laki seraya bersabda,”Sedikitkan dosa, niscaya mudah atasmu mati (keluarnya ruh dari badan mudah tidak memberatkan). Dan sedikitkanlah hutang, niscaya kamu akan hidup merdeka.” (HR. Baihaqi)
Terperosok Kenistaan
Seseorang yang telah terkena beban hutang mudah terperosok pada akhlak yang nista. Untuk menghindari berbagai tagihan yang bertubi- tubi itu dibuatlah berbagai alasan, mulai dari bohong kecil-kecilan sampai yang besar-besaran. Atau dibuatlah banyak janji, yang pada gilirannya nanti dengan mudah diingkarinya sendiri. Karena akibat beban hutang yang demikian buruk ini, Rasul mengajarkan agar kita berlindung kepada Allah.
Aisyah berkata: “Seseorang telah berkata kepada Rasulullah SAW: Alangkah banyaknya kamu memohon perlindungan dari beban hutang wahai Rasulullah! Lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya seseorang yang sudah terkena beban hutang, apabila dia berkata-kata dia akan berdusta dan apabila berjanji dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jangan Menunda
Hutang, asal untuk kebutuhan dan kebaikan adalah sesuatu yang boleh. Tetapi ingatlah ia haruslah dibayar pada waktunya. Menunda pembayaran, padahal sebenarnya ada kelapangan adalah penganiayaan yang merugikan pihak penghutang.
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW Bersabda: Pengunduran-pengunduran waktu (terhadap pembayaran hutang) bagi orang yang yang berkecukupan adalah suatu penganiayaan, dan jika kamu mau memindahkannya kepada orang yang sanggup, maka laksanakanlah.” (HR. Bukhari)
Harta yang banyak sesungguhnya tak ada nilainya jika kita masih belum menunaikan kewajiban membayar hutang. Karena itu begitu ada kemampuan, segeralah menyisihkannya.
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: “Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: Seandainya aku memiliki emas sebesar bukit Uhud dan didatangkan kepadaku lagi gunung yang ketiga, disamping itu aku memiliki satu dinar, maka yang membuatkan aku suka hanyalah satu dinar yang dapat aku gunakan untuk membayar hutang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Batu Sandungan
Meskipun sudah sejuta orang menunggak hutang, jangan ditambah dengan pelanggaran kita sehingga menjadi sejuta satu. Ingatlah menunggak hutang akan memperburuk nasib kita. Kita akan kehilangan kepercayaan. Mungkin satu kali atau dua kali orang masih percaya. Tetapi kalau sudah sering kita lakukan, orang tidak akan lagi mau menolong meskipun kita terjepit.
Untuk menyelesaikan dosa akibat hutang yang tak terbayar, tidak bisa hanya dengan istighfar saja. Allah tidak akan mengampuninya, sebelum kita melunasi atau meminta keridhaan pihak yang menghutangi. Karena itu jangan dikira bila kita mati urusan hutang akan selesai begitu saja. Kita akan dituntut akibat kelalaian kita itu. Karenanya bila berhutang, catatlah dengan baik, agar bila kematian menjemput dan kita tidak sempat melunasi, ahli waris dapat melunasinya. Rasul sendiri pernah menolak menyembahyangkan jenazah yang punya hutang sampai ada yang bertanggungjawab melunasinya.
“Dari salamah bin Akwa’ berkata: Kami duduk di samping Nabi saw. Dan tiba-tiba dibawalah satu jenazah, yang orang-orang berkata: Sembahyangkanlah jenazah itu. Maka Nabi bertanya: Apakah ia meninggalkan hutang? Mereka menjawab: Tidak. Nabi bertanya: Apakah ia meninggalkan satu warisan? Mereka menjawab: Tidak. Maka Nabi menyembahyangkan jenazah itu. Kemudian dibawalah satu jenazah lain yang mereka berkata: Ya Rasulullah, sembahyangkanlah jenazah itu. Nabi bertanya: Apakah ia meninggalkan hutang? Mereka menjawab: Ya. Nabi bertanya: Apakah ia meninggalkan satu warisan? Mereka menjawab: Tiga dinar. Maka Nabi menyembahyangkan jenazah itu. Kemudian didatangkanlah jenazah yang ketiga, maka mereka berkata: Sembahyangkanlah jenazah itu. Nabi bertanya: Apakah ia meninggalkan satu warisan? Mereka menjawab: Tidak. Nabi bertanya: Apakah ia meninggalkan hutang? Mereka menjawab: Tiga dinar. Nabi bersabda: Sembahyangkanlah saudaramu itu. Abu Qatadah berkata: Ya Rasulullah sembahyangkanlah jenazah itu dan akulah yang akan menanggung pembayaran hutangnya. Maka Nabi bershalatlah untuknya.” (HR. Bukhari)
Oleh sebab itu, bila berhutang segeralah tunaikan pembayarannya. Jangan sampai ia menjadi batu sandungan yang menghalangi kita ke sorga.· (Hanif Hannan)
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.