Skip to content

Ibu Bekerja Tetap Dekat dengan Anak

Saya ibu bekerja (working mom) yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Sebagai ibu bekerja, sudah umum jika saya tidak sempurna menjadi ibu karena saya lebih banyak berada di luar rumah selama masa tumbuh kembang mereka. Meskipun demikian, saya yakin bahwa saya bisa tetap dekat dengan anak-anak saya.

Anugerah Anak Kedua

Hingga 16 tahun usia perkawinan, anak kami hanya satu yaitu Satria. Tidak pernah membayangkan akan mempunyai anak kedua dan seterusnya. Jadi, mempunyai anak kedua sebenarnya jauh dari rencana bahkan tidak pernah kami rencanakan. Setiap kali ada orang bertanya apakah Satria tidak dikasih adik, kami selalu menjawab dengan senyum saja. Namun sejujurnya, jauhhh di lubuk hati saya yang terdalam ada kegalauan antara pengin punya anak kedua untuk menemani Satria atau cukup satu anak Satria saja. Kegalauan itu selalu saya tepiskan. Ah sudahlah.. satu saja, fokus dibesarkan hingga mandiri nanti.

Singkat cerita, sampai pada suatu hari saya periksa ke Sakinah Idaman karena telat datang bulan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ternyata saya sudah hamil 5,5 minggu. Antara bersyukur dan sedikit galau. Bersyukur karena Allah SWT masih memberi kepercayaan kepada saya untuk mendidik anak. Galau karena usia saya sudah kepala empat sehingga pasti resiko tinggi. Juga galau karena pasti butuh biaya besar karena pasti saya melahirkan secara SC. Namun akhirnya saya yakin bahwa pasti ada jalan keluar karena setiap anak dilahirkan sudah membawa rejekinya masing-masing.

Selama hamil, saya tidak memperlakukan kehamilan saya dengan istimewa. Saya jalani biasa-biasa saja. Saya bahkan tidak minum susu khusus ibu hamil. Saya tidak minum vitamin dan suplemen untuk ibu hamil. Hanya ketika dokter memberi, baru deh saya minum. Itu pun cuma dua kali dan hanya tablet penambah darah πŸ™‚ . Sejak awal hingga akhir, semuanya lancar-lancar saja. Saya tidak mengalami morning sick atau mabuk atau ngidam. Saya juga tidak perlu bedrest. Bahkan saya tetap bisa bekerja full-time di luar rumah, malahan sampai lembur-lembur. Sampai menjelang kelahiran saya masih bekerja di kantor sampai sore. Malamnya saya masih lembur sampai jam 2 dini hari karena target pekerjaan saya harus kelar sebelum saya masuk rumah sakit. Alhamdulillah saya tidak pernah sakit. Maka dari itu, saya yakin dan percaya bahwa bayi saya akan baik-baik saja meskipun saya tidak mengkonsumsi susu, vitamin dan suplemen apapun.

Saya dan Dimas (anak kedua)

Alhamdulillah anak kedua saya terlahir dengan sehat wal afiat tidak kurang/lebih suatu apa pun pada Minggu dini hari tanggal 1 Oktober 2017 melalui Sectio Caesarean. Lahir dengan berat badan 2828 gram dan panjang 49 cm, berjenis kelamin laki-laki. Kami beri nama panggilan “Dimas”. Hehe.. jadilah saya yang paling cantik di rumah karena dua anak saya laki-laki semua πŸ™‚ . Oiya.. saat anak kedua ini lahir, anak pertama saya (Satria) berusia 15 tahun pada 9 Oktober 2017.

Sejak 1 Oktober 2017 itulah saya menjadi ibu dari dua anak laki-laki. Saya bersyukur sekali karena bisa memberikan adik untuk Satria dan bisa memberikan jagoan kedua untuk suami saya. Karena saya tahu bahwa Satria sebenarnya merindukan adik. Dan saya tahu bahwa ada impian-impian suami saya yang pengin diwujudkannya melalui anak-anaknya. Semoga saja impian-impian itu bisa terwujud melalui kedua anak kami atau salah satu dari mereka. Aamiin..

Membangun Kedekatan dengan Anak

Cuti dua bulan yang diberikan oleh kantor saya nikmati benar-benar dan saya gunakan semaksimal mungkin untuk mengasuh Dimas, anak kedua saya. Semaksimal mungkin saya berikan ASI. Semaksimal mungkin saya rawat dengan sebaik-baiknya. Saya cuci dan setrika sendiri semua popok dan pakaian bayi. Saya mandikan sendiri setiap pagi dan sore. Semua saya lakukan sendiri. Saya selalu berdoa agar anak ini sehat senantiasa. Alhamdulillah hingga hari ini di usianya yang masuk bulan ke-3, belum pernah sekalipun mengalami demam atau sakit yang lain.

Saya dan Satria (anak pertama). Sesekali harus ada waktu untuk berdua dengan anak.

Selain saya gunakan semaksimal mungkin untuk mengasuh Dimas, saya juga memanfaatkannya untuk lebih dekat dengan Satria. Meskipun ada adiknya yang selalu bersama saya, saya tidak ingin Satria menjadi jauh dari saya. Saya ingin kedua-duanya dekat dengan saya secara lahir maupun batin. Karena itu, saya memperhatikan keduanya secara seimbang, tidak berat salah satu. Saya bersyukur karena Satria sudah mandiri. Dengan demikian tentu saja perhatian saya kepada masing-masing anak tidak sama.

Dalam pengasuhan Dimas, selain melibatkan suami (otomatis kalo ini yaa..), saya juga melibatkan Satria. Sejak awal Dimas harus tahu bahwa dia punya kakak yang harus dihormati dan disayanginya. Demikian pula Satria harus tahu bahwa dia punya adik yang harus disayanginya. Liburan semester, Natal dan Tahun Baru kali ini adalah kesempatan kami untuk berkumpul bersama. Saatnya kami benar-benar membangun kedekatan antara ayah, ibu dan anak-anak.

Meskipun belum bisa ngomong, saya selalu mengajak Dimas ngobrol hal-hal yang ringan. Selain menstimulasinya agar bisa bicara tepat pada waktunya nanti, juga karena saya memasukkan hal-hal baru ke memorinya. Sedangkan dengan Satria, saya selalu mengajaknya ngobrol. Baik itu obrolan ringan maupun obrolan dari hati-ke hati. Selama ini yang saya tahu bahwa Satria segan untuk terbuka dengan ayahnya. Dengan demikian, saya yang harus menjadi temannya curhat. Jangan sampai dia mencari orang lain sebagai tempatnya curhat. Alhamdulillah sampai hari ini Satria sangat dekat dengan saya.

Siang Nan Jauh di Mata Namun Dekat di Hati

Per 1 Desember 2017 kemarin cuti saya sudah habis, artinya saya sudah harus menjadi working mom lagi, full time pula. Kontrak kerja saya diperbarui menjelang saya ambil maternity leave. Satu hal yang wajib saya syukuri adalah karena di dalam kontrak kerja tersebut tertulis bahwa per 1 September 2017 jam kerja saya dimulai jam 09:30 WIB dan berakhir 17:30 WIB. Tentu saja ini sangat membantu saya. Di pagi hari saya bisa maksimal mengurus bayi, menemani Satria untuk persiapan ke sekolah, dan persiapan saya sendiri untuk ke kantor. Untuk suami, yang penting saya menyediakan teh panas, itu sudah sangat lebih dari cukup hehehe… Saya biasanya berangkat dari rumah jam 09:00 WIB atau lebih sedikit. Yang penting jam 09:30 WIB saya sudah sampai di kantor. Sementara saya tinggal bekerja, Dimas diasuh oleh ayahnya yang kebetulan bekerja di rumah.

Meninggalkan bayi untuk bekerja di luar rumah, jujur saja rasanya berat. Di kantor selalu terbayang-bayang wajah Dimas. Tapi ya saya harus kuat, harus ikhlas. Saya pasrahkan pada Allah SWT. Saya yakin Allah SWT menjaga Dimas melalui tangan ayahnya.

Sejak masih cuti dan selalu berdua dengan Dimas, saya sudah beritahukan ke Dimas,“Dik, sebentar lagi ibu akan masuk kerja, jadi kalo ibu pergi kerja Dimas di rumah sama ayah ya.., malamnya bisa sama ibu lagi sampai pagi.”Β Kalimat tersebut setiap hari saya sampaikan ke Dimas. Menurut saya, jika apa-apa dikomunikasikan dengan anak sedini mungkin, insyaallah ke depannya tidak akan sulit. Dulu waktu mengasuh anak pertama, juga demikian. Alhamdulillah tidak ada kesulitan saya meninggalkan anak. Saya yakin anak juga akan mengerti karena sudah diberitahu sejak dini. Bahkan anak-anak sejak dini saya kasih tahu disini lho ibu bekerja, begini lho ibu bekerja, dan sebagainya. Dan selagi saya bisa bawa anak ketika bekerja, saya akan bawa πŸ™‚

Pulang kerja, waktu saya sepenuhnya untuk anak dan keluarga. Tidak ada pekerjaan kantor yang saya bawa pulang. Tidak ada masalah kantor yang saya bawa pulang. Pokoknya waktu saya full saya dedikasikan untuk keluarga. Demikian juga jika hari libur atau waktu liburan tiba. Jadi meskipun pada hari-hari kerja saya jauh dari mereka secara fisik, namun hati kami tetap selalu dekat πŸ™‚ . Apalagi jaman sekarang sudah canggih, sewaktu-waktu anak-anak bisa berbicara dengan saya melalui handphone baik voice call maupun video call.

Jika Anak Sakit

Liburan Natal dan cuti bersama kemarin saya sempat bawa anak-anak untuk berlibur di rumah kakek-neneknya di Desa Wisata Pentingsari. Desa yang terletak di lereng Merapi (kalau tidak salah sekitar 10 km dari puncak Merapi). Disana sehari-harinya berhawa dingin. Kalo mau mandi disana siap-siap dehhhh untuk kedinginan hehehe..

Satria dulu pernah dibesarkan disana sekitar 1 tahun sejak usia 4 bulan, sehingga sudah terbiasa dengan udara disana yang dingin. Tapi bagi Dimas ini adalah pengalaman pertamanya menginap di rumah Simbah. Dalam hati saya berdoa selalu agar tidak terjadi apa-apa dengan Dimas karena perbedaan cuaca dan lingkungan. Sempat deg-deg-an ketika Dimas rewel terus, maunya digendong melulu sambil jalan-jalan, tidak mau ditaruh di kasur. Kata ibu saya, itu karena berada di lingkungan baru, mungkin baru menyesuaikan diri. Kekhawatiran saya adalah kalau sampai Dimas susah tidur, ujung-ujungnya ‘kan demam atau sakit. Mana setiap dimandikan, Dimas pasti selalu menangis keras, padahal air mandinya juga pakai air hangat. Tapi alhamdulillah sampai pulang kembali ke rumah, Dimas tetap baik-baik saja, tidak mengalami apa yang saya khawatirkan.

Tapi, jika sedang pergi ke tempat baru, apalagi di daerah yang udaranya dingin, ada baiknya berjaga-jaga. Apalagi jika bawa anak kecil atau bayi. Takutnya mendadak kena demam karena alergi atau masuk angin. Ga ada salahnya jaga-jaga dengan membawa obat penurun panas. Rekomendasi dari teman-teman adalah Tempra. Untuk bayi seusia Dimas obatnya adalah Tempra Drops dengan rasa anggur yang memang khusus untuk usia 0-1 tahun. Sedangkan untuk usia 1-6 tahun obatnya adalah Tempra Syrup dengan rasa anggur juga. Keduanya berfungsi untuk menurunkan panas dan meredakan rasa nyeri. Tempra ini aman di lambung, sebelum digunakan tidak perlu dikocok karena sudah larut 100%, dan dosisnya tepat sehingga tidak akan membuat bayi atau anak mengalami overdosis atau kurang dosis. Untuk mendapatkan obat penurun panas ini juga mudah koq.. karena banyak tersedia di toko obat dan apotik-apotik terdekat. Tempra juga bisa dipakai untuk menurunkan demam karena imunisasi lhoo.. Supaya enggak lupa, taruh aja 1 botol di dalam tas yang biasa dipakai bepergian dengan anak-anak.

Tempra Syrup untuk anak usia 1-6 tahun

Jadi, untuk membangun kedekatan dengan anak kuncinya adalah komunikasi. Syukur-syukur komunikasi dilakukan sejak dini. Meskipun masih bayi yang notabene belum bisa ngomong, teteppp harus diajak ngobrol. Gapapa koq sebagai ibu kita jadi seperti ngomong sendiri hehehe.. percaya dehhh… bayi tetap akan memberikan respon. Dan ketika anak sudah menginjak remaja, seorang ibu harus menjadi tempat curhat pertamanya. Ibu harus bisa memberi rasa aman dan nyaman kepada anak.

Demikian sharing dari saya, selamat Hari Ibu untuk semua kaum ibu Indonesia, selamat Natal bagi yang merayakannya dan selamat menjelang Tahun Baru 2018 untuk semuanya πŸ™‚

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan olehΒ Blogger Perempuan NetworkΒ dan Tempra.

 

8 thoughts on “Ibu Bekerja Tetap Dekat dengan Anak”

  1. Terharu pas baca pesan ke dedek bayinya. Aku yg sesekali ninggalin anak aja galau luar biasa apalagi working mom. Tp meski working mom katanya yg terpenting adalah quality time saat bersama anak. Setuju, komunikasi adalah kunci…

  2. Ada miripnya ma saya nih, Mbak. Saya pernah jadi working mom dan jarak antara anak pertama ke kedua cukup jauh (9 tahun). Yups, working mom pun tetap bisa dekat dengan anak dg komunikasi yang intens.

Comments are closed.