Lompat ke konten
Home » Kesehatan » Survivor Kanker yang Berhasil Sembuh

Survivor Kanker yang Berhasil Sembuh

  • oleh

Bulan Maret dan April 2016 yang lalu, saya pernah menuliskan disini pengalaman teman saya seorang survivor kanker yang berhasil sembuh. Ketika itu isi tulisan pertama lebih fokus pada tips singkat sembuh dari kanker dan tulisan kedua adalah tentang daun sirsak untuk penderita kanker. Nah, kali ini saya akan mengarsipkan sharing-nya di Facebook yang lumayan panjang lebar, lebih dari 2 tulisan tersebut. Semoga bermanfaat buat Anda yang membutuhkan informasi ini 🙂

Menurut pengalaman Aprilia Kristanto dalam perjuangannya menuju kesembuhan, ada beberapa hal yang dilakukannya, yaitu sebagai berikut:

1. Pola Makan

Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu pendukung kesembuhan seseorang dari sakit adalah pengaturan pola makan atau sering dikenal dengan diet. Ternyata dietnya Aprilia ini adalah menggunakan daun sirsak. Saya tidak akan menulis ulang karena cukup panjang, Anda bisa baca di tulisan bulan April 2016 yang lalu, silakan klik disini.

2. Minum Air Pasca Kemo

Ya, pengobatan untuk penderita kanker biasanya tidak lepas dari kemo, berikut ini penuturan Aprilia:

Waktu menjawab pertanyaan dari teman saya kemarin, saya tiba-tiba teringat kalau ada info penting tentang pola minum selama masa kemo maupun sesudah kemo.

Dokter waktu itu memberi warning ke saya bahwa obat kemo itu keras dan beresiko merusak beberapa organ, salah satunya ginjal. Kenapa? Karena setelah beberapa waktu beredar dalam tubuh, nantinya obat kemo akan dibuang lewat ginjal bersamaan dengan urine (air kencing). Karena saya harus 14x kemo, dokter menganjurkan agar saya serius menuruti warning ini, demi kesehatan ginjal saya.

Nah, untuk mencegah terkena sakit ginjal gara-gara kemo, dokter menyuruh saya untuk banyak minum air putih dengan jumlah lebih banyak dari konsumsi harian orang normal. Atau dengan kata lain, lebih banyak dari 8 gelas/hari. Itu air putih saja, tidak termasuk kuah dalam makanan, jus, minuman-minuman lain, dll.

Saya tidak tahu apakah info ini juga bermanfaat bagi teman-teman yang program kemonya tidak sebanyak saya. Tapi boleh dicoba bila dirasa perlu.

3. Minum Air Madu

Masih tentang air. Kali ini yang mau saya bagikan adalah tentang air madu. Gak harus madu mahal, pakai madu murah pun tak apa. Waktu itu saya juga cuma pakai Madurasa yang harga per sachet-nya (waktu itu) seribu rupiah doank. Ini bukan pesan sponsor ya… 🙂

Seperti yang saya sebutkan di postingan sebelumnya, kalau obat kanker itu keras dan efeknya bukan cuma ke ginjal. Ada beberapa efek lainnya. Efek yang saya bahas kali ini adalah panas dalam atau sariawan atau radang tenggorokan. Dan saya sempat mengalaminya, di kemo-kemo awal saya.

Ternyata untuk meredakan panas dalam atau radang tenggorokan (sehingga bisa mencegah sariawan juga), cukup efektif menggunakan air madu. Madu dicampur dengan segelas air putih, lalu diminum. Air madu ini lebih nyaman di tenggorokan justru ketika tidak kental, saya sempat membandingkan.

Air madu diminum sesering mungkin ketika tenggorokan terasa panas dan kering. Rasanya mak-nyes, kaya’ dikompres. Padahal tidak pake air dingin. Sebisa mungkin jangan pake air es minumnya 🙂

Setelah rajin minum air madu, saya tidak pernah lagi mengalami radang tenggorokan atau panas dalam tiap pasca kemo.

O iya, ada keuntungan plus lho kalau minum air madu. Ternyata air madu ini juga menolong pasien kanker supaya kulitnya tidak kering atau kisut/keriput akibat obat kemo. Malah kulit jadi lebih halus, sehat dan kenyal, seperti kulit artis iklan hand & body lotion.. hehehehe.. 

Awalnya saya tidak menyadari efek plusnya ini karena tidak ada pembandingnya. Saya baru menyadari waktu saya menjalani sinar radioterapi.

Di bangsal sinar radioterapi, saya bertemu dengan belasan pasien kanker. Tua, muda, cowok, cewek, semua kumpul jadi satu disana. Dan semuanya kulitnya kisut/keriput dan menghitam. Saya tahu kalau kondisi ini beda dengan kondisi mereka saat sebelum kemo, karena mereka sendiri yang cerita ke saya. Kata mereka, dulu sebelum kemo, kulit mereka lebih putih dan lebih kenyal dari kondisi saat kami bertemu.

Dan semua pasien disana heran dengan kondisi kulit saya yang tidak menghitam, tidak keriput, dan tetap kenyal. Sampai-sampai saya disangka bukan pasien kanker, lalu diusir dari bangsal radioterapi karena takut sinar radiologinya membahayakan saya, hahahaha… Waktu kami membandingkan pola makan kami, saya baru tahu kalau “tersangkanya” adalah air madu ini.

Nafsu Makan Hilang Setelah Kemo

Pasca kemo pertama, saya mengalami (maaf) mual dan muntah. Mual muntahnya parah sekali. Minum air putih aja muntah. Mencium bau masakan juga muntah. Apalagi disuruh makan nasi. Bisa kebayang, tidak ada satu pun yang masuk ke perut saya. Air putih pun hanya seteguk-seteguk saja, karena takut kepancing muntah lagi. Peristiwa ini terjadi selama 1 minggu penuh.

Akibatnya badan saya menjadi amat sangat lemas. Saking lemasnya, membuka mata pun tidak sanggup. Bawaannya cuma pengin tidur. Dan kalau udah tidur, susah dibangunkan, sampai-sampai sempat bikin mama khawatir. Pernah mama sampai panik waktu saya tidur seharian tanpa berubah posisi sama sekali dan gak merespon ketika dibangunkan. Sepertinya waktu itu mama mengira saya meninggal, mengingat kondisi saya waktu itu adalah stadium 4.

Nafsu makan saya jadi pulih mendadak ketika dimasakin ikan, tapi gak sengaja keasinan. Hari itu juga saya bisa makan 3x sehari dan tiap kali makan bisa habis nasi 2 piring sekaligus, hahahaha…

Kejadian itu membuat saya mengambil kesimpulan bahwa ternyata rasa yang tajam dapat menetralisir rasa pahit di lidah pasca kemo.

Lalu saat kontrol ke dokter pada hari berikutnya, saya diberitahu bahwa makanan wajib bagi pasien kanker ada 2 macam, yaitu karbohidrat dan protein. Karbohidrat berfungsi untuk sumber energi, supaya enggak lemas. Protein berfungsi sebagai bahan baku pembentukan sel-sel baru (terutama leukosit/antibodi).

Lalu saya mengkombinasikan 2 macam makanan itu dalam menentukan menu makanan saya. Wajib ada karbohidrat dan protein supaya saya enggak drop lagi dan harus yang rasanya tajam untuk membangkitkan selera makan.

Berikut ini menu-menu makanan saya selama masa mual muntah pasca kemo tiap lihat nasi:

1. Siomay (beli siomay yang banyak tengirinya atau bikin sendiri)
~ kanjinya termasuk karbohidrat
~ tengirinya termasuk sumber protein
~ rasanya lezat, jadi bisa makan banyak

2. Mie ayam (beli atau bikin sendiri)
~ terigunya termasuk karbohidrat
~ ayamnya termasuk sumber protein
~ kuah yang asin plus cabe yang pedes bikin bisa makan banyak

3. Siomay-siomay-an (bikin sendiri)
~ tahu dan putih telur sebagai sumber protein
~ kentang sebagai sumber karbohidrat
~ brokoli steam
~ bumbu kacang untuk membangkitkan selera makan

4. Ikan dimasak asam manis

5. Tahu direbus dengan bumbu bacem sampai kuahnya habis. Tapi tidak dilanjutkan dengan proses penggorengan, karena saya memang menghindari goreng-gorengan.

6. Ada menu lainnya sebenernya, tapi udah lupa semua…

Semua menu itu mempercepat pulihnya nafsu makan saya. Cuma butuh 3 hari saja saya udah bisa makan nasi plus sayur-sayuran dalam porsi banyak tanpa mual.

Sejak itu, saya tidak pernah lagi mengalami kejadian “tidak makan seharian” walau mengalami mual-mual pasca kemo. Asupan kebutuhan gizi saya tetap bisa terpenuhi walau belum bisa makan nasi. Berat badan saya tidak pernah turun lagi, malah terus naik dari hari ke hari, hehehehe… Dropnya leukosit saya tidak separah teman-teman saya.

Tidak semua menu wajib ditiru. Itu hanya kreasi yang terpikirkan waktu itu. Bisa dibuat kreasi yang lain, sesuai kreativitas masing-masing. Info penting yang ingin saya bagi ada 3 hal:
1. Harus mengandung karbohidrat.
2. Harus kaya protein.
3. Rasanya tajam, supaya bisa membangkitkan selera makan.

Bagaimana Saya Bisa Sembuh?

Ketika ada teman yang tahu saya divonis kanker stadium 4, lalu saya terlihat sembuh dan baik-baik saja, pertanyaan yang mereka ajukan kira-kira hampir sama:

“Kok bisa sembuh? Gimana ceritanya? Apa tipsnya?”

Jujur saya bingung gimana menjawabnya. Gimana ya? Bukannya gak mau berbagi tips sih, cuma sungkan aja, karena kesembuhan saya bukan hanya pake kemo dan pola hidup sehat saja, tapi juga ada unsur mukjizat disana. Dan sepertinya, itu kunci kesembuhan saya yang paling utama. Saya menjalani proses konseling ini juga sampai belasan kali, dan belasan kali harus melepaskan dendam dan kepahitan sert mengampuni kesalahan orang lain. Konseling yang saya jalani bukan di psikiater, tapi di lembaga konseling Kristiani. Nah, kalo udah bawa-bawa agama, jadi sensitif ‘kan? Makanya saya takut cerita, gak mau bikin orang jadi salah paham. Tapi gimana ya? Gak mungkin juga saya ubah jalan ceritanya cuma demi menghindari kesalahpahaman.

Awalnya saya mau simpan rapat-rapat cerita kesembuhan ini untuk saya pribadi, demi menghindari tuduhan negatif. Tapi berhubung ada teman-teman kanker yang ternyata Kristiani juga, saya jadi pengin membagikannya disini. Siapa tahu ada dari mereka ternyata butuh konseling juga demi kesembuhan kankernya. Jadi bagi teman-teman non Kristiani yang tidak tertarik dengan sharing kali ini, skip aja ya.. Anggap saja sharing yang ini tidak ada 

Catatan saya sebagai pemilik blog: Bukan masalah Kristiani atau bukan. Saya rasa, kita bisa belajar dari pengalaman Aprilia ini. Bagi yang beragama lain, bisa mengadopsi metodenya untuk diterapkan sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Waktu kemo pertama, penunggu pasien di sebelah saya sempat cerita-cerita ke mama. Dia bilang bahwa pasien kanker itu biasanya orang-orang yang “mendhem jero”. Ini istilah dalam bahasa Jawa yang maksudnya adalah suka menyimpan sakit hati terlalu dalam. Jadi, beliau menyarankan supaya mama membawa saya ke psikiater untuk konseling. Katanya, kalo uneg-uneg saya udah keluar semua, biasanya sembuh sendiri, gak perlu kemo-kemo segala. Beliau berbeda keyakinan dengan saya, jadi tempat yang dia sarankan adalah tempat yang netral (maksudnya: psikiater), tidak ada unsur agama disana.

Mama menyampaikan itu ke saya dan saya setuju. Karena saya menyadari bahwa saya memang tipe orang yang banyak menyimpan sendiri semua kemarahan dan sakit hati saya, karena sulit menemukan tempat curhat yang membuat saya merasa aman dan nyaman. Dan sepertinya, memang kemarahan-kemarahan itu sudah terpendam terlalu dalam dan terlalu banyak, makanya meledak di dalam dan terjadilah kanker itu. Masalahnya, saya harus konseling ke mana? Saya tanya pada Tuhan dalam doa saya dan Tuhan menjawab dengan cara yang unik.

Saat kemo kedua, saya dijenguk sahabat mama. Waktu itu kami cerita-cerita tentang apa yang Tuhan katakan pada saya selama kanker itu. Dan beliau merasa terberkati, jadi mengundang teman-teman alumni WB Single untuk datang membezuk saya. Walau sama-sama alumni WB Single, tapi kami berbeda angkatan. Jadi tidak banyak yang saya kenal saat mereka membezuk saya, tapi mereka mengasihi saya. Tidak berhenti disana, ketika merasa terberkati, mereka mengundang alumni WB Ibu untuk datang menjenguk saya. Dari alumni WB Ibu yang menjenguk saya, cuma satu yang saya kenal, sisanya tidak ada yang saya kenal, tapi mereka juga mengasihi saya. Bahkan, dari ibu-ibu yang tidak saya kenal itu ada satu yang tergerak untuk mem-follow-up saya. Dan beliaulah yang memperkenalkan saya kepada Cie Yenita Sanditia, temannya yang melayani konseling.

Oke, tadi itu cerita singkat bagaimana saya bisa kenal dengan “konselor” saya. Buat saya, pertemuan kami begitu ajaib, karena melalui perantara orang-orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya. Dari situ saya tahu, Cie Yenita inilah yang Tuhan kirim untuk mengkonseling saya. Karenanya, saya membuka diri dan bersedia konseling.

Konseling pertama, kami lakukan 1 minggu setelah pulang dari kemo ke-3. Saya ingat betul, itu hari Rabu. Waktu konseling, saya tahu betul, kondisi saya masih parah karena saya masih sulit bernapas. Saya tidak kuat duduk lama-lama karena sesak napas. Saat menyampaikan cerita-cerita saya pun sambil megap-megap. Napas saya satu-satu. Tapi saya paksakan untuk tetap konseling karena saya ingin sembuh. Setelah selesai cerita, saya diminta untuk mengampuni. Itu tidak mudah karena saya merasa tidak adil. Mereka yang salah, kenapa saya yang harus memaafkan. Tapi karena ingin sembuh, saya memilih taat. Saat mengampuni itu, tumpahlah semua perasaan terpendam saya, saya sampai menangis histeris saking sakitnya hati saya. Setelah puas menangis dan mengikhlaskan pengampunan, hati saya merasa lega. Plong. Dan sesak napas saya berkurang banyak. Hari itu juga, saya bisa duduk lama dan mengobrol berjam-jam dan napasnya tidak satu satu lagi.

Awalnya saya pikir rasa plong itu akibat rasa lega karena beban sakit hati saya sudah dibereskan. Itu saja. Tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa itu ada hubungannya dengan kesehatan saya.

Tiga hari kemudian, hari Sabtu, Cie Yenita datang lagi ke rumah saya. Kami konseling untuk kedua kalinya. Sama seperti konseling pertama, saya menangis keras saat diminta untuk mengampuni orang-orang (yang belum dibereskan di konseling pertama). Konseling kedua ini berlangsung lebih lama karena hal-hal yang harus dibereskan lebih banyak. Setelah semuanya selesai, hati saya lebih lega dari sebelumnya. Saya bukan hanya kuat duduk lama dan mengobrol berjam-jam, tapi saya kuat jalan-jalan dan tidak sesak napas. Tapi masih gampang lelah.

Empat hari kemudian, hari Rabu, Cie Yenita datang lagi ke rumah saya untuk konseling yang ketiga kalinya. Kali ini saya cuma mengampuni satu orang, yang mana ini justru orang yang menimbulkan sakit hati yang paling dalam buat saya. Setelah saya mengampuni orang ini, perasaan saya amat sangat lega. Mama melihat saya seperti orang sehat. Udah bisa duduk lama, kuat ngobrol berjam-jam, kuat jalan-jalan, malah bisa bercanda kejar-kejaran dan lompat-lompat dengan adik saya dan tidak ada keluhan sama sekali di hari itu.

Hari Kamis saya masuk rumah sakit untuk persiapan kemo ke-4. Kemo baru dilakukan hari Jumat. Jumat itu, dokter mengunjungi saya terlalu awal, saat obat kemo belum masuk ke tubuh saya. Dokter mengecek leher saya, lalu tiba-tiba berkata:

“Sabtu besok rontgen ya, sepertinya paru-parumu sudah bersih dari tumor deh…”.

Sabtu pagi, saya rontgen. Dan hasilnya: paru-paru saya bersih dari tumor. Dokter gak percaya dengan progress saya, karena katanya kalau paru-paru saya penuh tumor, harusnya baru bersih setelah 14 kali kemo dan sinar radioterapi 20 kali lebih. Tapi faktanya, paru-paru saya sudah bersih dari tumor bahkan sebelum obat kemo ke-4 dimasukkan ke tubuh saya. Hari itu saya tahu, bahwa kesembuhan saya adalah mukjizat. Karena saya sudah mengampuni.

Setelah itu, saya penginnya stop kemo karena merasa sudah sembuh. Tapi saya minta tanda sama Tuhan. Kalo menurut Tuhan saya sudah tidak perlu kemo, biar Tuhan yang mengatakannya lewat dokter. Kalo menurut Tuhan saya masih harus kemo, biar Tuhan bilang lewat dokter juga. Dan di luar dugaan, dokter ngotot untuk tetap kemo 14 kali dan radioterapi 25 kali.

Awalnya saya marah dan merasa dipermainkan. Tapi ternyata Tuhan ijinkan saya untuk tetap kemo karena saya belum tuntas konseling. Rasa sakit yang saya alami saat kemo-kemo berikutnya, ternyata memunculkan kemarahan-kemarahan yang jauuuuuh lebih terpendam, yang tidak pernah saya sadari sebelumnya. Jadi setiap pulang kemo, saya selalu konseling. Makanya tadi saya bilang, total konseling saya ada belasan kali.

survivor kanker yang berhasil sembuh
Aprilia Anugrah Kristanto

Setelah semua pencobaan ini berlalu, saya baru menyadari fokus utama Tuhan bukan tentang kanker atau sembuhnya saya. Saya tahu betul, bahwa dalam kisah hidup saya, kanker hanya sarana. Target utama Tuhan adalah memulihkan hidup saya. Dan sekarang, karena kemurahan Tuhan, saya benar-benar sudah pulih.

Terimakasih Tuhan, untuk kesembuhan fisik saya dan untuk pulihnya batiniah saya. Praise The Lord Thanks juga buat mbak Kristianti Maharani yang juga mengkonseling saya bersama Cie Yenita. Juga Tim DP yang membantu saya mengubah pola pikir saya.

Demikian tadi sharing dari Aprilia Kristanto, seorang survivor kanker yang berhasil sembuh. Semoga sharingnya bermanfaat 🙂

Jika Anda ingin sharing lebih dekat dengan Aprilia, silakan hubungi BBM atau WA-nya sebagai berikut:
Pin BBM: 2AB17695
SMS/WA: 0819 3179 0201