Skip to content

Kenangan Masa Kecil yang Tak Terlupakan: ‘Momong’ Adik-adik

Terlahir sebagai anak sulung dan anak perempuan satu-satunya, plus punya 3 orang adik laki-laki semua membuat saya belajar memiliki tanggung jawab ‘momong’ adik-adik. Tanggung jawab ‘momong’ adik-adik ini menjadi kenangan indah masa kecil yang tidak bisa saya lupakan.

‘Momong’ berasal dari istilah dalam bahasa Jawa yang artinya mengasuh atau merawat. Sebenarnya ini tanggung jawab orang tua dalam rangka mengasuh dan merawat anak mereka. Tetapi secara turun temurun, yang saya tahu, kami sudah diajarkan untuk turut mengasuh dan merawat saudara-saudara kami yang lebih muda. Ya, contohnya adalah saya sebagai anak sulung mengasuh atau merawat adik-adik saya. Kenapa kakak harus ‘momong’ adik-adiknya? Biasanya karena orang tua sibuk bekerja, sedangkan anak-anak harus ada yang menjaga. Apalagi seringkali anak-anak kecil masih butuh bantuan jika membutuhkan sesuatu.

“Win, yen dolan adhi-adhine dijak,” itu pesan ibu dalam bahasa Jawa setiap saya pulang sekolah, yang artinya agar supaya saya mengajak adik-adik kalau saya mau keluar main. Iya, tugas saya adalah menjaga dan mengasuh mereka. Saya tidak boleh pergi sendiri atau memikirkan diri sendiri. Pulang sekolah terlambat saja saya sudah dimarahi hehehe.. Sesekali saya nakal juga, pulang sekolah main ke rumah saudara sampai sore, pulang-pulang yaaaa dimarahi oleh ibu. Mana ibu saya terkenal galak pula, itu menurut kami anak-anaknya 😀

Menjaga tiga adik laki-laki sepertinya tidak berat ketika itu. Mereka ‘nurut-nurut’ sama saya. Ada satu sih adik saya yang lumayan agresif, sehingga setiap kali ibu pergi, adik saya yang satu ini selalu diajaknya. Kenapa? Karena kalau ditinggal di rumah, adanya kami pada berantem. Tapi secara umum, kami semua rukun-rukun, selalu bermain bareng.

Biasanya sepulang sekolah, teman-teman yang notabene anak-anak tetangga sudah pada datang ke rumah. Ada kalanya mereka memang sengaja mau main di rumah kami. Karena saya dan adik-adik punya banyak mainan, teman-teman senang bermain di rumah kami. Kami juga senang karena rumah jadi rame, tidak perlu pergi kemana-mana. Ibu juga senang karena bisa sambil mengawasi kami. Namun ada kalanya mereka (anak-anak tetangga tadi) nyamperin kami untuk diajak main di luar. Main kemana saja? Hehehe.. banyakkkk.. Antara lain, main ke rumah salah satu teman, main ke sungai, main ke kebun orang, main ke sawah, dan lain-lain. Pulang-pulang biasanya sudah sore sekitar Ashar. Pulang dengan pakaian kotor, badan luka-luka, badan gatal-gatal, hihihi.. itu sudah biasa. Dimarahin ibu tak? Iyaaaa 😀 . Dan biasanya saya sebagai anak sulung yang kena marah 🙁

Setiap sore dan setiap hari Minggu, saya dan adik-adik mempunyai jadwal nonton tivi bareng. Waktu itu, di dusun kami belum banyak yang mempunyai tivi, bahkan di rumah kami pun belum ada tivi. Pun waktu itu tivi rata-rata masih hitam putih. Orang yang punya tivi dianggap sebagai orang kaya. Jadi, kami kalo pengin nonton tivi ya harus pergi ke rumah tetangga. Rumah pemilik tivi akan terlihat ramai anak-anak pada jam-jam tertentu. Pemilik tivi selalu welcome, pintu selalu dibuka lebar-lebar agar kami leluasa masuk, dan sudah disediakan gelaran tikar di lantai depan tivi.

Waktu dulu, channel tivi hanya ada satu, yaitu TVRI, sehingga aman karena tidak ada rebutan remote control hanya untuk mengganti acara. Ehhh.. jaman itu pun belum ada remote control 😀 . Jadwal acara tivi setiap sore mulai jam 16:30 WIB adalah film-film kartun anak-anak. Kami biasanya nonton sampai film selesai saja, tidak sampai malam. Kalau hari Minggu, acara tivi mulai jam 08:00 WIB. Nah, jam segitu kami sudah nongkrong di depan tivi tetangga tadi. Biasanya kami nonton sampai jam 11-an siang saja, setelah itu dilanjutkan dengan main di luar bersama teman-teman yang lain, sampai sore 😀

Hal-hal penting yang harus kami patuhi selama pergi bermain adalah:
1. Setiap menjelang nonton tivi saya dan adik-adik harus sudah mandi dan rapi.
2. Tidak boleh minta-minta makan di rumah teman atau tetangga, jadi kalau lapar kami harus pulang.
3. Tidak boleh jajan sembarangan (ga masalah sih karena waktu itu kami juga tidak pernah diberi uang jajan oleh ibu).
4. Tidak boleh pergi sampai malam.

Sayangnya tidak ada foto-foto masa kecil kami, sedangkan ini foto sekitar 20 tahun yang lalu.

Berkah selalu bermain bareng dengan adik-adik, sampai sekarang kami rukun-rukun. Hingga masing-masing sudah berkeluarga dan punya anak sendiri-sendiri, kecuali adik (anak ketiga) yang belum menikah.

Kasih sayang saya kepada adik-adik yang saya wujudkan dengan tanggung jawab ‘momong’ mereka, alhamdulillah menurun ke anak saya (Satria). Di usianya yang memasuki 15 tahun tiba-tiba punya adik bayi (Dimas), ternyata membuatnya menjadi kakak yang ‘care’ kepada adiknya. Tanpa disuruh tanpa diminta, Satria sudah tahu apa yang harus dilakukan terhadap adiknya, terutama ketika ayah dan ibunya sedang repot. Berulang kali saya menyampaikan pesan kepada Satria dan adiknya,“Kalian rukun-rukun selalu yaaa hingga akhir hayat nanti. Seperti ibu dan om-om kalian yang tetap rukun hingga hari ini dan insyaallah selamanya.”

Terimakasih buat Kumpulan Emak-emak Blogger yang sudah bantu membuka memory masa kecil saya. Senangggg.. karena bisa terdokumentasi disini 🙂

 

4 thoughts on “Kenangan Masa Kecil yang Tak Terlupakan: ‘Momong’ Adik-adik”

  1. Aku anak bungsu dari 2 bersodara mba dan aku sangat merasakan kasih sayang kakakku sama seperti mb dulu almh ibu selalu minta kakaku ngemong aku bahkan aku yang pemalas ini masih tetap saja disayangi kakak hingga kini kami dewasa kakak sll saja menganggap aku adik kecilnya hingga kakak sll mengirimkan hadiah2 buat aku tanpa aku minta 🙂

    semoga rukun selalu y mba, dan buat Mas Satria keren loh usianya terpaut jauh y mba 15 tahun semoga juga sll rukun hingga tua

  2. Amiin… Keren banget momong tiga adik laki-laki. Pasti jd bekal pas sudah punya anak sendiri ya. Selalu rukun ya… Susah lho, kakak adik bs rukun. Salam kenal, Mak

Comments are closed.