Entah sudah berapa kali saya menulis tentang Ibu dengan tema yang berbeda-beda ๐ . Ya, saya tidak akan pernah bosan menceritakan tentang Ibu saya. Kali ini temanya adalah perempuan inspiratif yang menjadi inspirasi dan tulisan ini saya beri judul “Ibuku Inspirasiku”.
Di luar sana ada begitu banyak perempuan inpiratif yang bisa menjadi inspirasi bagi perempuan yang lain. Entah itu dalam dunia bisnis. Entah itu dalam dunia kerja. Entah itu dalam dunia olahraga. Dan sebagainya. Jujur, akan sangat banyak sekali nama-nama yang saya sebutkan jika inspiratif di bidangnya masing-masing. Tapi hanya ada satu perempuan inspiratif yang menginspirasi saya dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Beliau adalah Ibu kandung saya sendiri.
Ibu saya terlahir dari rahim seorang perempuan desa yang lemah lembut. Ya, sejak awal saya mengenal simbah putri, beliau sangat lemah lembut. Tidak pernah ada kata-kata kasar, tidak pernah galak. Berbeda dengan simbah putri saya dari bapak. But I love them all ๐ . Simbah putri bersuamikan seorang tentara, hiks.. saya tidak pernah melihat simbah kakung karena beliau sudah meninggal sejak saya belum lahir. Simbah kakung mempunyai dua istri yaitu simbah putri (ibunya Ibu) dan kakaknya simbah putri (budhenya Ibu). Sejak kecil Ibu saya lebih banyak tinggal bersama budhenya yang dipanggil “ibu” juga. Jadilah Ibu saya hidup di kota sebagai anak kolong hehehe..
Menjadi anak kota sekaligus anak kolong sepertinya Ibu happy banget. Itu yang saya tangkap dari cerita masa kecil hingga masa remaja Ibu. Pokoknya seru deh kalo ndengerin Ibu cerita masa kecilnya ๐ . Selanjutnya Ibu tinggal dengan simbah buyut saya (ibunya simbah kakung tadi) entah dari usia berapa hingga menikah dengan bapak.
Begitu berkeluarga dan memiliki 3 orang anak ternyata Ibu harus ditinggal oleh Bapak. Bukan ditinggalkan dalam arti yang negatif lho ya… Bapak terpaksa meninggalkan kami semua untuk menjalankan tugas sebagai guru SMP di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Hanya setahun sekali Bapak pulang kerumah yaitu saat liburan menjelang tahun ajaran baru. Biasanya ada di rumah selama satu bulan. Bapak meninggalkan Ibu ketika saya mulai masuk kelas 1 SD yaitu tahun 1981 dan kembali pulang untuk selamanya ketika saya sudah duduk di bangku SMA (sekitar tahun 1990-an).
Long distance relationship dengan Bapak tidak membuat Ibu menderita. Ibu tegar dan kuat. Ibu mempunyai tanggung jawab mengasuh kami anak-anaknya, dari 3 anak menjadi 4 anak (si bungsu lahir tahun 1984).
Beberapa saat setelah mulai LDR-an dengan Bapak, saya lupa kapan tepatnya, Ibu mulai serius berwiraswasta menjadi penjahit. Dari mesin jahit yang merupakan bantuan dari pemerintah hingga kemudian Ibu bisa beli mesin jahit sendiri. Meskipun tinggal di desa alhamdulillah orderan jahitan Ibu mengalir terus. Saya senang sering dibikinkan baju oleh Ibu dari sisa-sisa kain yang masih layak dibuat baju. Kadang-kadang juga Ibu khusus membeli kain untuk bikin baju. Ketika menjelang tahun ajaran baru biasanya Ibu menerima banyak sekali pesanan seragam sekolah. Biasanya saya membantu Ibu memasang kancing baju atau mengesoom. Sayangnya keahlian Ibu tersebut tidak menurun kepada saya hehehe, jadi sampai sekarang belum ada penerus usaha jahitan Ibu.
Dalam mengasuh kami anak-anaknya, Ibu terkesan galak hehehe.. Kalo ditanya saya takut ke Bapak atau ke Ibu, maka jawaban saya adalah saya takutnya ke Ibu! Dulu saya tidak mengerti mengapa Ibu galak sehingga terkesan saya tidak dekat dengan Ibu, padahal saya anak perempuan satu-satunya. Baru deh setelah menjadi ibu juga, saya mengerti mengapa Ibu dulu galak. Saya tahu rasanya menjadi perempuan single parent dengan 4 anak yang masih kecil-kecil semua. Kenakalan-kenakalan kami pastilah membuat Ibu makin capek. Sedangkan jaman itu komunikasi belum semudah sekarang, tentu saja Ibu tidak bisa sering-sering curhat ke Bapak. Hanya melalui surat komunikasi antara Ibu dan Bapak, itu pun sebulan sekali. Waktu dulu belum ada kilat khusus apalagi express, semua masih menggunakan perangko. Bisa dibayangkan donk berapa hari baru nyampai ke alamat Bapak.
Galaknya Ibu membuat kami anak-anaknya tidak neko-neko. Kami tetap hormat dan patuh kepada beliau. Kami semua selalu rajin belajar. Kami semua disiplin dalam berbagai hal. Kami menjaga lisan, tidak ikut-ikutan anak-anak lain yang biasa menggunakan kata-kata kasar. Kami menggunakan bahasa Jawa halus kepada orang-orang yang lebih tua dari kami. Selesai makan, piring dan lain-lain harus langsung dicuci. Dan masih banyak lagi didikan dari Ibu yang mana itu semua masih membekas di memori saya dan tidak sedikit yang saya terapkan ke anak-anak saya.
Ya, sekali lagi Ibuku inspirasiku. Ketegaran dan kemandirian beliau menurun kepada saya sebagai anak perempuan satu-satunya. Semoga Ibu selalu dilindungi oleh Allah SWT ๐
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.