Lompat ke konten
Home » Parenting » Satu Episode Kehidupan yang Harus Dilalui dari SMK ke SMA Negeri Jalur Zonasi

Satu Episode Kehidupan yang Harus Dilalui dari SMK ke SMA Negeri Jalur Zonasi

  • oleh

Masih melekat dalam ingatan, hari itu Jumat 21 Juni 2019, saya harus menghadiri undangan penerimaan raport semester II di SMK tempat Satria menimba ilmu. Seperti biasa, saya berusaha datang lebih awal supaya tidak kemrungsung. Saya juga sudah mempersiapkan mental jika benar hal terburuk itu terjadi.

Dengan tenang saya mengisi presensi dan duduk di barisan kursi paling depan. Dengan sabar saya menunggu giliran nama Satria dipanggil. Akhirnya tiba pada giliran nama Satria. Tidak banyak kata-kata yang disampaikan oleh Bapak Wali Kelas, kecuali satu kalimat: “Maaf ya, Bu, saya tidak bisa membantu..”… bla bla bla bla.. Saya sudah tahu dan sudah siap menerima ucapan itu. Saya sudah mempersiapkan diri saya sejak setengah tahun terakhir.

Setelah urusan selesai, saya balik ke kantor. Sampai di kantor saya baru membuka raport itu. Alhamdulillah, saya beriman kepada Allah, maka apapun yang tertera disitu pasti adalah yang terbaik untuk Satria. Ya, raport diberikan dengan catatan ‘tinggal kelas’ itu artinya sama dengan si anak dikembalikan kepada orang tuanya.

Saya tidak kaget karena saya sudah memprediksinya. Tetapi Satria sendiri sebagai pelaku, sempat mengalami shock. Dia pikir absensi ‘tidak hadir tanpa keterangan’ yang melebihi kuota itu bisa ditawar karena nilai-nilai akademisnya diatas KKM. Maaf ya, nak.. di sekolahmu ‘kedisiplinan’ adalah nilai utama. Berkali-kali ibu sudah mengingatkan namun tidak kau indahkan. Ya, inilah hasilnya. Selamat menikmati!

sma negeri jalur zonasi
Hasil akhir semester 2

.

Dalam rangka menjaga hati Satria, menenangkan perasaannya, saya berpikir keras untuk menentukan langkah selanjutnya. Di saat yang sama, datanglah Pak Kuro, staf kantor yang hampir setiap hari berurusan dengan instansi Diknas. Mungkin ini adalah pertolongan Allah setelah memberikan hukuman kepada Satria tadi. Yaitu, dari Pak Kuro saya dapat info bahwa pendaftaran SMA Negeri baru dibuka. Masyaallah saya langsung bersyukur dalam hati.

Sebenarnya sebelum Satria datang ke kantor saya untuk melihat raportnya, saya sudah mencari-cari Informasi mengenai PPDB SMA Negeri, nah sepengetahuan saya malah sudah tutup. Namun berkat kepastian dari Pak Kuro tadi, saya segera mencari informasi selengkapnya. Dan benar saja, bahwa PPDB SMA Negeri di hari Jumat tersebut baru saja dibuka.

PPDB SMA Negeri tahun ini fokus pada sistem zonasi. Zonasi berdasarkan alamat yang tercantum pada Kartu Keluarga. Itu artinya SMA Negeri yang dekat dengan alamat kami adalah SMA Negeri Pakem dan SMA Negeri 1 Cangkringan.

Akhirnya setelah shock Satria reda dan semua kembali normal, saya putuskan untuk Satria masuk sekolah di salah satu SMA Negeri tersebut. Bersyukur Satria juga langsung setuju. Oiya sebelumnya Satria sudah saya ultimatum begini: “Kalo ga dapat sekolah Negeri, Satria tidak usah sekolah selama setahun ini, tunggu aja tahun depan”. Itu waktu saya belum tahu bahwa PPDB SMA Negeri baru dibuka.

sma negeri jalur zonasi
Lapangan upacara SMA Negeri 1 Cangkringan

.

Setelah mendapatkan informasi lengkap lewat internet, selanjutnya saya atur jadwal dengan Satria untuk memulai proses PPDB. Untunglah kegiatan di kantor tidak terlalu sibuk sehingga bisa saya tinggal-tinggal untuk urusan PPDB.

Tanggal 21 Juni, 24 Juni dan 25 Juni 2019 adalah 3 hari yang disediakan untuk memulai PPDB yaitu proses mengambil token. Karena hari Jum’at 21 Juni 2019 waktunya sudah tidak memungkinkan maka saya jadwalkan hari Senin 24 Juni 2019 saja untuk mulai mengambil token. Jadi, weekend (Sabtu & Minggu) saya manfaatkan untuk cek kelengkapan berkas-berkas untuk PPDB.

Hari Senin 24 Juni 2019 pagi-pagi saya sudah sampai di SMA Negeri 1 Cangkringan. Sengaja saya mengambil token di sekolah ini karena dekat dengan rumah ibu saya sehingga untuk mampir ke rumah akan lebih mudah. Begitu masuk ke dalam lingkungan sekolah ini saya surprised! Ternyata dalam sekolahnya bagus banget, dimana-mana tampak hijau, tidak ada sampah sama sekali. Bersihhh banget. Sejukkk bangettt. Lapangan upacara pun berupa lapangan rumput yang hijau. Saya lega, sepertinya Allah SWT memang menuntun saya dan Satria ke sekolah ini.

Hari pertama itu selain mengagumi keadaan sekolah, yang saya lakukan perdana adalah fotokopi berkas-berkas pendaftaran yang terdiri dari SKHUN, ijazah SMP, akte kelahiran, kartu keluarga, KTP orang tua, dan lain-lain. Bersyukur di sekolah tersebut fasilitasnya lengkap, sehingga tidak perlu repot-repot cari fotokopian di luar.

sma negeri jalur zonasi
Cek list berkas-berkas PPDB

.

Setelah tepat jam 08:00 pagi, saya mulai masuk ke Loket 1 untuk mendapatkan token dengan menyerahkan syarat-syarat yang diminta. Langkah selanjutnya adalah masuk ke Loket 3 untuk mengisi formulir PPDB online. Alhamdulillah semuanya lancar karena saya membawa laptop dan paket data sendiri sehingga untuk online saya cukup menggunakan tethering dari handphone. Setelah semua sudah selesai dan tinggal mencetak formulir PPDB, ternyata ada kendala yaitu saya tidak bisa mencetak disitu, selain gak bawa flashdisk juga karena printernya ngantri. Alhasil saya dan Satria pergi keluar mencari printshop, alhamdulillah dapat di dekat UII Jalan Kaliurang.

Setelah printing beres, kami balik lagi ke sekolah untuk menyerahkan formulir PPDB cetakan tersebut di Loket 2. Yeayyy… step pertama sudah beres. Pilihan pertama Satria adalah SMA Negeri 1 Pakem, pilihan kedua adalah SMA Negeri 1 Cangkringan, dan pilihan ketiga adalah SMA Negeri Ngemplak. Jurusan yang diambil adalah IPA. Dannnn… sejak hari pertama nama Satria sudah langsung didepak dari SMA Negeri 1 Pakem hehehe.. jadi tinggal berharap diterima di SMA Negeri 1 Cangkringan atau SMA Negeri Ngemplak.

Pengumuman PPDB adalah tanggal 28 Juni 2019, hari Jum’at. Sebelum saat pengumuman tiba, saya dan Satria memantau terus secara online. Alhamdulillah posisi Satria tidak bergeser dannn.. saat pengumuman pun tiba, Satria diterima di SMA Negeri 1 Cangkringan di jurusan IPA 🙂 . Saat pengumuman, semua orang tua murid dikumpulkan di aula sekolah, sedangkan calon murid dikumpulkan di lapangan upacara. Intinya orang tua mendapat briefing untuk melengkapi administrasi daftar ulang, sedangkan anak-anak mendapat briefing untuk persiapan MPLS.

sma negeri jalur zonasi
Setelah pengumuman PPDB

.

Untuk pendaftaran ulang, berkas-berkas Satria sudah lengkap. Hanya kurang satu macam yaitu pasfoto. Jadi, hari itu tidak bisa langsung daftar ulang karena Satria harus pasfoto dulu di studio. Jadinya daftar ulang ditunda menjadi hari Senin 1 Juli 2019.

Setelah pendaftaran ulang beres, orang tua murid mendapat undangan untuk menghadiri rapat komite sekolah pada tanggal 3 Juli 2019. Di dalam rapat ini yang dibahas adalah mengenai program-program sekolah dan yang paling penting adalah mengenai seragam sekolah. Sekolah hanya menyediakan bahan seragam, itu pun siap pengadaannya jika para orang tua murid sudah membayar. Alhamdulillah untuk sekian pasang seragam sekolah Satria (6 stel kalo tidak salah), total biayanya Rp 976.700 yang dibayarkan lewat Koperasi Sekolah.

Sampai tahap ini urusan administrasi sekolah sudah beres, tinggal nunggu kain seragam bisa diambil dan dijahitkan. Sedangkan anak-anak mulai masuk sekolah tanggal 15 Juli 2019. Bersyukur saya hingga hari ini Satria menikmati sekolah disana. Semoga disinilah jalan masa depan Satria, meskipun sebelumnya harus pernah merasakan sekolah di SMK.

Mungkin ada pertanyaan kenapa Satria tidak lanjut sekolah di SMK? Di SMK tersebut yang menjadi titik berat adalah kedisiplinan. Berangkat saat Subuh, sampai di rumah saat Isya, itu adalah menu sehari-hari. Nah, di semester 2 Satria banyak banget bolosnya. Adaaaa saja alasannya, sampai-sampai saya harus menerima panggilan dari guru BK. Dari situlah awalnya saya siap menghadapi apapun yang terjadi dengan penerimaan raportnya Satria.

PPMBI
Satria sudah berniat mengikuti program ini untuk Bidang Olahraga

.

Kalo boleh sedikit flashback, dulu lulus dari SMP nilai UN Satria pas-pasan banget. Sangat sulit untuk bisa dipakai masuk ke SMA favorit. Sedangkan di mindset saya tertanam lebih baik sekolah di swasta daripada di SMA Negeri pinggiran. (Uhhh.. jangan ditiru yaaa pikiran ini..). Nah, Satria mau, tapi di SMK Penerbangan. Ditambah lagi sejak dia kecil ayahnya pengin Satria jadi tentara, sehingga cari SMK yang berbasis militer dan memiliki peluang untuk bisa lanjut ke sekolah tentara. Ya sudah, akhirnya daftar disana. Dari awal hingga selesai semester 1 semuanya lancar. Nahhh.. mulai di semester 2 itu mulai kacau semuanya.

Dari pengalaman tadi, saya tidak mau menyalahkan siapapun. Sedikit menyesal sih iya, tapi ya sudahlah… Anggap saja jalan hidup kami harus melewati tahap ini. Dari sini saya dan Satria jadi belajar banyak hal. Harapan saya sih Satria bisa menjadi lebih dewasa juga.

Lalu koq akhirnya masuk ke SMA Negeri pinggiran kota? Bahkan nun jauh di pelosok? Saya sudah tanggalkan mindset saya tadi, sejak melihat kenyataan Satria tidak disiplin di SMK. Saya ikhlas Satria sekolah di SMA Negeri dekat rumah. Toh apa yang mengganggu pikiran saya yaitu anak suka nongkrong, anak ngerokok, anak kebut-kebutan, dan lain-lain, ternyata tidak terjadi koq…

Salah satu sudut tempat sampah

.

Meskipun ada di pelosok, SMA Negeri 1 Cangkringan, yaitu sekolah Satria yang sekarang ini adalah Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional. Serasa flashback ke masa SMP, dimana sekolah Satria dulu yaitu SMP Muhadesta juga sekolah adiwiyata. Setelah menjadi sekolah adiwiyata tingkat nasional, SMA Negeri 1 Cangkringan sekarang menuju menjadi sekolah adiwiyata mandiri.

Apa itu sekolah Adiwiyata? Sekolah Adiwiyata adalah sekolah yang telah menerapkan sistem dengan maksud untuk mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Jika Anda berkunjung ke sekolah Adiwiyata, pasti sekolah tersebut akan tampak berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya.

Sekarang beban saya menjadi lebih ringan. Saya tidak lagi dihantui oleh whatsapp dari sekolah yang bilang bahwa Satria tidak masuk sekolah tanpa pemberitahuan. Sekarang waktu belajar Satria adalah 5 hari sekolah yaitu Senin sampai Jumat dari jam 6:45 sampai jam 15:30 ditambah ekstra kurikuler jika ada. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu libur sekolah. Nah, biasanya Sabtu dan Minggu digunakan Satria untuk latihan bela diri Tapak Suci dan berorganisasi (IPM dan IP3).

Oiya, meskipun sudah tidak bersekolah di perguruan Muhammadiyah, tetapi Satria tidak mau lepas dari kegiatan-kegiatan dan organisasi kemuhammadiyahan. Karena itu Satria tetap aktif di:

  1. Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM)
  2. Hizbul Wathon (kepanduan)
  3. Seni Bela Diri Tapak Suci

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Wiwin Pratiwanggini (@pratiwanggini) on

Nah, dari cerita panjang di atas, pelajaran yang bisa saya ambil adalah:

  1. Tidak memaksa anak masuk ke suatu sekolah jika dilandasi oleh gengsi atau mindset yang keliru. Dan sebaiknya itu adalah sekolah pilihan anak sendiri sehingga orang tua hanya perlu mensupport dan si anak bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.
  2. Support anak, bukan setir anak, karena anak mempunyai jalan hidupnya sendiri; tugas orang tua hanya mendukung dan mengarahkan.
  3. Kenali luar dalam dari sekolah yang akan dituju daripada kecewa karena sudah underestimate duluan.
  4. Memberi pengertian kepada anak bahwa jalan hidup itu tidak selalu mulus, ada kalanya turun ke jurang, ada kalanya mendaki bukit, tak jarang pula lewat jalan tol.
  5. Tidak ada istilah ‘aib’ untuk mengulang lagi dari kelas X.

Satu hal yang membuat saya takjub atas kebesaran Allah SWT adalah dalam hitungan menit, ketika Allah menunjukkan hukuman yang diterima Satria hingga Satria tampak down banget, beberapa saat kemudian Allah menunjukkan jalan untuk mendaftar ke SMA Negeri lewat jalur zonasi. Dan alhamdulillah meskipun dengan nilai pas-pasan Satria bisa masuk jurusan IPA sebagaimana yang diinginkannya. Satria menyadari bahwa secara akademis dia tidak pandai, tetapi dia punya kelebihan lain di bidang organisasi, kesenian dan olahraga; sayangnya semua itu tidak menjadi patokan untuk mencari sekolah lanjutan 🙂

2 tanggapan pada “Satu Episode Kehidupan yang Harus Dilalui dari SMK ke SMA Negeri Jalur Zonasi”

  1. Perjalanannya lika-liku sekali ya mba menjadi orang tua, tapi semoga mas Satria bisa belajar dari pengalaman yang ada dan bisa sukses di SMA yang sekarang 😀 kalau kata ortu saya dulu, di manapun sekolahnya nggak masalah, mau di tengah kota atau di pinggiran kota, yang penting kita bisa bawa diri, belajar dengan sungguh-sungguh maka kita bisa berhasil~ hehehe. Semangat dan good luck untuk mas Satria!

Komentar ditutup.