Skip to content

Sidik Jari Belajar: Ikhtiar Saya Memahami Cara Belajar Anak

Setelah di beberapa postingan kemarin saya mereview produk orang lain, kali ini saya pengin sharing tentang sidik jari belajar. Ini adalah pengalaman saya berikhtiar untuk anak melalui tes sidik jari. Tapi sebelumnya saya pengin flashback dulu, karena itulah yang melatarbelakangi saya melakukan ikhtiar ini. Oiya, ini untuk anak pertama saya lho ya, anak kedua belum (suatu hari nanti menyusul).

Latar Belakang Akademik dan Non Akademik

Masih lekat dalam ingatan saya saat anak pertama saya masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak, setiap kali mengambil raport, gurunya selalu bilang ke saya bahwa anak saya itu sukanya mengajak ngobrol teman sebelahnya pada saat jam pelajaran. Saya tidak mungkin membantah karena memang kenyataannya demikian. Saya bilang saja bahwa anak saya memang senang mengobrol dengan siapapun, tapi kalo di kelas juga mengobrol tolong Ibu Guru tegur saja. Setelah itu, di rumah biasanya saya juga mengingatkannya untuk tidak mengajak ngobrol teman saat sedang pelajaran.

Menginjak bangku Sekolah Dasar, keluhan guru tentang anak saya tidak pernah saya dengar. Hanya saja, setiap membuka buku tulisnya, saya menemukan selalu ada saja gambar-gambar yang dibuatnya. Misalnya gambar pesawat tempur, gambar tank tentara, bahkan gambar yang bercerita tentang perang (semacam komik) pun ada.

Di bangku SMP beda lagi kasusnya. Yang mulai tampak keteteran adalah nilai-nilai akademiknya. Entah mengapa nilai Matematika-nya selalu masuk peringkat 5 besar dari bawah. Sedangkan yang nilainya sangat menonjol adalah Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Jujur saja, saya cukup kewalahan mem-push anak saya dalam pelajaran Matematika. Sampai-sampai saya panggilkan guru les, termasuk budhe-nya sendiri yang notabene “guru teladan” di bidang Matematika SMP. Hasilnya? Hehe.. Matematika tetap menjadi nilai terendahnya di SKHUN.

sidik jari belajar
Raport PPN / mid semester 1 SMA kelas X-MIPA. (dok. pribadi)

Saat di bangku SMK, yang menjadi masalah bukan lagi nilai-nilai akademik, tetapi motivasi belajarnya. Ditambah lagi dengan endapan tekanan yang dialami oleh anak tersebut sehingga ia memutuskan tinggal dengan neneknya. Jarak sekolah yang 2 kali lebih jauh dari rumah, bisa menjadi salah satu faktor yang membuat anak saya tersebut di semester dua mengumpulkan rekor alpha (tidak masuk sekolah tanpa keterangan) lebih dari 20 kali. Padahal jatah alpha hanya maksimal 14 kali.

Setiap kali saya hubungi lewat WA atau telpon dengan pertanyaan: “Satria ada dimana sekarang? Koq ga masuk sekolah?” Jawabnya: “Di warnet biasanya, Bu, aku tidur.” Ya, biasanya anak saya main game di warnet tersebut. Sungguh, full satu semester itu saya dibuat senam jantung setiap hari. Apalagi jika ada WA dari wali kelas dan guru BK-nya. Akhirnya pada awal tahun ajaran 2019/2020, saya masukkan Satria ke SMA Negeri di dekat rumah neneknya.

Di bangku SMA Negeri, anak saya memulai lagi dari kelas X. Dia memilih jurusan MIPA karena berbagai pertimbangan. Secara umum, ia menikmati sekolah di SMA. Anak saya mempunyai jabatan-jabatan penting yaitu Ketua Kelas serta pengurus OSIS. Ia juga ikut program PMBI cabang olahraga silat. Pernah juga masuk Tim Paskibra 2019 serta aktif di Pramuka. Bahkan pernah jadi Juara Harapan 1 Lomba Duta Kesehatan tingkat Kabupaten Sleman. Selain itu anak saya juga masih aktif di organisasi kemuhammadiyahan (IPM Ikatan Pemuda Muhammadiyah) dan Hizbul Wathan.

Oiya, anak saya menempuh pendidikan SD dan SMP di perguruan Muhammadiyah. Sepertinya darah kemuhammadiyahan sudah mengalir dalam darahnya, sehingga meskipun sekolah di SMK dan SMA Negeri ia tidak mau meninggalkan IPM dan HW.

Nahhh, pada waktu mengambil raport mid semester kemarin, ada beberapa nilainya yang masih di bawah KKM. Bahkan ada yang masuk peringkat 10 besar dari bawah yaitu Matematika, Biologi dan Fisika, padahal itu bidang studi peminatan di jurusan MIPA. Serta masih ada beberapa lagi yang lain. Sebaliknya, ada juga beberapa mata pelajaran yang nilainya masuk peringkat 10 besar dari atas, yaitu Bahasa Inggris (umum), Bahasa Inggris (peminatan), Seni Budaya, dan Prakarya & Kewirausahaan.

Secara keseluruhan, please jangan tanyakan ada di peringkat berapa yaaa… 🙂 Yang penting bagi saya adalah anak tetap enjoy sekolah disitu meskipun ada nilai-nilai akademik yang kurang. Saya pribadi tidak marah atau kecewa. Saya yakin bahwa Satria memiliki kelebihan di sisi lain, di luar nilai-nilai akademik. Saya tidak bisa membandingkan anak saya dengan saya sendiri, dimana saya dulu adalah tipe siswa yang rajin belajar dan selalu masuk peringkat 5 besar dari atas, sedangkan anak saya sama sekali berbeda.

Sidik Jari Belajar

Dari berbagai latar belakang itulah, saat melihat iklan di Instagram dari FingerHITS Talent Spectrum tentang Sidik Jari Belajar, langsung saja saya kirim DM (direct message). Alhamdulillah fast response. Dan tak perlu menunggu lama, saya kemudian mendaftarkan anak saya untuk tes sidik jari. Bersyukur anak saya itu manut sama ibunya, sehingga sangat mudah bagi saya untuk mengajaknya mengikuti tes ini. Lagipula ini semua adalah ikhtiar untuk masa depannya.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by fingerHITS – Talent Spectrum (@fingerhits.talentspectrum) on

Tes sidik jari dilaksanakan pada H-1, tepatnya hari Jum’at 8 November 2019 jam 16:00 di hotel Cakra Kusuma Jalan Kaliurang Yogyakarta. Bersyukur sekali hari itu anak saya tidak ada latihan Tonti, sehingga kami bisa on-time datang ke hotel Cakra Kusuma. Sampai di tempat, alhamdulillah belum ada yang lain, sehingga kami berdua langsung tes sidik jari. Tak sampai 30 menit, semuanya selesai, lalu kami pulang.

Hasil dari tes sidik jari tersebut baru dibagikan keesokan harinya saat pelaksanaan Serial Sekolah Orangtua dengan tema Sidik Jari Belajar. Acara ini juga bertempat di Hotel Cakra Kusuma. Acara dimulai jam 09:00 dan berakhir pada jam 11:30. Hasil tes tersebut berupa Report Book untuk anak saya. Sebagai bonus, saya sebagai ibunya mendapatkan lembaran hasil tes yang namanya Genetic Personality Setting (GPS).

Saat itu dibagikan juga lembaran kertas berjudul Sidik Jari Belajar. Di bawahnya diisikan nama peserta (nama anak) dan tanggal lahirnya. Ternyata lembaran inilah yang digunakan untuk membahas isi Report Book tadi. Dari sini, orang tua akan mendapatkan kesimpulan tentang Gaya Belajar anak, Respon Ketertarikan anak, Potensi Komitmen Belajar anak, Potensi Daya Juang Belajar anak, dan Motif Belajar anak.

Gaya Belajar anak itu terdiri dari 6 macam, yaitu:

  1. Visual Text
  2. Visual Pictures
  3. Auditory Linguistic
  4. Auditory Musical
  5. Kinesthetic Body
  6. Kinesthetic Tactile

Satu anak bisa memiliki lebih dari satu gaya belajar. Anak saya bahkan memiliki 4 gaya, yaitu mulai dari nomor 3 hingga nomor 6. Tentang gaya belajar ini dijelaskan di dalam Report Book pada bagian Learning Style. Memang cocok banget, anak saya itu mana mau dan mana betah membaca buku. Dia lebih suka membaca lewat gadget. Tangannya mana pernah bisa diam. Terbukti saat pelajaran malah menggambar pesawat tempur, aneka macam senjata, dan lain-lain. Bahkan gambar-gambarnya tersebut bisa jadi komik sederhana. Dan lain-lain. Oiya anak saya ini hafal model-model senjata juga hafal jenis-jenis pesawat.

Respon Ketertarikan anak itu terdiri dari 5 macam, yaitu:

  1. Interpersonal (menjalin relasi)
  2. Math – Logic (rasa ingin tahu)
  3. Visual Spatial (kreasi)
  4. Verbal Linguistic (bahasa dan bicara)
  5. Naturalis (mengikuti trend lingkungan)

Tentang respon ketertarikan ini dijelaskan di dalam Report Book pada bagian Multiple Intelligence. Disitu ada grafik mulai dari Low, Middle, Strong, dan Very Strong. Dari grafik ini, yang diambil adalah yang berada pada kolom Strong yang bloknya paling tinggi. Yessss, Satria ada pada Verbal Linguistic. Lagi-lagi cocok, kebetulan Satria suka ngomong, pandai pidato, juga pandai membuat artikel. Salah satu buktinya adalah dia menjadi Juara Harapan 1 Lomba Duta Kesehatan Kabupaten Sleman.

sidik jari belajar
Report Book dari FingerHITS Talent Spectrum. (dok. pribadi)

Dari pembahasan tentang Multiple Intelligence ini bisa diukur juga potensi komitmen belajar anak. Hal ini dilihat dari grafik intrapersonal. Di dalam grafik ini, Satria berada pada kolom Middle. Kesimpulannya, komitmen belajar Satria adalah fluktuatif (moody, naik turun). Dan itu memang benar adanya. Kalo mata pelajarannya cocok, Satria akan semangat sekali belajar atau mengerjakan tugas. Tetapi jika tidak suka dengan mata pelajarannya, dipaksa pun belum tentu mau.

Selain bisa mengetahui respon ketertarikan dan potensi komitmen belajar, di bagian Multiple Intelligence ini juga bisa diukur potensi daya juang belajar anak. Ini dilihat dari grafik Kinesthetic Body. Di dalam grafik ini, Satria berada pada kolom Strong. Kesimpulannya, daya juang belajar Satria adalah stabil.

Dan akhirnya ketemu deh tipe motif belajar si anak. Ternyata motif belajar Satria adalah afektif. Yang artinya dalam proses belajar hal yang sangat diperlukan adalah pendampingan dari guru (atau orang tua jika di rumah), dan guru sebaiknya menciptakan kondisi yang menyenangkan. Karena anak afektif ini membutuhkan kenyamanan serta membutuhkan pujian jika dia mengalami suatu keberhasilan.

Saya pernah merasa sedih banget ketika Satria memberikan surprise kepada saya dan ayahnya saat dia terpilih masuk Paskibra, tetapi saya dan suami datar-datar saja. Saat itu anak saya marah sekali kepada saya, bahkan hampir menangis. Katanya: “Ibu tu tidak bangga anaknya masuk Paskibra!” Bersyukur saya bisa meredakan amarahnya dengan mengatakan: “Lha, kemarin Satria bilang hari ini enggak akan ikut upacara 17-an, jadinya ibu udah tidak punya harapan lagi, semangat ibu jadi luntur. Makanya Satria kasih surprise hari ini yaaa ibu biasa-biasa saja.”

Beberapa jam kemudian ia sudah mau tersenyum, tetapi saya tetap merasa bersalah sekali kepadanya. Sejak itu, setiap kali anak saya menunjukkan prestasi, saya pun turut antusias dan bangga 🙂 . Beberapa prestasinya saya posting di blog, Facebook dan Instagram. Selain itu, demi memberikan kenyamanan pada anak, saya selalu berhati-hati dalam berbicara dan bertindak. Selain itu juga menyediakan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan belajarnya.

Sebagai pendamping belajar, karena si anak tidak tinggal serumah dengan saya, sebenarnya saya pengin mengikutkan les (online atau offline) untuk mata pelajaran yang nilainya kurang banget, tapi si anak tidak tertarik. Katanya: “Ga usah Bu, belum tentu juga akhirnya aku bisa.” Ya sudah, saya hanya berharap semoga ilmu yang disampaikan oleh guru-gurunya bisa ditangkap anak saya sesuai dengan kemampuannya.

Pada akhirnya, dari Serial Sekolah Orangtua dengan tema Sidik Jari Belajar ini bisa disimpulkan bahwa untuk menentukan cara belajar anak ada 5 (lima) hal yang harus dipahami oleh orang tua, yaitu:

  1. Pahami motivasinya.
  2. Pahami ketertarikannya.
  3. Pahami gaya belajarnya.
  4. Pahami potensi komitmen belajarnya.
  5. Pahami potensi daya juang belajarnya.
sidik jari belajar
Sebelum seminar dimulai, peserta sibuk masing-masing. (dok: FingerHITS, dengan editing oleh saya)

Mengapa Sidik Jari?

Karena setiap otak adalah unik seunik sidik jari. Berikut ini saya kutip dari Talent Spectrum Mobile Lab:

Para ilmuwan telah memverifikasi bahwa seperti halnya dengan sidik jari, di dunia ini otak setiap individu adalah unik. Variabilitas otak para pembelajar merefleksikan banyak faktor, termasuk genetika dan pengaruh-pengaruh lingkungan. Koneksi antara sel-sel yang tercipta sebagai hasil dari pengalaman setiap individu membentuk peta kognitif personal individu tersebut.

Tidak semua orang memproses informasi dengan cara yang sama, oleh karena itu kita harus mengetahui bagaimana gaya bekerja otak diterjemahkan ke dalam gaya belajar (learning styles) yang berbeda-beda pula. Pemahaman yang baik mengenai perbedaan gaya-gaya yang mendasar ini sangat penting bagi siapapun yang harus menghadapi orang-orang dalam berbagai situasi, termasuk dalam proses belajar.

Kita memerlukan bukti ilmiah untuk membantu individu-individu mengenal kekuatan dan kelemahan mereka sendiri, meyakinkan mereka untuk lebih percaya diri dalam menggunakan kemampuan sejati mereka, dan menjelaskan kepada orang tua / guru dan siswa itu sendiri bahwa tidak ada satu cara “terbaik”, tidak ada satu gaya tunggal yang bisa menjamin keberhasilan proses belajar, penyerapan informasi, pemecahan masalah, dan penyelesaian tugas.

Nah, berdasarkan hasil scan fingerprint (sidik jari) pada sepuluh jari tangan kanan dan tangan kiri akan diperoleh data yang mana data tersebut memberikan hasil yang tertulis di dalam Report Book.

sidik jari belajar
Foto bersama setelah seminar. (dok: FingerHITS)

Tes Sidik Jari untuk Menganalisis Bakat Anak

Setelah mengikuti program Serial Sekolah Orangtua dengan tema Sidik Jari Belajar, saya merasa belum tuntas. Saya merasa belum memperoleh apa yang saya butuhkan. Saya bersyukur sudah mengetahui cara belajar anak saya, tetapi di sisi lain saya juga pengin mengetahui lebih jauh potensi anak saya di masa depan. Sebenarnya apa sih bakatnya? Cocoknya nanti ambil jurusan apa saat kuliah? Dan masih banyak lagi.

Pemenuhan atas kebutuhan saya ini ternyata terjawab melalui Dermatoglyphics Diagnostic Tools yang berupa Full Report. Ini lebih lengkap daripada Report Book yang dipakai dalam pembahasan Sidik Jari Belajar tadi. Supaya tidak terlalu panjang sehingga membuat Anda lelah membaca tulisan ini, maka tentang Full Report ini akan saya posting di artikel berikutnya 🙂

Demikian sharing saya tentang Sidik Jari Belajar, sampai jumpa di artikel berikutnya tentang menganalisis bakat anak melalui tes sidik jari 🙂

 

31 thoughts on “Sidik Jari Belajar: Ikhtiar Saya Memahami Cara Belajar Anak”

  1. Kalau anak nya suka gambar, mungkin bisa dikenalin dg mencatat metode mind map mba. Aku dulu suka boseen bgd klo d kelas, trus ujung2ny ngbrol trus bbrapa kali ditegor guru karena ngbrol. Hehehe. Pas udah tau mind map, di kelas jd seru. Jd nyatet sambil gambar, buku catt aku sengaja pake yg ga bergaris. Jd catt aku bentuknya mind map trus suka ada tema gambarnya (selain tema pelajarannya ya ?). Membantu banget buat aku belajar dulu.

    Btw salam ya mba ?

  2. Saya pernah mengeteskan pegawai satu kantor dengan tes sidik jari. Hasilnya, separuh sesuai dan separuh enggak sesuai.

    Tapi Bu, soal anak harus diarahkan sesuai minat dan kemampuan, itu bener banget. Saya tahu banyak kepala cabang yang jago jualan tapi nggak bisa menghitung dan nilai di kampusnya jelek. Kalau dinaikkan jabatan ke Regional Head, susah. Tapi di cabang, dia bisnisnya besar. Jadi, semua kemampuan bisa jadi peluang asal diasah. Sama seperti anak yang sukanya matematika dan programming, tapi nggak suka bersosialisasi atau berteman. Ya udah. Lha masa disuruh ngobrol terus, bisa stres dia.

    1. Itulah kenapa saya berikhtiar mencari data yang bisa memperkuat observasi saya karena saya ingin mengarahkan anak sesuai minat dan kemampuan, supaya nanti dia bisa memberikan manfaat semaksimal mungkin baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.

      1. Tes ini bisa dilakukan sejak usia berapa mba? Selamat ya mba. Semoga Satria semakin eksploratif, aktif, produktif menjalani sekolah dan hobinya.

  3. Aku nih kadang merasa gimana gitu. Koq zaman dulu engga ada sih tes macam gini. Jadinya aku engga tahu, apakah anak²ku sekolahnya udh sesuai potensinya ga? Mrk ya kuliah jurusannya sesuai keinginan sih. Lah misalnya tahu potensi, kan ortu lebih tenang…

  4. Yuni tu moody orangnya. Dulu pas jaman sekolah malah males banget belajar. Pas kegiatan belajar mengajar di kelas juga ngantuk banget. Waktu itu sekolahnya di lingkungan pesantren sih, jadi meski tidur juga nggak berasa malu sama lawan jenis. Jadi ya begitulah. Hehehe

    Terus sekarang, ke adik juga Yuni nggak mau maksa dia kudu belajar. Suka-suka dia saja mau belajar atau tidak. Tapi alhamdulillah, nilainya nggak mengecewakan.

    1. Sidik jari belajar ini penting beud buat mengetahui learning style nya anak². Buat mamanya juga penting lohh,, biar bs paham jg n jd tau cara belajar yg baik. Kl anak² saya beda² Mbak gaya belajarnya. Ada yg visual, auditori, visual-kinestetik, kinestetik. Sy sendiri visual, hehe.. Tfs ya Mbak,,

  5. Wiih unik ya mba metode sidik jari belajar ini. Jadi bisa lebih tahu seseorang cocoknya belajar dengan cara apa dan harus bagaimana supaya semangat belajarnya meningkat. Jadi pengen nyobain untuk diri sendiri hehehe, Coba dari dulu udah ada metode ini, mungkin pas kuliah aku tak kan merasa salah jurusan.

  6. Setuju mbak.. Yang paling penting dari pendidikan anak sih anaknya enjoy dulu datang ke sekolah, nyaman kesana.. Baru mikir akademiknya. Hehe

    Saya sering kasih kes private sama anak yabg emang nggak ada suka2nya sama sekali sama matematika. Tapi biasanya anak kayak begini ada skill skill khusu yang klo diasah bisa jadi keren.

    Btw baru tau tentang sidik jari ini

  7. Ulasan yang bagus dan mendalam tentang sidik jari belajar. Terima kasih Mbak.
    Saya jadi tahu mengapa perlu. Selama ini suami menganggap bahwa tes sidik jari itu tidak terlalu relevan karena alam dan pengasuhan menjadi bagian dari pembentuk karakter anak. Tampaknya, dengan tahu karakter belajar anak, ia jadi lebih mudah menyelami bakat dan minatnya.

  8. Oh kalau zaman aku kecil dulu mungkin ini semacam tes IQ yang dilengkapi dengan tes bakat minat itu ya. Yang bisa mendeteksi dia suka apa bagusnya masuk apa dan kelak bisa jadi apa.
    Tapi sidik jari ini lebih modern gitu.
    Mbak Wiwin mah ibu luar biasa bisa banyak kontrol hal. Satria bangga punya ibu macem mbak

  9. ternyata perasaan anak tuh begitu ya. dia cerita karena juga ingin dipuji. ah inget kecilnya saya dulu, sedih ketika tanggapan dari cerita keseharian di sekolah biasa2 saja. jangan sampai ulang kesalahan seperti ini

  10. Salut mbak sama anaknya njenengan. Mungkin dia memang gak terlalu menonjol di nilai Matematika, fisika dan Biologi tapi nilai dia dalam berorganisasi dan kegiatan lainnya luar biasa lho. Aku aja pas SMA dulu gak kepikiran ikutan osis atau kegiatan di sekolah karena fokus buat ngejar nilai.

  11. Lengkap sekali ulasannya, kudu konsentrasi juga banyanya 😀
    Yang bikin saya penasaran, bisa tidak sih tes sidik jari orang dewasa, untuk lebih menggali potensi yang belum muncul?

  12. Wah ternyata Dermatoglyphics Diagnostic Tools cukup efektif juga yah buat nganalisis bakat anak. Sebenernya di luar banyak instrumen lain yang bisa dijadiin alat analisa bakat tapi buat saya pribadi sidik jari selalu yang paling mendekati kebutuhan analisa. Dari sini, baik pendidik maupun orang tua tinggal ngarahin aja ke pembelajaran yang sekiranya cocok untuk anak.

  13. Saya merinding bacanya Mak. Dari sana ketahuan kan ya minat anak ada di mana. Mungin Mas Satria meang tidak bis afokus dimatematika ya.

    Saya suka sedih kalo melihat anak dipaksa suruh les di mata pelajaran yang dianggap nilainya jeblok, Kenaapbtidka fokus saja kembangkan di bagian yang dia suka dan mahir di dalamnya? Bisa jadi kan nilainya jeblok karena dia sudah pusing duluan melihat pelajaran itu. Khawatir tambah stress jika masih diwajibkan less lagi.

    *Maaf hanya uneg uneg seorang emak yang anaknya masih balita dan belum ada yang sekolah.

  14. Hiyaaaa, aku penasaran tentang tes sidik jari ini, kira-kira ngaruh ga ya untuk kita yang sudah seumur gini? Bener ya mak, dengan mengetahui tipe anak dari sidik jarinya, belajar diharapkan bukan paksaan melainkan hal yang menyenangkan ya.

Comments are closed.