Lompat ke konten
Home ยป Literasi ยป Gara-Gara Cabai Rawit

Gara-Gara Cabai Rawit

  • oleh
gara-gara cabai rawit

Gara-Gara Cabai Rawit – Kali ini saya pengin posting sebuah cerpen. Meskipun cerpen tetapi isinya adalah based on true story lho,… Cerpen ini saya bikin sudah setahun yang lalu saat saya sedang senang-senangnya mengikuti aneka macam kelas menulis. Kebetulan cerita ini terinspirasi oleh pengalaman pribadi saya sendiri. Gimana keseruannya? Simak yuk ๐Ÿ™‚

Gara-Gara Cabai Rawit

Cabai rawit adalah sesuatu yang harus ada saat kita makan gorengan. Karena tanpa cabai rawit, makan gorengan akan terasa hambar. Siapa sangka kalau ternyata gara-gara cabai rawit keharmonisan rumah tangga bisa jadi terganggu?

Sore itu Mamat dan Mimin sedang keliling kota dengan mengendarai motor mereka. Langit tidak mendung. Matahari sudah condong menuju peraduannya. Angin sore bertiup sepoi-sepoi. Suasana itu membuat Mamat dan Mimin semakin betah berkeliling kota. Rasanya enggan untuk pulang. “Pulangnya nanti malam saja,” begitu kata Mamat.

Mamat dan Mimin adalah sepasang suami istri muda. Sejak masih bujangan mereka memang memiliki hobi jalan-jalan. Karena itu setelah hidup berumah tangga mereka tidak pernah melewatkan waktu untuk jalan-jalan.

Di satu sudut kota, mereka mendapati penjual gorengan. Dasarnya Mamat memang hobi makan gorengan, maka otomatis mereka berhenti untuk membeli gorengan tersebut. Dan tentu saja tidak boleh ketinggalan yaitu minta cabai yang banyak untuk lalapan.

gorengan
Salah satu sudut penjual gorengan. (foto koleksi pribadi)

Setelah gorengan terbeli, lalu mereka melanjutkan perjalanan keliling kota. Mamat mengendarai motor, sementara itu Mimin membonceng di belakang.

“Dik, bagi pisang gorengnya, dong,” kata Mamat. Ya, dia ingin menikmati pisang goreng sambil mengendarai motor. Tak sampai satu menit, Mimin sudah mengulurkan pisang goreng ke arah mulut Mamat.

Pisang goreng pertama sudah habis dilanjutkan gorengan demi gorengan dilahap oleh Mamat. Terdengar Mamat meminta,”Dik, ambilkan tahu goreng lagi ya…” Dengan sigap Mimin pun segera mengulurkan tahu goreng ke mulut Mamat. Kali ini tanpa cabai rawit.

“Lho, Dik, cabainya mana?” terdengar suara Mamat menanyakan cabai rawit, tetapi Mimin diam saja. Entah sengaja tidak mau menjawab dan mengambilkan atau memang tidak mendengar. Entahlah…

Tiba-tiba Mimin merasakan laju motor lebih kencang dari sebelumnya. Pun Mamat sudah tidak minta gorengan lagi. Rupa-rupanya Mamat melajukan motornya ke arah pulang. Mimin sempat kecewa karena ia belum puas keliling kota. “Mas, kok ke arah pulang sih? Katanya mau sampai malam,” Mimin merajuk. Tetapi Mamat tidak menggubris. Ia terus melajukan motornya.

Sesampai di rumah, Mamat diam saja sambil memasukkan motor ke garasi. Mimin jadi tak enak hati. Mimin tahu, bahwa Mamat kali ini marah kepadanya. Akhirnya Mimin pun ikut diam seribu bahasa.

gara-gara cabai rawit
Sudut tanaman cabai di halaman rumah. (foto koleksi pribadi)

Pagi harinya mereka berdua masih saling diam. Tak ada satu pun yang mau mengalah. Hingga akhirnya Mamat lebih dulu yang berusaha mencairkan suasana. Ia berkata,”Dik, kamu ‘kan sudah tahu kalau aku tu sudah suka cabai rawit sejak masih umur 4 tahun. Jadi setiap makan gorengan harus disertai dengan cabai. Tadi malam aku minta cabai sama kamu tapi tidak kau hiraukan. Jadinya aku marah.”

Oh begitu, kata Mimin dalam hati. Barulah kemudian Mimin minta maaf karena ia tidak tahu kalau dampaknya sampai membuat Mamat marah. Hanya gara-gara ia tidak memberikan cabai. Hiks,… didiamkan oleh pasangan itu sungguh sangat menyiksa!

Sejak itu, Mimin berjanji tidak akan mengulangi hal itu lagi. Meskipun dalam hati ia ketawa karena hanya gara-gara cabai rawit, namun ia berjanji akan menjadi istri yang baik (penurut) agar keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.

Ya, terkadang memang kelihatannya sepele, tapi mengerti dan memahami kesukaan pasangan itu perlu.

Yogyakarta, 4 Januari 2021

Catatan kaki:
Pelajaran yang bisa dipetik dari cerita ini adalah jangan pernah lupa akan makanan favorit atau apa pun yang menjadi kesukaan pasangan kita. Jangan sampai hanya karena masalah sepele (menurut kita) tapi itu menjadi masalah besar (bagi pasangan).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *