Skip to content

Ibuku Sang Penjahit, Teruslah Berkarya Dari Rumah!

Ibuku Sang Penjahit, Teruslah Berkarya Dari Rumah! – Berbicara tentang UMKM, saya jadi ingat dengan peribahasa yang berbunyi “gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak”. Apa maksudnya? Sebenarnya saya tidak perlu jauh-jauh untuk mencari sosok pelaku UMKM yang ingin saya bagikan profilnya karena ibu saya sendiri adalah juga pelaku UMKM. Beliau adalah penjahit kampung yang cukup terkenal di daerahnya. Berkah menjahit, ibu bisa menjadi partner bapak yang handal dalam menjalankan roda ekonomi rumah tangga. Penasaran? Yuk… simak kisah ibu saya berikut ini.

Ibu, boleh dong diceritakan latar belakang Ibu?

Pada jaman ibu dulu, lulus pendidikan kejuruan yaitu SMEA adalah merupakan kebanggaan tersendiri. Sekolah Menengah Ekonomi Atas yaitu sekolah kejuruan yang pada jamannya bisa dikatakan cukup bergengsi. Kalau mau, menjadi pegawai negeri pun tidak sulit. Tetapi ibu memilih menjadi ibu rumah tangga. Ibu menikah di usia yang masih relatif muda namun sudah cukup matang untuk berumah tangga yaitu usia 23 tahun. Sedangkan bapak saat itu berusia 25 tahun. Sebagaimana ibu, bapak pun saat itu bukan pegawai negeri. Beliau bekerja apa saja yang penting halal.

Saat kami sudah memiliki 3 orang anak dengan jarak masing-masing 2 tahun, terjadilah perubahan nasib pada keluarga kita. Saat kamu berusia 6 tahun, bapak harus merantau ke luar pulau Jawa. Bapak diangkat menjadi guru PNS di sebuah SMP negeri di pulau Sumatera. Perjalanan yang berat dan panjang pun dimulai.

Sejak saat itu ibu hidup terpisah dari bapak. Ibu tetap tinggal di sini dengan mengasuh kalian bertiga yang masih kecil-kecil. Kenapa sih tidak ikut bapak saja? Tidak mungkin dan ibu tidak tega menambah berat beban bapak yang sedang berjuang. Awal-awal ditempatkan di pulau Sumatera adalah sebuah perjuangan. Kelak perjuangan itu terlewati hingga kurang lebih 10 tahun. Saat kamu sudah duduk di bangku SMA, barulah bapak bisa pulang kembali ke pelukan kita semua. Bapak berhasil pindah tugas ke pulau Jawa, ditempatkan di daerah kita sendiri pula.

Bagaimana Ibu menjalani masa-masa harus sendirian tanpa Bapak?

Selama 10 tahunan itu ibu ikhlas menjalani hubungan pernikahan jarak jauh. Ibu ikhlas menjalani beratnya kehidupan. Ibu ikhlas bapak hanya pulang setahun sekali saat libur panjang pergantian tahun ajaran baru. Pada masa-masa itu hanya melalui surat ibu bisa berkomunikasi dengan bapak. Belum ada hape seperti jaman sekarang, telepon pun hanya orang-orang kota yang kaya yang bisa memilikinya. Bahkan jika ada berita penting atau berita duka, hanya berkirim telegram yang bisa ibu lakukan. Bersyukur ibu memiliki kalian, keempat anaknya ibu dan bapak. Kalianlah yang menjadi penghibur ibu. Kalianlah penyemangat hidup ibu sehingga ibu kuat, sabar dan tabah menjalani kehidupan meskipun tanpa bapak di samping ibu.

Memiliki suami guru PNS dengan status long distance marriage (hubungan pernikahan jarak jauh) dan memiliki 4 orang anak yang ibu asuh sendiri membuat ibu berpikir untuk membantu bapak mencari nafkah. Maka apapun yang bisa menjadi uang ibu lakukan selagi itu halal. Ibu tidak malu menjual ayam kampung atau hasil kebun dan ladang ke pasar. Ibu tidak takut dini hari sudah berangkat ke pasar dengan berjalan kaki melewati jurang dan menyeberangi sungai. Tidak jarang pula ibu ‘kan bersama-sama kalian menjual barang bekas untuk ditukarkan menjadi makanan. Karena tunjangan beras yang diperoleh bapak sebagai guru PNS, tidak mungkin dikirimkan ke kita. Jadi, biasanya bapak hanya mengirimkan nafkah (gaji dan tunjangan) dalam bentuk uang. Jaman dulu uang tersebut dikirimkan melalui wesel pos. Satu bulan sekali ibu mengajak kalian mengambil uang kiriman tersebut ke kantor pos di kota kecamatan. Masih ingat ‘kan?

ibuku sang penjahit
Ibu sedang menjahit. (koleksi pribadi, Januari 2018)

Lalu apa yang kemudian membuat Ibu tertarik menjadi seorang penjahit?

Ibu berpikir bahwa rasanya tidak cukup jika ibu hanya mengandalkan gaji bapak. Kalian tumbuh semakin besar, tentu saja biaya hidup juga makin bertambah. Lalu ibu ingat bahwa ibu memiliki sebuah keterampilan (jika belum tepat disebut sebagai keahlian) yaitu menjahit. Maka kemudian ibu memutuskan untuk memanfaatkan keterampilan tersebut agar bisa mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Ibu bersyukur sejak muda memang suka menjahit sehingga tidak perlu lagi mengambil kursus dari awal. Ibu tinggal mengembangkan keterampilan tersebut. Pada awalnya ibu sering membantu di tukang jahit dan melihat caranya potong memotong kain. Sambil belajar ibu mendalaminya sendiri. Apa yang ibu dapatkan di tukang jahit, kemudian ibu praktekkan lagi di rumah. Ibu sering membuat baju untuk kalian, ya ‘kan? Masih ingat ‘gak? Hingga kemudian ibu siap menjadi penjahit profesional meskipun tinggal di kampung. Ibu pun sudah siap menerima pesanan orang-orang.

Alhamdulillah satu per satu pelanggan berdatangan. Bahkan banyak yang menjadi pelanggan tetap ibu setelah mereka merasa cocok dengan hasil jahitan ibu. Hasil jahitan ibu rapi. Ibu juga bisa membuatkan model sebagaimana yang diinginkan pelanggan. Selain memiliki pelanggan tetap, tidak jarang pula ibu menerima proyek menjahit pakaian seragam dalam jumlah besar. Biasanya tidak ibu kerjakan sendiri, tetapi bersama-sama dengan teman penjahit yang lain yang sekampung dengan Ibu. Sekalian bagi-bagi rejeki dengan teman sejawat.

Apakah Ibu tidak repot merawat empat anak yang masih kecil-kecil sambil menjahit?

Alhamdulillah tidak. Karena kamu yang paling besar bisa menjaga adik-adikmu. Biasanya saat ibu sedang repot dengan banyaknya pesanan, kamu mengajak adik-adikmu untuk bermain.

Saat Bapak kembali pulang, bagaimana kelanjutan usaha Ibu?

Setelah bapak pindah tugas kembali ke kampung halaman, ibu tetap meneruskan usaha menjahit ini. Ibu sudah sangat nyaman dengan memiliki usaha sendiri yang bisa dikerjakan dari rumah saja. Hasilnya bisa ibu gunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Untuk kemajuan dan keberlangsungan usaha ibu sebagai pernjahit, ibu pun ikut kelompok penjahit. Dari sana ibu mendapat bantuan berupa uang dari kelompok pemberdayaan perempuan Yogyakarta. Tahun berapa tepatnya, ibu lupa. Uang bantuan tersebut ibu belikan mesin obras dan etalase. Alhamdulillah sekarang peralatan jahit ibu lumayan lengkap 🙂

Bapak ‘kan sudah pensiun, apakah Ibu tidak ingin pensiun juga?

Tentu saja tidak. Selagi masih mampu, ibu akan terus menerima pesanan jahitan. Lagipula ibu adalah orang yang tidak bisa diam, harus selalu ada kegiatan yang bermanfaat. Bersyukur bapak juga terus mendukung kegiatan ibu ini.

Dear pembaca, Ibu saya ini sekarang usianya sudah kepala 7, tetapi masih segar bugar, masih semangat dan giat bekerja. Bahkan ibu juga masih semangat belajar tentang jahit menjahit dan dunia fashion kekinian melalui YouTube lho… 

ibu dan hasil karyanya
Ibu mengenakan salah satu hasil karyanya pada pernikahan cucu keponakannya. (koleksi pribadi, Januari 2021)

Apakah Ibu juga mengalami dampak pandemi?

Jujur saja, di masa pandemi ini dimana kegiatan perekonomian mengalami pelambatan, ibu juga merasakan dampaknya. Pesanan jahitan memang tidak seramai dulu, namun demikian alhamdulillah masih ada, terutama pelanggan-pelanggan tetap ibu. Mereka yang sudah cocok dengan jahitan ibu, biasanya tidak berpaling ke penjahit lain.

Setiap kali saya pulang ke rumah ibu, saya mendapati ibu tetap sibuk menjahit. Baju-baju pesanan pelanggan digantung dengan rapi di sekitar tempat kerjanya. Beberapa kali ada keluarga besar kami yang akan hajatan pernikahan (di masa pandemi kemarin), mereka mempercayakan pembuatan baju seragam keluarga mereka kepada ibu.

Apakah Ibu bahagia menjalani ini semua?

Meskipun dulu ibu adalah lulusan sekolah kejuruan yang mana untuk mendapatkan pekerjaan kantoran pun sebenarnya tidak terlalu sulit, tetapi ibu tidak menyesal dengan memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Meskipun bapak guru PNS yang mungkin gajinya tidak besar, namun ibu cukup bahagia. Makin bahagia rasanya saat ibu bisa berperan membantu bapak dengan berpenghasilan dari rumah melalui usaha menjahit. Urusan rumah tangga tidak terbengkalai. Bapak dan kalian semua terurus dengan baik. Bisa memiliki penghasilan dari rumah. Ibu yakin itu adalah impian dari sekian banyak perempuan. Ibu bersyukur menjadi salah satu yang mampu melakukannya.

Last but not least…

Dear pembaca, Ibu membuka usaha jahitan ini di rumah sendiri yang berlokasi di Desa Wisata Pentingsari, kelurahan Umbulharjo, kapanewon Cangkringan, kabupaten Sleman, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui Google Maps Anda bisa menemukan alamat tepatnya dengan mengetikkan nama “Homestay Bapak Lasono”. Jangan cari papan nama yaaa, hehehe… Seumur-umur ibu saya tidak memiliki papan nama usaha. Jadi, cukup datang ke Homestay Bapak Lasono, Anda akan ditemui oleh ibu saya, namanya ibu Titin Umi Ristina (terkenal dengan sebutan mbak Umi). Nah, beliaulah penjahit itu.

Jika ada yang membutuhkan jasa penjahit untuk wilayah Cangkringan utara khususnya, dengan senang hati ibu saya bisa dihubungi di nomor WhatsApp: +6285327481001.

JNE Content Competition 2021

Seru ya kalau mengulik perjalanan usaha para pelaku UMKM. Di sekitar kita, banyak lho yang memiliki usaha mikro, kecil dan menengah yang bisa kita dukung agar makin dikenal masyarakat luas sehingga bisa terus berkarya. UMKM terus bergerak maka roda perekonomian pun akan terus berputar. Menariknya nih, pengalaman kita dalam mendukung UMKM bisa dibagikan melalui JNE Content Competition 2021. Kegiatan ini terselenggara berkat kerja sama JNE dengan Kompasiana. Mengusung tema “JNE Bersama UMKM untuk Indonesia”, kompetisi ini terbuka untuk umum, jurnalis, dan juga karyawan JNE yang terbagi dalam writing competitionphoto competitionvideo competition, dan design competition.

JNE Content Competition ini diperpanjang hingga 31 Januari 2022. Tersedia  total hadiah ratusan juta rupiah lho… Sekali lagi, yuk, berbagi pengalaman sambil mengedukasi masyarakat akan pentingnya mendukung UMKM!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *