Lompat ke konten
Home » Literasi » Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK

Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK

  • oleh

Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK – Penyandang disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta atau lainnya masih terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Meskipun penderita kusta telah dinyatakan sembuh yaitu dianggap telah menyelesaikan segala rangkaian pengobatan atau dapat dikatakan RFT (Release From Treatment), namun status atau predikat penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup.

Selain mengalami gangguan kesehatan, orang yang pernah mengalami kusta juga akan mengalami gangguan kesejahteraan psikologis, gangguan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar. Tidak jarang ditemukan kesulitan karena keterbatasan dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat itu sendiri. Hal ini menandakan sulitnya mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK dalam pemenuhan hak hidup. Lingkungan inklusif hanya akan menjadi impian belaka.

Hari Rabu 24 Agustus 2022 live streaming Youtube di channel Berita KBR mengangkat tema “Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?”Program Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia ini direlai oleh 100 Radio Jaringan KBR dan 104.2 MSTri FM Jakarta. Tema ini diambil karena bertepatan dengan bulan kemerdekaan Indonesia. Tema kali ini mengangkat bagaimana OYPMK memaknai kemerdekaan dan kebebasan dalam berkarya, kesejahteraan mental dan bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan stigma kusta baik dari diri sendiri maupun stigma lingkungan yang melekat pada dirinya. Juga membahas apa peran serta masyarakat dan orang-orang terdekat dalam upaya mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK. Dalam kesempatan ini KBR bersama dengan NLR Indonesia mengundang dua orang narasumber yaitu:

  1. Dr. Mimi Mariani Lusli, Direktur Mimi Institute. Mimi Institute didirikan oleh Mimi Mariani Lusli yang memiliki keinginan besar untuk mewujudkan Indonesia sebagai masyarakat yang inklusif, mengajak Anda untuk menerima penyandang disabilitas sebagai bagian dari keberagaman dalam masyarakat Indonesia. Lembaga non profit didirikan dengan akta pendirian No. 65 tertanggal 17 Desember 2009.
  2. Marsinah Dhedhe, seorang aktivis wanita penyandang difabel sekaligus OYPMK (orang yang pernah mengalami kusta).
makna kemerdekaan bagi oypmk
Talkshow Berita KBR dengan thema “Makna Kemerdekaan bagi OYPMK”

Kedua nara sumber ini adalah orang-orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) sekaligus juga penyandang disabilitas. Dr. Mimi mengalami kusta pada usia 17-an dan menyandang disabilitas pada penglihatan. Sedangkan Marsinah Dhedhe mengalami kusta saat masih kelas 3-4 SD. Ia menyadari bahwa dirinya mengalami kusta justru dari mendengarkan radio. Namun pada akhirnya kedua nara sumber ini telah berhasil memerdekakan dirinya. Nah, dari mereka ini kita akan belajar tentang makna kemerdekaan bagi OYPMK.

Dr. Mimi dan mba Dhedhe pada awalnya adalah merupakan sebagian dari OYPMK dan penyandang disabilitas yang mencoba untuk kuat menerima kondisinya dan siap untuk maju. Mereka mendapatkan kasih sayang dan dukungan penuh dari keluarga, namun masyarakat, pemerintah, lembaga-lembaga, kebijakan, serta peraturan perundang-undangan seringkali tidak berpihak pada mereka. Hal ini menyebabkan mereka cemas, khawatir, dan stres terhadap masa depan. Sehingga hal tersebut membuat mereka merasa tidak merdeka.

Memang di Indonesia ini sudah ada undang-undang terkait perlindungan terhadap disabilitas, namun implementasi dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah ada terhadap perlindungan hak-hak penyandang disabilitas itu belum optimal. Semua implementasi dan monitoringnya masih perlu dibenahi agar supaya para OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya bisa merasa merdeka. Merdeka menggunakan transportasi, merdeka berjalan di trotoar, merdeka pergi sekolah, merdeka pergi kerja, dan sebagainya.

Ada beberapa faktor penyebab guncangan psikologis yang dialami oleh OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya, yaitu antara lain:

  1. Diskriminasi,
  2. Kebijakan, dan
  3. Stigma

Dan ada satu faktor lagi yang sangat berpengaruh pada gangguan psikologis yaitu kurangnya pengetahuan atau informasi yang minim tentang kusta dan disabilitas.

Akibat pengetahuan yang salah dan informasi yang keliru terjadilah pengucilan, ejekan, dan lain-lain. Orang lain takut tertular kusta. OYPMK sendiri takut menularkan kepada orang lain. Bahkan dari circle terdekatnya saja (keluarga) masih banyak yang menyematkan stigma tersebut. Bahkan dianggap sebagai aib keluarga, tidak jarang juga. Tentunya ini menjadi hambatan tersendiri bagi para penyandang disabilitas dan OYPMK. Hal ini menjadikan para OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya kemudian menarik diri.

Cara mensosialisasikan kusta kepada masyarakat bisa dilakukan dengan memberikan pengetahuan, informasi dan publikasi secara gencar. Dr. Mimi mengambil contoh saat pandemi covid. Selama dua tahun begitu gencar informasi dan publikasi tentang prokes sehingga masyarakat dengan mudah mematuhinya. Hal tersebut membuat orang sadar mengubah kebiasaan dari tidak pakai masker kemudian menggunakan masker. Jadi, pemerintah sebenarnya bisa secara serius melakukan penyuluhan, promosi, iklan media, dan lain sebagainya, dibarengi dengan menganggarkan biaya untuk kegiatan ini pada kementerian-kementerian terkait.

Marsinah Dhedhe menjelaskan bahwa cara agar OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya bisa diterima oleh masyarakat adalah dengan adanya affirmative action. Contoh nyata adalah dari pemerintah kini sudah ada undang-undang yang mengharuskan BUMN atau BUMS menerima karyawan penyandang disabilitas minimal sekian persen dari keseluruhan karyawan.

marsinah dhedhe
Marsinah Dhedhe (OYPMK/aktivis wanita dan difabel)

Selain pemberian peluang kerja, juga sangat perlu adanya pemberian kesempatan untuk meningkatkan skill dan kapasitas diri. Hal ini tentunya bisa mendorong para penyandang disabilitas menjadi tidak tertinggal, mengingat pengangguran banyak juga yang kontribusinya berasal dari OYPMK dan penyandang disabilitas.

Beberapa usaha integrasi agar OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya bisa kembali ke masyarakat:

  1. Ada keluarga yang harus terus memberikan kasih sayang dan dukungan.
  2. Berikan pendidikan yang layak, tidak dihambat-hambat karena kusta atau penyandang disabilitas.
  3. Libatkan dalam kegiatan masyarakat.

Dengan demikian bukan hanya OYPMK dan penyandang disabilitas yang harus berbaur dengan masyarakat, namun masyarakat sendiri juga harus berbenah untuk bisa menerima keberadaan mereka. Tentu saja dalam hal ini negara memiliki peran penting, karena negaralah yang bisa mengatur agar masyarakat bisa berbenah, baik melalui regulasi-regulasi maupun edukasi dan sosialisasi.

Selain usaha integrasi sebagaimana dijelaskan Marsinah Dhedhe di atas, Dr. Mimi juga menambahkan cara mengembalikan OYPMK ke tengah masyarakat, yaitu antara lain:

  1. Ajak kembali ke sekolah atau kuliah atau belajar. Bekali dengan ilmu dan keahlian, tingkatkan kapasitas dirinya.
  2. Menyadarkan OYPMK dan penyandang disabilitas akan haknya. Kalau mereka mendekat, jangan kita jauhi. Sebagai masyarakat, kita wajib menerima mereka. Karena kalau masyarakat menjauh, OYPMK dan penyandang disabilitas juga akan makin jauh. OYPMK dan penyandang disabilitas tidak bisa mengubah masyarakat yang jumlahnya jauh lebih banyak. Menurut Dr. Mimi, “Dengan mendekat ke masyarakat, secara tidak langsung OYPMK telah memberikan informasi dan pengetahuan.”
dr mimi
Dr. Mimi Mariani Lusli (Direktur Mimi Institute)

Sekarang sudah ada wadah yang bergerak membantu para OYPMK sampai sembuh hingga bisa mendapat pekerjaan dan membaur dengan masyarakat, antara lain:

  1. Untuk pengobatannya bisa ke Puskesmas terdekat. Di sana ada fasilitas pengobatan gratis. Juga ada OYPMK di Dinas Kesehatan sebagai pendamping sesama OYPMK untuk menjelaskan bagaimana pengobatan dan sebagainya.
  2. Untuk pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya, di beberapa wilayah sudah ada komunitas, antara lain PERMATA. Juga bisa bergabung pada komunitas penyandang disabilitas lainnya.

Selain melakukan perjuangan bersama, OYPMK juga bisa melakukan perjuangan sendiri melalui sekolah atau kuliah. Jika mengalami hambatan dimana hak-haknya tidak terpenuhi di dunia sekolah/kuliah dan dunia kerja, OYPMK bisa menyampaikannya melalui lembaga-lembaga terkait karena sekarang LBH-LBH sudah banyak yang terbuka dengan isu-isu disabilitas.

Nah, dalam memeriahkan hari kemerdekaan ini pun OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya sebaiknya diajak dan turut berbaur dengan masyarakat pada umumnya. Siapapun pasti ingin terlibat tanpa dihambat-hambat oleh apapun. Dengan demikian stigma akan terminimalisir dan bisa saling berinteraksi tanpa rasa khawatir tertular dan sebagainya.

Dari talkshow ini kita bisa belajar bahwa OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya pun bisa mendapatkan kemerdekaan dalam bersosialisasi dan berkarya. Mereka bisa berbaur dengan masyarakat, tidak lagi terkungkung di dalam rumah saja. Tentu saja untuk itu dibutuhkan dukungan dari keluarga dan masyarakat serta dilindungi oleh undang-undang dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang diimplementasikan secara optimal dan termonitor dengan baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *