Sebagai ibu rumah tangga yang punya bayi usia 3,5 bulan, bantu suami mengerjakan bisnis, dan sekaligus sebagai ibu bekerja, bagi saya manajemen waktu sangat penting. Setiap waktu menjadi sangat berharga. Di saat anak sedang tidur di waktu pagi atau siang atau sore, saya tidak boleh ikutan tidur, tetapi harus memaksimalkan waktu yang ada untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Di malam hari ketika anak sudah tidur, saya masih harus memaksimalkan waktu yang ada untuk mengerjakan bisnis dan menulis di blog. Di luar itu tentu saja saya tetap mengupayakan istirahat yang cukup untuk menjaga kesehatan.
Nah, agar supaya manajemen waktu saya bisa berjalan dengan baik, tidak amburadul, tentunya butuh dibantu dengan adanya jam. Karena biasanya apa yang akan dikerjakan dibuat dalam to-do-list dengan mencantumkan waktu pelaksanaannya, misalnya jam 05:00 – 05:30 menyiapkan sarapan untuk Satria, anak pertama saya yang sudah kelas IX, jam 06:00 – 06:30 memandikan baby Dimas, jam 08:30 –09:00 persiapan ke kantor, dan seterusnya. Jam yang paling simpel buat saya adalah jam tangan, karena cukup dipakai di tangan sehingga ketika butuh sewaktu-waktu tinggal mengangkat tangan untuk melihat jam.
Ngomongin tentang jam tangan, saya pengin flash back sejenak. Di keluarga besar saya, rata-rata pada memiliki jam tangan, terutama Bapak. Apalagi dulu Bapak saya adalah seorang guru, sehingga pasti butuh jam tangan supaya tidak sampai terlambat mengajar. Hingga sekarang sudah pensiun, Bapak kemana-mana selalu mengenakan jam tangan. Jam tangan tersebut hanya dilepas ketika sedang mandi atau berwudhu. Jadi kalau mau tahu jam berapa dan kebetulan pas dekat dengan Bapak, saya tinggal bertanya saja: “Bapak, sekarang jam berapa?”, maka Bapak akan langsung mengangkat tangannya untuk melihat jam 🙂
Ketika menikah, ternyata suami saya pun suka mengenakan jam tangan. Begitu punya anak (anak saya laki-laki), ternyata dia juga suka mengenakan jam tangan seperti kakek dan ayahnya. Kalau Bapak mengenakannya karena berhubungan dengan jam mengajar, sedangkan kalo suami dan anak saya lebih cenderung karena fashion. Keren gitu lhoooo kalau mengenakan jam tangan.
Bapak dan suami saya lebih suka mengenakan jam tangan analog, yaitu jam tangan yang menggunakan jarum itu lho.. Sedangkan anak saya lebih suka mengenakan jam tangan digital. Maklumlah anak sekarang lebih suka yang simpel dan instan karena tinggal lihat angka yang tertera, tak perlu berpikir sejenak ketika melihat jarum jam 😀 . Saya? Saya lebih suka jam tangan analog juga. Lebih berasa mengenakan jam tangan analog daripada jam tangan digital. Itu kalo saya..
Jam tangan yang beredar di dunia ini terdiri dari berbagai macam merk. Satu merk bisa memiliki berbagai macam tipe. Tentu saja ini berpengaruh pada harganya, sehingga satu merk bisa memiliki harga yang bervariasi. Jadi, kalo mau beli jam, apa yang menjadi pertimbangan? Apakah merknya? Apakah digital atau analog? Apakah tahan air atau tidak? Apakah mahal atau murah? Tentunya tiap orang punya pertimbangan masing-masing. Kalau saya pribadi biasanya mempertimbangkan merk, model, harga 😀 .
Meskipun hanya aksesoris, jam tangan yang kita kenakan bisa menunjukkan siapa diri kita. Penampilan bisa mempengaruhi penilaian dan keyakinan terhadap orang tersebut. Saya pribadi sih jarang memperhatikan jam tangan yang dikenakan oleh lawan bicara saya, tetapi bagi kalangan tertentu jam tangan sangat besar pengaruhnya.
Agar tampil lebih percaya diri, ga ada salahnya kita mengenakan jam tangan yang elegan dan eksklusif meskipun dengan budget terbatas. Karena toko-toko offline maupun di lapak-lapak online, begitu banyak menyediakan pilihan jam tangan. Mau yang benar-benar mahal ada. Mau yang biasa-biasa saja banyak. Memiliki budget terbatas tapi mau yang eksklusif dan elegan pun ada, salah satunya adalah jam Alexandre Christie.
Seseorang biasanya memiliki beberapa pertimbangan lagi dalam memilih jam tangan, selain yang saya sebutkan tadi, yaitu antara lain:
1. Merk atau brand: Apakah buatan Eropa atau Jepang; biasanya seseorang makin pede ketika mengenakan jam tangan “bermerk”.
2. Model atau desain: Karena begitu banyak pilihan model atau desain, mungkin ada ratusan. Kalau sudah bicara model atau desain, saya memilih tidak melihat langsung di counter jam, tapi lewat internet saja karena saya takut tergoda… hehehe… Intinya sih yang klasik tetap cantik, yang sporty pun kece.
3. Analog atau digital: Ini tergantung selera masing-masing, apakah suka membaca jam atau cukup melihat angka. Saya pribadi lebih suka mengenakan jam analog.
4. Anti air (water resistant) atau tidak: Yang seringkali saya temui sih kebanyakan water resistant, apalagi buat yang senang berolahraga karena cepat berkeringat.
5. Kalep atau bracelet: Bapak saya dari jaman dulu mengenakan jam tangan yang ber-bracelet dari logam. Demikian juga suami dan anak saya. Sedangkan saya lebih suka mengenakan jam tangan yang berkalep karena lebih ringan.
Dannnn, masih banyak lagi.
Satu orang boleh memiliki lebih dari satu jam tangan. Saya saja memiliki beberapa jam tangan meskipun saya bukan kolektor jam. Agar awet, jam tangan sebaiknya dirawat dengan baik. Secara berkala dibersihkan hingga ke bagian mesinnya. Bisa minta bantuan ahli jam, bisa juga dilakukan sendiri. Jadi, jangan asal senang pakai jam tangan tetapi lupa untuk merawatnya lho ya… Sayang ‘kan punya jam tangan yang elegan dan eksklusif tapi tampak kusam? ?
Sekali lagi, meskipun hanya aksesoris, jam tangan yang Anda kenakan bisa menunjukkan siapa diri Anda.
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.