Lompat ke konten
Home » Literasi » Literasi Media

Literasi Media

  • oleh
literasi media

Berangkat dari gemasnya saya dengan dunia media yang informasinya terkadang menyesatkan, maka saya sempatkan untuk ikutan menyimak sharing tentang literasi media yang disampaikan oleh  Reffi Dhinar, asisten editor fiksi di Indscript Writing. Sumber materi sharing berasal dari kursus online gratis di Coursera yang pernah diikutinya.

Mengapa literasi media itu penting? Karena kita hidup di dunia serba digital dan informasi terbuka luas untuk diakses. Tanpa dasar pemahaman yang bijak maka kita akan menjadi korban media.

Tiga poin penting yang disampaikan Reffi adalah:

  1. Pengertian literasi media
  2. Jenis media massa
  3. Cara menganalisa pesan dari media

Pengertian Literasi Media

Apa itu literasi media? Literasi media adalah sebuah praktek agar orang-orang bisa mengakses sumber media, mengevaluasi secara kritis dan juga menciptakan medianya sendiri.

Kenapa literasi media itu penting? Di tengah banyaknya media hoax dan juga pengaruh yang bisa menjerumuskan pengguna media ke arah negatif, maka kemampuan ini wajib kita miliki agar bisa lebih cerdas dalam menyikapi sebuah informasi.

Sharing Reffi kali ini hanya akan fokus pada media massa. Media massa adalah sebuah media yang bisa mencapai banyak orang. Billboard iklan, siaran radio, iklan televisi, berita di koran atau majalah adalah contoh media massa. Fungsi media tidak pernah berubah, yang berubah hanyalah sistemnya. Orang-orang bisa memilih media apa yang mereka sukai berdasarkan profesi, minat, opini dan lainnya.

Media massa itu bisa memberikan efek positif maupun negatif kepada kita, simak yuk…

Efek positif media massa:

  1. Menambah informasi.
  2. Menambah pengetahuan akan skill baru.
  3. Bisa menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan sesuatu atau menggiring opini.
  4. Menjadi bagian global media itu sendiri.

Efek negatif media massa:

  1. Kita jadi terpapar terlalu banyak informasi, entah itu penting atau tidak.
  2. Ketika ingin berpendapat atau memilih suatu opini, bisa terdistraksi karena opini publik yang digiring media massa.

Jenis Media Massa

Perlu digarisbawahi bahwa media massa tidak pernah berubah fungsinya, hanya sistem dan cara kerjanya saja yang mengalami perubahan seiring perkembangan zaman.

Ada dua jenis media massa yaitu:

  1. Media tradisional yaitu mencakup televisi, radio, papan iklan dan media cetak.
  2. Media sosial yaitu situs jejaring yang mempertemukan banyak orang dari berbagai dunia, bahasa dan profesi di sebuah wadah yang sama. Media sosial atau medsos kini menjadi sarana menyebarkan informasi secara cepat dan gratis.

Seiring perkembangan zaman, sumber informasi di media tradisional juga merambah media sosial seperti stasiun TV yang memiliki akun Twitter atau Facebook page. Sayangnya, mengakses informasi dari media-media tersebut juga memberikan diri kita info yang tidak selalu benar. Dalam literasi media, hal itu disebut informasi bias.

Media massa bisa membuat informasi menjadi bias karena:

  1. Memberikan informasi yang tidak selalu tepat.
  2. Pemerintah atau instansi yang memiliki pengaruh kuat atau dana melimpah bisa mengontrol isi media tertentu untuk membentuk opini masyarakat.
  3. Bahkan media sosial yang seharusnya bisa mereduksi bias informasi, bisa terpengaruh karena adanya pendapat pribadi yang mungkin tidak disaring terlebih dahulu atau kurangnya riset yang tepat.

Reffi mengambil contoh kasus perawat yang tersandung kasus pelecehan pasien. Hampir semua headline media daring dan koran menyebutkan perawat itu sebagai pelaku meski proses hukum belum memutuskan. Pada awalnya bukti kuat adalah unggahan di IG saat perawat dan korban bertemu dengan didampingi keluarga serta pihak rumah sakit. Opini di kepala kita, terutama perempuan, yang bisa muncul:

  1. Perawat cabul berhak dihukum berat.
  2. Pasien atau korban berhak mendapat ganti rugi.

Waktu kejadian tidak ada saksi mata. Bisa jadi sedang dilakukan prosedur pemeriksaan tetapi karena pasien setengah sadar maka ia berasumsi jika sedang dilecehkan. Bisa saja begitu. Itulah sebabnya polisi agak lama mengusut kasus tersebut karena harus mengumpulkan bukti kuat untuk menjerat tersangka. Pemecatan sudah dilakukan pihak RS, tapi sanksi pidana butuh cukupnya bukti.

Contoh lain, ketika Reffi membaca ini dan membaca kolom komentar, banyak sekali hujatan utk si gadis. Namun di antara komentar itu ada satu komentar yg berbeda dan menggelitik: “Mungkin anak itu salah karena telah melakukan hubungan terlarang hingga hamil. Tapi bisa jadi kan dia korban perkosaan, yang memilih untuk mempertahankan bayi dan ingin berjuang buat masa depan meski dalam kondisi hamil.”

Opini media yang menyudutkan si gadis akan membentuk pola pikir pembaca. Apalagi dengan judul bombastis yang menjadi andalan. Disinilah literasi media itu penting. Pembaca atau pendengar tidak serta-merta menelan bulat-bulat info yang diterima. Perlu dikaji, dicari pembanding dan dianalisa.

Cara Menganalisa Pesan Dari Media

Bagaimana cara agar kita bisa menjadi penganalisa media yang tepat, atau cerdas dalam menyerap informasi? Kita masuk ke pembahasan ketiga ya..

1. Siapa yang membuat informasi atau berita tersebut?

Ketika mendengarkan radio, membaca koran atau berita daring, cek siapa penulis atau media apa yang memuat informasinya. Misalnya, stasiun TV yang sering memberitakan tokoh tertentu. Ternyata si tokoh adalah pendiri stasiun TV-nya. Dan tahun depan ia ingin mencalonkan diri sebagai cawapres. Maka jangan heran jika stasiun TV tersebut akan memberitakan sisi negatif lawan politiknya.

2. Teknik apa yang dipakai dari informasi itu sampai bisa berpotensi mengubah, mengajak atau mempengaruhi pikiran orang lain?

Bisa jadi dari warna, simbol, humor atau lainnya. Contoh: Iklan sepeda motor yang menggunakan Agnes Monica sebagai artisnya. Jingle iklan yang nge-beat, image Agnezmo yang enerjik dan gaul, memberi kesan jika motor itu cocok dipakai anak muda.

3. Kira-kira seperti apa orang lain menginterpretasikan sebuah informasi berbeda dengan saya?

Sebelum menekan tombol klik dan share, coba pikirkan, apa dampaknya jika saya share? Apa akan memancing keributan karena perbedaan paham? Hati-hati untuk berita sensitif seperti kerusuhan agama atau etnis, politik, dan skandal orang terkenal misalnya. Tanpa disadari, kita mengakses informasi dari hal yang menjadi minat atau kita sukai, terutama di media sosial. Bisa jadi karena profesi, agama, pandangan politik, dan lain-lain. Yang bekerja sebagai ahli medis, akan concern dengan isu-isu kesehatan. Yang suka dengan hobi tertentu, akan follow akun yang berkaitan dengan hobinya. Perbedaan minat dan bidang keilmuan, akan memicu perbedaan pemahaman. Jangan saklek dan fanatik dari satu sumber, bacalah atau dengarkan dari sumber berbeda agar pikiran kita bisa lebih netral.

4. Sudut pandang apa yang digunakan dan value apa yang dimasukkan dalam sebuah informasi?

Bisa dilihat dari sudut pandang politik, agama atau kepercayaan, dan pengalaman hidup.

5. Untuk apa informasi ini dibuat? Untuk pemberitahuan saja? Untuk mengajak orang supaya membeli atau memilih sesuatukah? Atau hanya untuk hiburan?

Setelah menyimak yang disampaikan oleh Reffi tadi, saya yakin bahwa kita semua akan bisa lebih bijak dalam menghadapi segala macam informasi yang masuk kepada kita. Sehingga kita tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi yang tidak benar. Tidak asal klik like dan share 🙂 .

Berikut ini saya lanjutkan dengan merangkum tanya jawab.

Tanya Jawab

Tanya:
Berapa kalimat yang ditulis untuk cepat menarik perhatian pembaca?

Jawab:
Untuk standar umum, biasanya tiga sampai tujuh kalimat dalam satu paragraf. Nah, untuk menarik pembaca, media biasanya menyinggung konflik atau daya tarik utama, baru kemudian di paragraf berikutnya penjelasan rinci. Lebih baik, satu kalimat juga jangan terlalu panjang. Biasanya teknik media viral itu menggunakan bahasa yang memancing penasaran.

Tanya:
Adakah kode etik dalam literasi media agar terhindar dari hoax dan sanksi pidana atau perdata?

Jawab:
Ada, UU ITE juga diberlakukan. Banyak penyebar berita hoax dan hate speech di medsos yang ditangkap polisi. Ini contohnya:
https://mojok.co/red/corak/kilas/polisi-tangkap-para-penyebar-berita-hoax-penculikan-kiai-dan-ulama/

Tanya:
Untuk informasi yang bersifat ajakan, informasi apa yang harus ditonjolkan?

Jawab:
Harus ditentukan:
– Sasaran ajakannya buat siapa.
– Kira-kira hal apa yang menarik calon potensial yang akan diajak.
– Media apa yang mudah diakses mereka.
– Gaya bahasa apa yang mereka suka dan pahami.
– Kalau anak muda, beri warna-warna colorful, desain grafis yang oke, font yang menarik, foto pembicara, harga dan benefit yang pas.
– Misal media video, mau pakai musik apa, bagaimana alur cerita videonya

Tanya:
Untuk konten video, yang paling ideal dibuat berapa lama durasinya untuk menarik perhatian?

Jawab:
Ada beberapa jenis durasi. Dari https://videopromosiumkmjatim.wordpress.com/2016/09/08/seberapa-lama-sih-idealnya-durasi-video-promosi/ ini disebutkan jika video untuk menarik penonton bisa sekitar 45-90 detik.

Tanya:
Mengapa sedikit sekali literasi media yang disorot tentang prestasi anak bangsa? Tidak semenarik berita kriminal dan sex? Bagaimana seharusnya agar menarik perhatian publik tentang prestasi anak bangsa?

Jawab:
Bad news is a good news. Itu yang sayangnya dipakai di media kita, terutama daring atau.online. Ini seperti fenomena gunung es. Ibarat koran lampu merah harga murah kalo di Jatim Memorandum ?. Walau banyak berita kriminal, klenik dan sex, masih saja koran ini eksis. Online memudahkan masyarakat yang juga masih banyak yang hidup miskin, merasa tertindas, merasa kurang, seolah menemukan cerita yang mungkin sama sedihnya atau malah jauh lebih susah dari dia.
Bagaimana cara menyebarkan konten positif? Dimulai dari kita, terutama yang sudah paham dengan literasi media, maka mulailah mengajak orang lain untuk kritis. Atau yang punya blog, mulailah untuk menulis tentang berita positif. Buat grup, ikut platform website yang bernuansa positif, rajin share di medsos.
Kita tidak bisa menuntut dunia berubah. Hukum pun sudah mulai bergerak untuk menindak kejahatan hoax. Jadi kita yang mulai mendukung untuk ikut menyuarakan konten positif ?

Tanya:
Mau tanya, ketika membuat artikel yang disertai gambar, haruskah gambar hasil karya atau jepretan pribadi atau bolehkah mengambil gambar secara online? Bagaimana dengan hak cipta dan ketentuan menggunakan gambar atau ilustrasi milik orang lain?

Jawab:
Boleh pribadi, boleh dari online. Ada situs-situs yang berlisensi CC0 sehingga bebas didownload.  Jikalau nemu di web orang pun, biasanya saya akan pakai dengan caption link ke artikelnya. Blogger lain pun sering begitu.
Apa itu CC0? CC0 merupakan singkatan dari Creative Commons Zero, yang berarti material-material tersebut bebas dipergunakan bahkan untuk keperluan komersial sekalipun, tanpa diwajibkan membayar hak cipta dan lain sebagainya. Nah, lebih jauh mengenai CC0, bisa mengacu pada postingan ini: https://www.carolinaratri.com/2016/02/11-situs-penyedia-free-images-cc0.html?m=1

Tanya:
Mohon tipsnya untuk membedakan hoax dengan yang tidak, agar kita tidak menyebarluaskan dan tidak ikut termakan hoax tersebut.

Jawab:
Dari liputan6.com kita bisa cek berita hoax atau tidak dengan cara ini:
1. Elemen berita hoax. Pastikan berita yang kita baca tidak memiliki kalimat-kalimat yang janggal, seolah persuasif dan memaksa seperti: “Sebarkanlah!”, “Viralkanlah!”, dan sejenisnya. Artikel penuh huruf besar dan tanda seru pun disinyalir mengandung informasi hoax. Tak cuma itu, artikel berita hoax biasanya juga merujuk pada kejadian dengan istilah seperti kemarin, dua hari yang lalu, seminggu yang lalu. Tak ada tanggal dan hari yang jelas. Artikel bahkan tak jarang mengklaim sumbernya berasal dari sumber yang tidak terpercaya. Seringkali juga, artikel hoax biasanya lebih merupakan opini dari seseorang, bukan fakta.
2. Verifikasi sumber. Pastikan kita memverifikasi sumber dan konten berita dengan mencarinya di Google. Cari tema berita secara spesifik dengan kata hoax di belakangnya. Biasanya, kalau memang benar itu hoax, akan muncul artikel pembahasan terkait.
3. Cek gambar dan cek dengan aplikasi. Manfaatkan tool milik Google, yaitu Google Images. Nah, sekarang coba simpan foto berita hoax yang ingin Anda verifikasi dengan cara melakukan screenshot artikelnya. Lalu, di laman Google Images, Anda bisa sisipkan foto yang disimpan dengan cara drag foto tersebut ke kolom pencarian. Setelahnya, akan muncul hasil pencarian yang menampilkan situs pertama yang mengunggah foto tersebut. Situs ini akan muncul pada posisi pencarian paling atas. Dari sini Anda bisa mengetahui siapa yang menyebarkan gambar tersebut pertama kali. Cari tahu apakah situs web yang menyebarkan gambar itu kredibel atau tidak. Atau pakai aplikasi Hoax Analyzer http://hoaxanalyzer.com/OaohZ/nogQM/#main. Saya belum pernah pakai Google Images atau Hoax Analyzer, tapi biasanya saya akan cari berbagai sumber sambil dibandingkan. Media berita seperti Jawapos, Kompas.
4. Cek kolom komen selama semingguan apalagi kalo viral ? akan ada komentator yg membongkar jika berita itu hoax.

Tanya:
Apa bedanya artikel dengan opini? Apakah boleh membuat artikel dengan opini pribadi atau harus tulisan yang berdasarkan riset baik riset pribadi atau riset yg berasal dari literatur lain?

Jawab:
Artikel itu ada beberapa jenis. Dari wikipedia, artikel adalah karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu yang dibuat untuk dipublikasikan (melalui koran, majalah, buletin, dsb) dan bertujuan menyampaikan gagasan dan fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan menghibur.
Dari definisi tersebut terlihat ada unsur opini. Artikel bisa jadi: Argumentatif (opini), Deskriptif, Persuasif, Informatif. Bentuknya bisa jadi opini, esai, feature. Walau opini, jelas harus riset dengan data yang kuat. Apalagi kalo berbau statistik, sains, politik. Jangan asal menulis tapi kosong data. Analisa dan pendapat memang dari pikiran pribadi, tapi dasarnya harus jelas dan kuat.

Tanya:
Ketika trend informasi yang sedang muncul itu adalah hal-hal yang kontradiktif dengan kecenderungan tulisan kita, apa yang harus dilakukan? Ikut arus dengan atau teguh pendirian (yang tentunya kita sudah tahu dampak positif dan negatifnya)?

Jawab:
Start from ourselves. Meski berita yang beredar tidak sesuai gaya kita, tak perlu cemas. Itulah sebabnya blog lahir ??. Otentik, itu ciri khasnya. Tulis saja yang menjadi sudut pandang kita, tapi please harus perbanyak referensi oke buat bahan tulisan. Pembaca kita udah makin smart kok ?

Tanya:
Bila tulisan yang diberikan adalah pendapat pribadi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan meski belum jadi pakar apakah etis ?

Jawab:
Boleh saja, malah ini akan menjadi info unik jika ditulis. Misal pengalaman mengurus paspor di Bandung. Mungkin kondisinya beda atau ada situasi yang membuat layak diceritakan. Meski Web imigrasi sudah ada tata cara bikin paspor, nyatanya banyak yang mencari blog untuk bertanya soal pengalaman.
Coba klik video ini: https://youtu.be/VGe68DQZW2A. Ini adalah salah satu video iklan yang oke menurut saya ?. Konsep jelas, ada message, dan menarik.

Penutup

Dari sharing yang panjang diatas, kesimpulannya adalah kita harus lebih open minded dengan segala bentuk info yang ada. Hindari memihak terlalu berlebihan dan serap dari berbagai sudut pandang agar pemahaman kita berimbang. Gunakan teknik analisa media atau gunakan tips-tips diatas supaya bisa mendeteksi berita itu hoax atau tidak ? .

 

1 tanggapan pada “Literasi Media”

  1. Pingback: Literasi Media

Komentar ditutup.