Lompat ke konten
Home ยป Lifestyle ยป Nostalgia: Naik Gunung

Nostalgia: Naik Gunung

  • oleh

Masih ingat film “5 cm” ?? Hehe.. memang sudah basi sih.. tapi gimana lagi, lhaaa baru sempat publish postingan ini. Jadi, nontonnya sih sudah tahun yang lalu, tepatnya 29 Desember 2012, tapi baru sempat masuk ke blog hari ini hehehe…

tiket 5 cm

Sudah sejak mulai liburan sekolah Satria ngejar-ngejar terus ngajakin nonton film “Habibie & Ainun”. Tapi selalu saya ulur-ulur. Biasanya sih karena saya belum mantap mau nonton film yang mana.

Sampai pada akhirnya tanggal 27 Desember 2012 saya memutuskan untuk OK menemani Satria nonton asalkan nontonnya film “5 cm”. Satria setuju. Rencana mau nonton tanggal 28 Desember 2012 ternyata harus batal karena sejak sore hujan deras tiada berhenti.

Nah.. pas tanggal 29 Desember ini hujannya kalau tidak salah berhenti di sore hari sampai malam. Jadi, kami berangkat dan pulang nonton tidak kehujanan. Karena ayah tidak suka nonton film Indonesia, akhirnya saya cuma berdua dengan Satria nonton di XXI. Ayah nunggu di cafe sambil nonton pertandingan sepak bola.

Sampai di XXI sudah jam 19:15 padahal jam tayangnya jam 19:25. Olala.. ternyata antrian pembelian karcis lumayan panjang, lebih dari 10 antrian di depan kami. Akhirnya saya ngantri di loket pertama, Satria ngantri di loket kedua. Jam 19:30-an kami baru bisa beli tiket. It’s OK tidak apa-apa terlambat daripada harus menunggu jadwal tayang berikutnya yaitu jam 21:55.

Dan ternyata kami benar-benar penonton terakhir. Udah nontonnya telat 15 menit, eh dapat tempat duduk di barisan paling depan sebelah kanan pula (dekat pintu keluar). Tidak apa-apa lah.. yang penting Satria sudah puas jadi ditemani nonton ๐Ÿ™‚

Saya sengaja mengubah keinginan Satria untuk nonton “Habibie & Ainun” menjadi nonton “5 Cm”, karena menurut saya film yang ini lebih seru, berbau adventure dan pasti ada tantangan-tantangannya. Petualangan dalam kisah ini, bukanlah petualangan yang menantang adrenalin, demi melihat kebesaran sang Ilahi dari atas puncak gunung. Tapi petualangan ini, juga perjalanan hati. Hati untuk mencintai persahabatan yang erat, dan hati yang mencintai negeri ini. Secara keseluruhan, film “5 Cm” sangatlah layak untuk ditonton karena memiliki banyak pesan positif yang terkandung didalamnya yaitu mengenai keteguhan hati untuk menggapai impian.

Bagi saya pribadi, film ini mengingatkan saya ketika pernah naik gunung Plawangan sampai ke puncak dan naik gunung Lawu sampai di pos 3 (atau 4 ?). Saya yang secara fisik ini bisa dibilang mustahil bisa naik gunung, namun ternyata ketika itu saya mampu.

Yang pertama naik gunung dalam guyuran hujan deras cuma berdua dengan kakak sepupu saya (mba Maria). Dari yang hanya main-main di Kaliurang, kemudian naik ke bukit yang di sebelah timur itu (Bukit Pranajiwa ?). Setelah puas naik turun bukit itu, lalu kami nekad melanjutkan naik ke Plawangan. Kaki kami disengat lintah berkali-kali hahaha.. pulang-pulang naik colt dalam keadaan basah kuyup. Sampai di rumah sempat dimarahi budhe ๐Ÿ˜€

Sedangkan yang kedua, pengalaman pada sekitar tahun 1994-1995, saya lupa tepatnya karena tidak mengabadikannya dalam foto. Foto-fotonya ada di tangan panitia yang mengajak kami naik gunung Lawu. Saya hanya ingat waktu itu naik gunung di malam hari, sehingga jalan setapak yang terjal itu tidak bisa saya lihat. Lantas kami turun gunung di pagi hari, baru deh saat itu kami melihat ternyata jalan setapaknya itu licinnnn.. trus kanan kiri jurang hiiiii….

Ketika berjalan turun gunung, banyak pendaki lain yang memperhatikan kami. Sampai ada yang bertanya, apakah kaki kami sakit karena kecape’an. Hehehe.. mereka tidak tahu bahwa sebagian dari kami memang kakinya pada cacat. Saya aja pake alat bantu jalan (brace namanya). Setelah tahu kondisi kami yang sebenarnya, mereka tidak berkata-kata apa-apa lagi. Mungkin antara kagum dan kasihan kepada kami ๐Ÿ™‚

Ahhhh…. setelah menonton “5 cm” rasanya jadi pengin mengulangi naik gunung lagi. Tapiiii… physically apakah saya masih sanggup?? Padahal saya pengin ngajarin Satria untuk senang naik gunung. Tapiii.. apakah ayahnya (baca: suami saya) mengijinkan kami??

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *