Hari ini saya menerima broadcast di WhatsApp dari seorang teman dengan judul seperti tersebut di atas. Karena isinya cukup bagus, rasanya sayang kalo tidak diarsip.
Di subuh yang dingin kudapati ibu sudah sibuk memasak untuk keluarga.
“Ibu masak apa? Bisa kubantu?”
“Ini masak gurame goreng. Sama sambal tomat kesukaan bapak” sahutnya.
“Alhamdulillah.. mantap pasti.. mari saya bantu. Eh, bu.., calon istriku, dia tidak bisa masak loh..”
“Iya terus kenapa,,?” sahut ibu.
“Ya tidak kenapa-kenapa sih bu.. hanya cerita saja, hehehe”..
“Jangan dipikir memasak, mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain-lain itu kewajiban wanita”
“Hah.? Maksud ibu..?” kaget.
“Itu semua adalah kewajiban lelaki.”
“Tapi bukankah ibu setiap hari melakukannya?”
“Kewajiban istri adalah taat pada suami. Karena bapak itu tidak mungkin bisa mengurusi rumah maka ibu bantu mengurusi semuanya. Sebagai wujud cinta dan juga wujud istri yang mencari ridho suaminya”
Saya makin bingung, bu.
“Bukankah kewajiban lelaki untuk menafkahi istri? Baik itu sandang, pangan, dan papan” tanya ibu.
“Iya tentu saja, bu..”
“Menurutmu pengertian nafkah itu yang seperti apa? Pakaian yang bersih adalah nafkah. Sehingga mencuci adalah kewajiban suami. Makanan adalah nafkah. Kalau beras, itu masih setengah nafkah. Karena belum bisa dimakan. Sehingga memasak adalah kewajiban suami. Lalu rumah adalah kewajiban suami. Sehingga kebersihan rumah adalah kewajiban suami.”
“Waaaaah.. sampai segitunya, bu..? Lalu jika itu semua kewajiban suami. Kenapa ibu tetap melakukan itu semuanya tanpa menuntut bapak sekalipun?”
“Karena ibu juga seorang istri yang mencari ridha dari suaminya. Ibu juga mencari pahala agar selamat di akhirat sana. Karena ibu mencintai ayahmu, mana mungkin ibu tega menyuruh ayahmu yang baru pulang bekerja untuk melakukan tugas itu semua. Jika ayahmu berpunya, mungkin pembantu bisa jadi solusi. Tapi jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk ibu.”
Aku hanya diam.
“Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Nabi karena tangannya lebam karena menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak memberinya. Atau pernah dengar juga saat Umar diomeli istrinya? Umar diam saja karena tahu betul, wanita kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang sebenarnya itu bukanlah tugas istri. Tapi karena patuh dan taatnya wanita, semua ridha di kerjakannya.”
“Iya, buu… Jadi laki-laki selama ini salah sangka ya, bu, seharusnya setiap lelaki berterimakasih pada istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati jerih payah istri. Eh, terus kenapa ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban ibu?”
“Menikah bukan hanya soal menuntut hak kita. Atau menuntut kewajiban suami kita. Tapi banyak hal lain. Menurunkan ego. Menjaga keharmonisan. Mengalah. Kerjasama. Kasih sayang. Cinta. Dan Persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk berusaha membaikkan satu sama lain. Yang wanita sebaik mungkin membantu suaminya. Yang lelaki sebaik mungkin membantu istrinya. Toh impiannya rumah tangga sampai surga.”
“Subhanallah.. eeh kalo calon istriku tahu hal ini dan dia malas ngapa-ngapain, bu?”
“Wanita beragama tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan suaminya, sehingga tidak mungkin setega itu. Sedang lelaki beragama tentu tahu bahwa istrinya telah banyak membantu, sehingga tidak ada cara lain selain lebih mencintainya.”
Hening…
Sumber : Muslim Stay Handsome
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.
Statement yang buruk sekali, itu menjadi pembenaran seorang wanita.
Jika pandangan dan pemahamannya sprti itu, itu menandakan dangkalnya ilmu agama yg dimiliki, ada baiknya lbh hati-hati menulis sesuatu apa lg berhubungan dgn ilmu agama !!