Dulu, begitu banyak orang di sekitar saya yang “mempertanyakan” mengapa saya belum memiliki rumah sendiri dan memilih mengontrak padahal gaji saya besar. Toh ada tanah di tempat kelahiran saya yang masih satu wilayah kabupaten dengan tempat saya bekerja dan sekolahnya anak-anak. Hal tersebut sempat mengusik pikiran dan perasaan saya. Hingga timbul pertanyaan haruskah ibu bekerja beli rumah segera?
Kegelisahan tersebut cukup mengganggu saya dalam waktu yang cukup lama. Ya, bagaimana tidak. Begitu mudah orang-orang di sekitar saya menabung untuk bisa membayar uang muka KPR. Juga, begitu banyak agen properti yang menawarkan aneka tipe rumah, dari rumah yang sederhana hingga real estate. Namun, entah kenapa saya memang belum tertarik untuk konsentrasi pada program memiliki rumah sendiri.
Pernah, ketika si Kakak masih berusia 1 tahunan saya membeli rumah melalui KPR. Uang mukanya dari mana? Tentu saja mendapatkan suntikan dana dari ibunda tercinta. Kala itu ibu memutuskan demikian agar saya bisa mandiri sekaligus menghindari konflik menantu, mertua, dan saudara ipar. Namun karena alasan tertentu, kurang lebih saya tempati selama 1-2 tahun akhirnya rumah tersebut saya jual.
Makin ke sini saya merasa bahwa fokus saya bukan memiliki harta benda (rumah, kendaraan, dan lain-lain). Fokus saya adalah pendidikan anak-anak serta pengembangan diri saya sendiri. Sejak itu saya tidak mempedulikan lagi apa kata orang. Toh tidak perlu saya bercerita kepada mereka berapa pendapatan saya, berapa pengeluaran bulanan saya, apa prioritas saya, dan lain-lain.
Saya percaya bahwa akan tiba waktunya saya mengonsentrasikan diri pada urusan pengadaan rumah, kendaraan baru, dan lain-lain untuk keluarga saya sendiri. Jika saya sudah fokus kepada suatu hal, insyaallah energi dan rezeki saya juga akan mendukung ke situ. Jujur saja, saya lebih memilih mengikuti kata hati daripada kata orang.
Sudah sekian tahun saya menikmati tinggal di rumah kontrakan bersama keluarga kecil saya. Sudah 3-4 kali pindah kost dan kontrakan. Saya berdoa kali ini adalah yang terakhir, tidak pindah-pindah lagi kecuali ke rumah milik sendiri. Aamiin.
Untuk sementara selama masih mengontrak tidak masalah setiap tahun membayar uang sewa. Yang penting buat saya adalah keluarga saya bahagia, sehat lahir dan batin, anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik, sekolah dan kampus anak-anak tidak terlalu jauh dari rumah.
Di bawah ini saya mengutip tulisan Safir Senduk di akun Facebook beliau karena relate dengan situasi dan kondisi saya. Saya sunting sedikit agar lebih rapi.
.
Kalau hanya untuk cari fungsi ‘tempat tinggal’, mending gak usah beli rumah.
Maksudnya begini, banyak orang mau beli rumah karena mereka pikir bahwa untuk mendapatkan fungsi ‘tempat tinggal’, ya harus beli. Padahal kalau hanya untuk tinggal, Anda bisa sewa. Fungsinya sama kok. Sama-sama bisa ditinggali.
Ini karena beli rumah seringkali banyak konsekuensinya:
Lokasi yang awalnya enak, dalam 7-10 tahun biasanya sudah jadi gak enak karena sudah terlalu ramai, misalnya karena ada pembangunan jalan atau ruko-ruko baru di sekitar rumah Anda. Pas Anda mau pindah, rumah sudah terlanjur dibeli. Kalau sewa ‘kan gampang, tinggal cari lokasi baru.
Anda bisa atur dimana Anda beli rumah, tapi Anda gak bisa atur dapat tetangga atau lingkungan seperti apa. Bisa saja Anda dapat tetangga OKB yang brisiknya setengah mati, atau RT RW Anda reseh terlalu ngatur kehidupan penghuninya, atau developer Anda gak mau ngurusin lagi kompleks rumah Anda sehingga kompleks Anda terlantar. Pas Anda mau pindah, rumah sudah terlanjur dibeli. Kalau sewa ‘kan, gampang tinggal cari lagi yang baru.
Anda sangat mungkin pindah kerja, tapi Anda gak mungkin pindahin rumah yang sudah Anda beli. Itulah kenapa banyak orang yang bela-belain total 3 jam hanya untuk PP rumah ke tempat kerja dalam sehari nyapek-nyapekin badan karena rumahnya terlanjur beli. Kecuali, kayak teman saya, tiap kali pindah kerja, dia jual rumahnya untuk cari lokasi beli rumah baru yang dekat dengan tempat kerja yang baru. Tapi pas jual rumah lamanya, ya itu, gak gampang jualnya, bisa bertahun-tahun baru kejual. Kalau sewa ‘kan fleksibel.
Jadi, kalau Anda mau beli rumah, atau mau punya rumah sendiri yang bukan sewa, biasanya alasannya adalah alasan yang emosional, misalnya: biar terasa mapanlah, biar gak dicela mertualah, biar hati lebih tenanglah, biar ada asetlah, dan sebagainya. Tapi kalau hanya untuk sekedar cari fungsi ‘tempat tinggal’, apalagi sekarang harga rumah sering gak masuk akal, gak usah dipaksain beli. Dengan sewa, Anda akan dapat fungsi yang sama kok. Kecuali, sekali lagi, bila Anda punya alasan emosional, dan alasan emosional – namanya juga emosional – gak bisa dilawan dengan alasan logika, ‘kan?
Tulisan Safir Senduk tadi menbuat saya merefleksi diri. Benar sekali, bahwa saya orang yang praktis dan efisien, tidak pengin banyak beban hanya karena menuruti apa kata orang (emosional). Barangkali di antara Anda memiliki situasi dan kondisi seperti saya, semoga tulisan ini mampu menguatkan Anda. Jangan lupa untuk sharing di kolom komentar yaaa…
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.