Lompat ke konten
Home » Ibu Bekerja » Bangga Jadi Ibu Rumah Tangga Sekaligus Ibu Bekerja di Rumah

Bangga Jadi Ibu Rumah Tangga Sekaligus Ibu Bekerja di Rumah

  • oleh
ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja di rumah

Latar belakang saya adalah ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja di luar rumah. Tepatnya kerja kantoran di ranah publik. Role model yang menginspirasi saya menjadi perempuan mandiri adalah ibu saya sendiri. Beliau adalah ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja di rumah.

Dulu, saya menganggap ibu galak. Saya tinggal seatap dengan ibu hingga saya lulus SD. Setelah itu saya tinggal dengan keluarga yang lain dari garis bapak, sampai saya mandiri. Setelah besar dan dewasa, baru saya memahami bahwa galaknya ibu adalah sebuah bentuk pengasuhan untuk membentuk akhlak dan karakter anak-anaknya.

Saya merasa lebih dekat dengan ibu justru setelah menikah. Kami berdua sering berbicara dari hati ke hati, baik sebagai sesama perempuan maupun sebagai anak dan ibu. Di antara obrolan kami, saya sempatkan untuk mencari tahu mengapa ibu bangga menjadi ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja di rumah.

Penasaran dengan pengalaman ibu saya? Simak yuk, kisah nyata berikut ini dengan POV ibu.

Memilih Menjadi Ibu Rumah Tangga

Pada jamanku dulu, lulus pendidikan kejuruan adalah merupakan kebanggaan tersendiri. Sekolah Menengah Ekonomi Atas yaitu sekolah kejuruan yang pada jamannya bisa dikatakan cukup bergengsi. Kalau mau, menjadi pegawai negeri pun tidak sulit. Tetapi aku memilih menjadi ibu rumah tangga.

Aku menikah di usia yang masih relatif muda namun sudah cukup matang untuk berumah tangga yaitu usia 23 tahun. Sedangkan suamiku saat itu berusia 25 tahun. Sebagaimana aku, suamiku pun saat itu bukan pegawai negeri. Dia bekerja apa saja yang penting halal.

Saat kami sudah memiliki 3 orang anak dengan jarak masing-masing 2 tahun, terjadilah perubahan nasib pada keluargaku. Saat anak pertamaku berusia 6 tahun, suamiku harus merantau ke luar pulau Jawa. Ya, suamiku diangkat menjadi guru PNS di sebuah SMP negeri di pulau Sumatera.

Perjuangan yang berat dan panjang pun dimulai.

LDM-an dengan Suami

Sejak saat itu aku hidup terpisah dari suamiku. Aku tetap tinggal di rumah kami dengan mengasuh ketiga anak yang masih kecil-kecil. Kenapa aku tidak ikut suami saja? Tidak mungkin dan aku tidak tega menambah berat beban suamiku yang sedang berjuang. Ya, awal-awal ditempatkan di pulau Sumatera adalah sebuah perjuangan.

Kelak perjuangan itu dilaluinya hingga kurang lebih 10 tahun. Saat anak pertamaku sudah duduk di bangku SMA, barulah suamiku bisa pulang kembali ke pelukan kami. Ia berhasil pindah tugas ke pulau Jawa, di daerah kami sendiri.

Selama 10 tahunan itu aku ikhlas menjalani hubungan pernikahan jarak jauh. Aku ikhlas menjalani beratnya kehidupan. Aku ikhlas suamiku hanya pulang setahun sekali saat libur panjang pergantian tahun ajaran baru.

Pada masa-masa itu hanya melalui surat aku bisa berkomunikasi dengan suamiku. Belum ada hape seperti jaman sekarang, telepon pun hanya orang-orang kota yang kaya yang bisa memilikinya. Bahkan jika ada berita penting atau berita duka, hanya berkirim telegram yang bisa kami lakukan.

Bersyukur aku memiliki empat anak. Karena setelah anak ketigaku berumur 6 tahun, kami dikaruniai anak keempat. Anak-anakku inilah yang menjadi penghiburku. Merekalah penyemangat hidupku sehingga aku kuat, sabar dan tabah menjalani kehidupanku meskipun tanpa suami berada di sisiku.

ibu rumah tangga
sumber: canva.com

Membantu Suami Mencari Nafkah

Memiliki suami guru PNS dengan status long distance marriage (hubungan pernikahan jarak jauh) dan memiliki 4 orang anak yang aku asuh sendiri membuatku berpikir untuk membantu suamiku mencari nafkah. Maka apapun yang bisa menjadi uang aku lakukan selagi itu halal.

Aku tidak malu menjual ayam kampung atau hasil kebun dan ladang ke pasar. Aku tidak takut dini hari sudah berangkat ke pasar dengan berjalan kaki melewati jurang dan menyeberangi sungai. Tidak jarang pula aku dan anak-anak menjual barang bekas untuk ditukarkan menjadi makanan.

Tunjangan beras yang diperoleh suamiku sebagai guru PNS, tidak mungkin dikirimkan kepada kami. Jadi, biasanya suami hanya mengirimkan nafkah (gaji dan tunjangan) dalam bentuk uang. Jaman dulu uang tersebut dikirimkan melalui wesel pos. Satu bulan sekali aku mengajak anak-anakku mengambil uang kiriman tersebut ke kantor pos di kota kecamatan.

Kemudian aku berpikir bahwa rasanya tidak cukup jika aku hanya mengandalkan gaji suamiku. Anak-anakku tumbuh semakin besar, tentu saja biaya hidup kami juga semakin bertambah.

Aku ingat bahwa aku memiliki sebuah keterampilan (jika belum tepat disebut sebagai keahlian) yaitu menjahit. Maka kemudian aku memutuskan untuk memanfaatkan keterampilanku agar bisa mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Ibu Bekerja di Rumah

Aku bersyukur sejak muda memang suka menjahit sehingga tidak perlu lagi mengambil kursus dari awal. Aku tinggal mengembangkan keterampilanku tersebut. Pada awalnya aku sering membantu di tukang jahit dan melihat caranya potong memotong kain. Sambil belajar aku mendalaminya sendiri.

Apa yang aku dapatkan di tukang jahit, kemudian aku praktekkan lagi di rumah. Prakteknya aku sering membuat baju untuk anak-anakku sendiri. Hingga kemudian aku siap menjadi penjahit profesional meskipun tinggal di kampung. Dan aku pun sudah siap menerima pesanan orang-orang.

Alhamdulillah satu per satu pelanggan berdatangan. Bahkan banyak yang menjadi pelanggan tetapku setelah mereka merasa cocok dengan hasil jahitanku. Hasil jahitanku rapi. Aku pun bisa membuatkan model sebagaimana yang diinginkan pelanggan.

Selain memiliki pelanggan tetap, tidak jarang pula aku menerima proyek menjahit pakaian seragam dalam jumlah besar. Tetapi biasanya aku kerjakan bersama-sama dengan teman penjahit yang lain. Sekalian bagi-bagi rejeki dengan teman sejawat.

Apakah aku tidak repot merawat empat anak yang masih kecil-kecil sambil menjahit? Alhamdulillah tidak. Karena anakku yang besar bisa menjaga adik-adiknya. Biasanya saat aku sedang repot dengan banyaknya pesanan, aku minta anakku yang besar mengajak adik-adiknya untuk bermain.

Setelah suamiku pindah tugas kembali ke kampung halaman, aku tetap meneruskan usaha menjahitku. Aku sudah sangat nyaman dengan memiliki usaha sendiri yang bisa aku kerjakan dari rumah saja. Hasilnya bisa aku gunakan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga kami.

Untuk kemajuan dan keberlangsungan usahaku sebagai pernjahit, aku pun ikut kelompok penjahit. Dari sana aku mendapat bantuan berupa uang dari kelompok pemberdayaan perempuan Yogyakarta. Tahun berapa tepatnya, aku lupa. Uang bantuan tersebut aku belikan mesin obras dan etalase.

ibu bekerja di rumah
sumber: canva.com

Terus Berkarya dari Rumah

Suamiku sudah pensiun dari pekerjaannya sebagai guru PNS, lalu apakah aku ikut pensiun? Tentu saja tidak. Selagi aku masih mampu, aku akan terus menerima pesanan jahitan. Lagipula aku adalah orang yang tidak bisa diam, harus selalu ada kegiatan yang bermanfaat. Bersyukur suamiku juga terus mendukung kegiatanku ini.

Pada masa pandemi lalu dimana kegiatan perekonomian mengalami pelambatan, aku pun merasakan dampaknya. Pesanan jahitan memang tidak seramai dulu, namun demikian alhamdulillah masih ada, terutama pelanggan-pelanggan tetapku. Mereka yang sudah cocok dengan jahitanku, biasanya tidak berpaling ke penjahit lain.

Meskipun dulu aku adalah lulusan sekolah kejuruan yang mana untuk mendapatkan pekerjaan kantoran pun sebenarnya tidak terlalu sulit, tetapi aku tidak menyesal dengan memutuskan menjadi ibu rumah tangga.

Meskipun suamiku guru PNS yang mungkin gajinya tidak besar, namun aku cukup bahagia. Makin bahagia rasanya saat aku bisa berperan membantu suamiku dengan berpenghasilan dari rumah melalui usaha jahitanku.

Urusan rumah tangga tidak terbengkalai. Suami dan anak-anak terurus dengan baik. Bisa memiliki penghasilan dari rumah. Aku yakin itu adalah impian dari sekian banyak perempuan. Aku bersyukur menjadi salah satu yang mampu melakukannya.

Jujur saja, aku tidak bisa mewariskan harta kepada anak-anakku. Aku hanya bisa mewariskan kesabaran, ketabahan, dan kegigihan. Aku yakin anak-anakku telah menyaksikan sendiri bagaimana ibunya ditempa oleh kerasnya kehidupan. Sehingga mereka bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari itu semua.

Terakhir, karena tidak satupun anak-anakku ada yang tertarik dengan menjahit maka aku berharap suatu saat nanti ada salah satu cucuku yang akan mewarisi usaha jahitanku.

Ibuku Inspirasiku

Menyaksikan ibu yang bergulat dengan kerasnya kehidupan, tanpa saya sadari semua itu menancap kuat di memori saya. Setelah saya menjadi perempuan mandiri, barulah saya menyadarinya. Bersyukur saya merasakan dan mendapatkan dampak positif diasuh ibu yang gigih dan ulet.

Kalau boleh memilih, saya sih penginnya juga menjadi ibu bekerja di rumah, tetapi situasi dan kondisi belum bisa seperti itu. Untuk sementara waktu tak apalah bekerja di luar rumah, yang terpenting ada dukungan dari suami dan anak-anak.

Bekerja di rumahnya sudah dirintis tapi masih tipis-tipis karena masih sekedar sambil menyalurkan hobi. Memangnya boleh ibu bekerja kantoran punya usaha sampingan? Sah-sah saja. Simak yuk di artikel berikutnya, saya akan berbagi tentang 5 Ide Usaha Sampingan untuk Ibu Bekerja Kantoran.

27 tanggapan pada “Bangga Jadi Ibu Rumah Tangga Sekaligus Ibu Bekerja di Rumah”

  1. kereeeen. salut banget buat para ibu yang memutuskan bekerja. nggak kebayang gimana bagi waktu dan tenaganya. pasti capek banget. semangat kak. semoga selalu diberi kesehatan ya. aamiin

  2. Keren loh, ibu rumah tangga iya, kerja di luar rumah iya, blogger iya. wooww amazing produktif sekali Mba. Ya Allah nggak kebayang Mba, ketemuan sama suami setahun sekali. Saya juga pejuang jarak jauh Mba, tapi alhamdulillah setiap bulan masih bisa mudik nengok anak. Sekarang sih sudah canggih bisa video call.

    Keren Mba tetap berkarya meski dari rumah membantu perekonomian keluarga. It’s completely inspired article!!

  3. Kantorku alhamdulillah masih bekerja secara hybrid jadi aku masih WFH.. memang mau bekerja dari rumah maupun kantor semuanya punya tantangannya tersendiri ya…

  4. Alhamdulillah…kalau inget dulu ribetnya, LDM, mengasuh 4 anak sendirian plus kerja di rumah juga, bisa dilalui dengan sehat ya Mbak…
    Aku bisa jahit, dulu anak-anak suka aku buatkan baju sendiri. Tapi kalau nerima jahitan belum berani. Takut engga cocok dan dikomplen…haha…Tapi mayan sih, karena jahit baju sendiri jadi lebih hemat…

  5. Luar biasa perjuangannya mbak. Keren ya jadi seorang ibu. Semua bisa dilakukan. Baik kerja di rumah maupun luar rumah. Semua berhasil dikerjakan

  6. Kegigihan ibu bekerja luar biasa ya. Apalagi ini kak Wiwin yang super mom power banget, bisa LDM pula. Semoga sehat² selalu ya sekeluarga

  7. Masya Allah terharu banget aku mbak bacanya. LDM saja udah nggak mudah, apalagi sama 4 orang anak ya. Seorang ibu itu emang keren banget. Tidak betah memang kalau di rumah nggak ada kegiatan, ini yang aku rasakan juga dan memilih untuk ngeblog.

  8. Bagus sekali cara bercerita Mbak Wiwin, tentang ibundanya. Sangat mengalir dan saya sangat menikmati membacanya. Dari sini, sudah terlihat betapa tangguhnya ibu Mbak Wiwin. Jauh dari suami, dan bertahan pisah jauh sampai 10 tahun. Dan berkat ketrampilan menjahit, bisa sangat membantu perekonomian keluar. Wajar kalay Mbak Wiwin sangat terinspirasi pada ibunya. Dan itu surat telegram, sampai wesel, membuat nostalgia hahaha.

  9. I feel you sih mbaaa. Aku juga LDM-an sambil mengasuh tiga anak. Dan menurutku berkarya dari rumah tuh penting juga buat menjaga kewarasanku sih. Jadi ibu bekerja di rumah juga sebuah pilihan, karena setiap kondisi dan situasi masing2 keluarga pun berbeda hehe.

  10. MasyaaAllah, selalu salut akutuh sama ibu rumah tangga yg juga jadi ibu bekerja di rumah. Apalagi, kalo yg punya banyak anak, bisa banget mereka bagi waktunya, walo memang dibarengi sama kerempongan, tapi rasa sabar dan ikhlasnya tinggi banget.

  11. Sekarang tuh masih ada aja yang underestimate sama ibu bekerja di rumah. Karena hanya di rumah saja dikira nggak ngapa-ngapain. Padahal, kita juga bisa kok berkarya meski hanya di rumah saja. Malah keren banget.

  12. Jadi ibu rumah tangga dan sekaligus bekerja paruh waktu memang andalan sih. Harus konsisten dan juga dikit dikit bisa bantu suami mencari nafkah atau buat jajan sendiri paling tidak.

  13. Kisah yang luar biasa dan salut banget untuk para ibu yang memilih tetap bekerja dari rumah sambil mengasuh anak pula. Anak 4, nggak kebayang buat aku yang cuma anak satu.. hahaha. Tetap semangat ya, Kak Wiwin. Sukses dan sehat selalu

  14. Definisi pekerja keras sekali kamu kak. Mgkn ini didikan dari ibu jg sih ya. Sehingga bisa kuat dan mandiri. Bahkan ditinggal LDR dgn suami, masih bisa mengurus 4 anak dgn baik. Salut!

  15. MasyaAllaah, semangat kak! Aku jadi banyak bersyukur setelah baca artikel ini. selama ini mengeluhkan sesuatu yang kayaknya ngga sebesar usahamu kak heehhe. salut banget!

  16. Salut banget nih sama perjuangannya
    Rela menanggalkan yang jadi fasilitas demi sebuah passion atau kebutuhan?
    Ibu bisa bekerja di rumah siapa tidak akan menolak. Coba ya

  17. MasyaAllah. Salam buat ibunda ya, Mba. Keren sekali.

    Sesungguhnya, memang selalu ada jalan yang terbuka bila mau tetap berusaha ya. Ibunda Mba yang membuka jasa jahiy mengingatkanku pada Nenek yang memang bukanlah seorang penjahit tapi melakukannya hanya karena hobi. Namun dari sana, sepanjang membesarkan anak-anaknya yang ada 7 orang, ketambahan pula membesarkanku semasa mamaku lanjut kuliah dulu, pun beliau tetap sibuk menjalani usaha kecilnya di rumah, akan selalu diberikan tenaga ekstra oleh Sang Maha Penyayang.

    By the way, cara berceritanya bikin aku merasa dekat. Keren, Mba.

  18. Setiap ibu mempunyai pilihan masing-masing dalam hal bekerja, ya. Saya sendiri juga lebih memilih bekerja dari rumah. Bisa tetap bersama anak-anak sambil terus berkarya.

  19. proud of you to all ibu rumah tangga yang ada di muka bumi ini, kalian semua hebat dan sangat luar biasa yang baik yang bekerja maupun full sebagai ibu rumah tangga dan istri, banyak yang rela meninggalkan karir cemerlangnya untuk menjadi seorang full ibu rumah tangga, sehat selalu

  20. Sangat menyenangkan membaca kisah tentang ibundanya yang hebat itu. Penghargaan setinggi-tingginya untuk para ibu bekerja dari rumah yang dapat membantu keuangan keluarga.

  21. Ternyata pengasuhan orangtua itu menancap kuat di ingatan sang anak yaa..
    Hingga menjadi anak yang tangguh dan kini ka Wiwin-lah yang menjadi sosok role model anak-anak bahwa menjadi perempuan dan istri yang struggling. MashaAllaah~
    Barakallahu fiik…

  22. Kereen mba… Salut sama orang2 yg bisa LDM dan ngurus anak sendirian. Apalagi anaknya ada banyak. Eh, dah gitu masij bs untuk bekerja. Diriku ga kebayang kalau harus ngurus anak sendirian.

  23. Eka Fitriani larasati

    duuuh gak kebayang deh LDM selama 10 tahunan mbaaa, aku sih amit amit gak kuat mba. ditinggal suami recording seminggu aja tuh kek setahun, huhuhu. mungkin saya lebih memilih ikut suami aja deh kemanapun dia berada, tapi tetep nyari kerjaan juga dong yang bisa dikerjain dirumah buat bantu ekonomi keluarga

  24. Wah, mantap ya pengalaman ibunya mba Wiwin, apalagi berhasil membesarkan 4 orang anak. Enggak mudah menjadi ibu bekerja di rumah bersama 4 orang anak sementara suami LDR

  25. Asli aku salut banget sih sama ibu rumah tangga tapi tetap bisa produktif dari rumah kayak gini, meskipun dari rumah juga bisa berkarya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *