Lompat ke konten
Home » Literasi » Pemberian Akses Ekonomi Bagi Kusta atau Orang yang Pernah Mengalami Kusta

Pemberian Akses Ekonomi Bagi Kusta atau Orang yang Pernah Mengalami Kusta

  • oleh

Pemberian Akses Ekonomi Bagi Kusta atau Orang yang Pernah Mengalami Kusta – Orang yang pernah mengalami kusta seringkali identik dengan penyandang disabilitas. Kelompok ini masih mengalami kesulitan dalam mengakses beberapa aspek kehidupan. Salah satunya adalah akses dalam bidang ekonomi. Saya sendiri sebagai penyandang disabilitas pernah merasakan kekhawatiran akan tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Apalagi ibu saya pernah bilang bahwa orang cacat tidak bisa menjadi pegawai negeri, padahal saya dibesarkan di era menjadi pegawai negeri itu hebat dan terpandang.

Selepas SMA saya bersyukur diterima bekerja di perusahaan multinasional di bidang jasa konsultan setelah melalui proses magang selama 5 bulan bersama dua orang teman saya yang lain sesama penyandang disabilitas. Akhirnya kami ditempatkan pada posisi sesuai dengan kompetensi kami, yaitu saya di bidang administrasi dan keuangan, seorang teman saya di bidang perpustakaan, dan seorang lagi di bidang pemetaan digital. Jadi, kami bertiga mengisi 7,5% dari total seluruh karyawan. Jauh lebih besar dari persentase yang disyaratkan pemerintah ‘kan?

Saya mengalami disabilitas sejak usia 8 bulan, bukan karena kusta tetapi karena polio. Namun demikian, stigma yang saya alami di masyarakat hampir sama seperti yang dialami oleh orang yang pernah mengalami kusta. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya ingin berbagi informasi yang bisa menginspirasi teman-teman disabilitas karena kusta agar bisa mendapatkan akses ekonomi dengan lebih mudah.

Kusta dan Stigma Masyarakat

Masih lekat dalam ingatan saya pengalaman waktu kecil menonton film Indonesia di televisi. Film itu berjudul Rumah Masa Depan dalam episode Yang Lepra Yang Terhina. Episode ini bercerita tentang Pak Kosin yang menderita penyakit lepra. Sedihnya, ia dikucilkan oleh sebagian warga. Lalu berkat bantuan keluarga Bayu, Pak Kosin yang merupakan pengrajin tanah liat (gerabah) ini kemudian mendapat perlakuan yang baik dari warga. Tidak menutup kemungkinan di beberapa daerah perlakuan seperti ini masih ada.

Kusta adalah penyakit infeksi menahun/kronis yang mengenai kulit dan saraf tepi. Kusta memang penyakit menular tetapi hanya dapat ditularkan oleh penderita kusta yang belum berobat. Kusta bisa disembuhkan, tetapi jika terlambat ditemukan atau tidak diobati, kusta dapat menyebabkan disabilitas. Kondisi disabilitas ini yang membuat beban fisik, psikologis dan ekonomi bagi penderita dan keluarganya.

Kusta disebabkan oleh kuman kusta yang disebut Mycobacterium leprae (M. leprae). Kusta bukan disebabkan oleh kutukan, guna-guna, dosa, makanan atau keturunan. Penyakit kusta ditularkan melalui saluran pernapasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh. Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil (5%) yang tertular kusta. Dari 5% yang tertular tersebut, sekitar 70% dapat sembuh sendiri dan hanya 30% yang menjadi sakit. Kelompok masyarakat yang endemis kusta dapat dilindungi agar tidak menjadi sakit dengan obat pencegahan.

mitos dan fakta kusta
sumber: Instagram @nlrindonesia

Selama ini di masyarakat kita berkembang stigma bahwa kusta merupakan penyakit kutukan Tuhan, penyakit keturuanan atau karena ilmu gaib yang sulit disembuhkan, dianggap memalukan dan menimbulkan aib bagi keluarga. Stigma ini berdampak pada masyarakat yang cenderung bersikap negatif terhadap pasien kusta seperti menolak, menjauhi, memandang rendah, dan mencela. Stigma negatif tersebut mencerminkan tingkat pengetahuan masyarakat tentang kusta masih rendah. Stigma tersebut akan melekat meskipun pasien secara medis sudah dinyatakan sembuh.

Pasien kusta tetaplah saudara kita yang memerlukan dukungan agar cepat sembuh dari kusta. Keluarga, tetangga, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat perlu melibatkan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dalam kehidupan bermasyarakat. OYPMK dapat menjadi agen perubahan dalam memutus mata rantai penularan kusta di tengah masyarakat dan mendorong hilangnya stigma diri dan sosial pada pasien kusta dan keluarganya.

Pemberian Akses Ekonomi Bagi Kusta atau Orang Yang Pernah Mengalami Kusta dan Disabilitas Lainnya

Selama ini orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) mengalami berbagai bentuk stigma yang berdampak pada kehidupan mereka. Dari segi ekonomi, penderita kusta cenderung mengalami keterbatasan ataupun ketidakmampuan dalam bekerja. Juga mengalami diskriminasi untuk mendapatkan hak dan kesempatan untuk mencari nafkah. Sehingga kebutuhan hidup tidak dapat terpenuhi, apalagi mayoritas penderita kusta berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Setelah sembuh, OYPMK tidak akan menularkan penyakit kusta. Mereka membutuhkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka butuh pekerjaan atau mata pencaharian. Untuk itu, perlu dipikirkan apa yang dapat dilakukan untuk membangun kemandirian OYPMK dan juga penyandang disabilitas lainnya, serta bagaimana cara membuka kesempatan bagi mereka.

Saat ini Indonesia belum sepenuhnya lepas dari penyakit ini. Menurut NLR Indonesia, saat ini Indonesia masih menduduki peringkat 3 dunia untuk kasus terbanyak kusta setelah India dan Brazil. Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan untuk mengeliminasi kusta pada tahun 2020. Berbagai pihak pun membantu pemerintah dengan berbagai cara untuk mengeliminasi kusta dan mewujudkan pembangunan yang inklusif.

Melalui Program Ruang Publik KBR yang dipersembahkan oleh NLR Indonesia saya mencatat beberapa usaha berbagai pihak dalam membantu penyandang disabilitas dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar bisa mendapatkan akses ekonomi. Perlu dicatat bahwa akses ekonomi disini adalah memberikan peluang mendapatkan kesempatan kerja atau mendapatkan penghasilan bagi para penyandang disabilitas dan OYPMK.

Berikut ini berbagai usaha yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan yang pernah menjadi narasumber Berita KBR antara lain PT United Tractors, Jawa Pos, dan PT Anugerah Frozen Food:

  1. Komitmen dari manajemen yaitu menetapkan diri menjadi perusahaan inklusif. Diawali dengan program pemagangan, dilanjutkan dengan perekrutan.
  2. Tidak melakukan diskriminasi dalam melakukan perekrutan karyawan dan hanya berfokus pada kompetensinya.
  3. Tidak menerapkan bentuk khusus pada perekrutan penyandang disabilitas, tetapi menjalani uji kompetensi yang sama seperti yang lain.
  4. Melakukan program lain di bidang CSR yaitu bekerjasama dengan eksternal. Program ini diwujudkan dengan memberikan pelatihan, upgrading skill dan knowledge mereka agar fokus menjadi entreprenur atau social preneur.
  5. Melakukan pembinaan untuk disabilitas.

Selain itu, menurut Angga Yanuar (Manajer Proyek Inklusi Disabilitas NLR Indonesia), sudah banyak tersedia platform lowongan kerja berbasis web yang mempertemukan penyandang disabilitas dengan pemberi kerja. Contohnya kerjadisabilitas.com, disabilitaskerja.co.id, dnetwork.com, dan masih banyak lagi. Ini tentu saja sangat cocok di masa pandemi ini, yaitu tidak perlu kemana-mana, cukup berselancar di dunia maya untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.

akses ekonomi bagi kusta
Pasal 55 PP No.60 Tahun 2020 (sumber: jogloabang.com)

Di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota pun, sesuai amanat PP No.60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan, juga bisa diakses. Idealnya para disabilitas ini memiliki berbagai informasi tentang lowongan-lowongan pekerjaan yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas.

Usaha-usaha di atas tentunya harus diimbangi dengan upaya lain yang tidak kalah pentingnya. Perusahaan yang mempekerjakan OYPMK dan penyandang disabilitas harus menyediakan reasonable accommodation, yaitu beberapa hal yang membantu penyandang disabilitas atau OYPMK untuk tidak mengalami hambatan dalam ambulasi dan mobilisasi di lingkungan kerja. Artinya, apa yang disediakan ini dipengaruhi dengan siapa disabilitas yang bekerja atau berkarya di tempat tersebut.

Contohnya, penyediaan bidang miring untuk menghubungkan dua tempat dengan ketinggian yang berbeda. Itu diperlukan karena OYPMK yang mengalami gangguan motorik cukup parah itu melangkahnya tidak cukup lebar. Juga menghindari handel-handel pintu yang bulat karena akan sulit diakses oleh disabilitas atau OYPMK yang mengalami deformitas di tangan. Demikian juga fasilitas untuk disabilitas netra, dan lain-lain.

OYPMK dan Disabilitas Bisa Bekerja Seperti yang Lain

Orang yang pernah mengalami kusta dan disabilitas lainnya tetap bisa bekerja seperti yang lain. Pada umumnya, bidang-bidang pekerjaan yang digeluti oleh OYPMK dan disabilitas adalah bidang-bidang pekerjaan yang tanpa seleksi, tanpa latar belakang pendidikan, dan biasanya bekerja secara sendiri (bukan dalam tim).

Hal pertama yang harus dilakukan terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas agar bisa bekerja seperti yang lain adalah dengan menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan kapasitas diri. Pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan telah mereka alami di kehidupan sebelumnya, sehingga ada rasa enggan atau sungkan untuk berpartisipasi kembali di dalam lingkungan sosial. Untuk itu perlu dilakukan pemberian motivasi pada OYPMK.

Masyarakat juga harus membekali diri dengan pengetahuan yang cukup supaya mampu mengembangkan paradigma baru dalam memandang kusta dan OYPMK sekaligus mengubur dalam-dalam persepsi-persepsi yang negatif tentang kusta. Dengan memiliki persepsi yang bagus tentang kusta, masyarakat tentu akan bisa menerima OYPMK secara lebih baik lagi.

Cara memberikan kesempatan kerja bagi disabilitas dan OYPMK merupakan salah satu bentuk tanggung jawab masyarakat yang memang menjadi tanggung jawab sosial, bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja. Saya memang tidak bisa membuka lapangan kerja bagi mereka karena saya tidak memiliki perusahaan sendiri. Tetapi saya bisa memberikan gambaran peluang apa saja yang bisa memberikan penghasilan dan bisa dikerjakan oleh OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya.

informasi seputar kusta
sumber: Instagram @nlrindonesia

Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir 1,5 tahun ini membuka mata banyak orang bahwa dunia kerja pun mulai bergeser. Jika sebelumnya tugas-tugas harus dikerjakan di tempat kerja, selama pandemi ini ternyata banyak juga yang bisa dikerjakan dari rumah saja. Bahkan makin banyak pula peluang mendapatkan penghasilan secara online hanya dengan memanfaatkan gawai (handphone).

Jaman telah berubah, kalau kita tidak mau mengikuti perubahan maka kita akan ketinggalan dan tidak pernah mendapatkan apa yang kita inginkan. Para OYPMK dan disabilitas punya kesempatan yang sama untuk meningkatkan pengetahuan. Sekarang informasi mengalir begitu deras melalui berbagai jalur. Kuncinya adalah diri kita mau membuka diri untuk menerima informasi dan memilah-milah sesuai kebutuhan.

Malu bertemu orang karena memiliki perbedaan fisik? Cari peluang kerja yang memungkinkan kita untuk bekerja secara remote, dari rumah saja, tanpa perlu datang ke tempat kerja. Bangun kepercayaan orang lain kepada kita dengan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Berikan pelayanan yang terbaik kepada orang yang menjadi klien kita (pemberi kerja). Kembangkan diri dengan meng-upgrade skill dan knowledge , jangan pernah berhenti untuk belajar.

Alih-alih bekerja pada orang lain, coba deh gali potensi diri, lalu kembangkan semaksimal mungkin. Karena sudah banyak terbukti bahwa dari hobi pun kita bisa mendapatkan penghasilan untuk meningkatkan taraf hidup.

Yakinlah bahwa menjadi OYPMK dan penyandang disabilitas adalah juga merupakan anugerah Tuhan. Di balik perbedaan fisik yang kita miliki, Tuhan memberikan potensi yang tidak kalah dari orang lain. Bahkan tidak jarang, memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain yang normal secara fisik. Sekali lagi orang yang pernah mengalami kusta dan disabilitas lainnya bisa bekerja seperti yang lain. Tetap mendapatkan akses ekonomi yang sama dengan dengan yang lain. Dengan demikian pembangunan inklusif mewujud.

 

Sumber referensi:
1. Lembar saku untuk penyakit kusta, NLR Indonesia
2. Podcast SUKA (Suara untuk Indonesia Bebas Kusta)
3. https://jurnal.unpad.ac.id, “Gambaran Tingkat Pengetahuan Penyakit Kusta dan Komplikasinya pada Siswa SMAN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat”, edisi 2 Juni 2018
4. Pengalaman pribadi

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *