Lompat ke konten
Home » Ibu Bekerja » 3 Poin Penting Manajemen Waktu Ibu Bekerja

3 Poin Penting Manajemen Waktu Ibu Bekerja

  • oleh
time management

Banyak yang penasaran bagaimana saya bisa membagi waktu antara menjadi ibu bekerja dan ibu rumah tangga, juga pekerja freelance. Berbicara mengenai cara membagi waktu, kesannya seolah-olah waktu itu dikotak-kotakkan, jadinya kaku. Lalu seperti apa manajemen waktu ibu bekerja versi saya? Simak yuk…

Di dunia ini semua mendapatkan jatah waktu sama yaitu 24 jam dalam sehari. Tidak lebih dan tidak kurang. Sebagai ibu bekerja, saya mempunyai jadwal tetap yaitu jam 9.30 pagi sampai jam 5.30 sore setiap Senin sampai Jum’at harus berada di kantor. Total termasuk waktu berangkat dan pulang adalah sekitar 9-10 jam. Di luar itu adalah saatnya saya menjadi ibu rumah tangga.

Nah, waktu yang di luar jam kerja formal tadi masih harus dibagi-bagi lagi. Misalnya setiap hari jam sekian sampai jam sekian adalah waktu saya untuk menemani anak belajar. Setiap hari Sabtu dan Minggu jam sekian sampai jam sekian mengantar anak les. Dan sebagainya.

Manajemen Waktu Ibu Bekerja

Buat saya, menyikapi pembagian waktu itu tidak harus kaku. Dibuat fleksibel saja. Setiap orang punya kesibukannya masing-masing, punya jadwal kerja masing-masing, serta punya situasi dan kondisinya masing-masing yang sangat mungkin berbeda sekali dibanding yang lain.

Apalagi jika sudah berkeluarga. Belum tentu pengelolaan waktu saya bisa mengikuti atau diikuti oleh ibu bekerja yang lain. Namun demikian, tiga poin penting berikut ini bisa menjadi inspirasi untuk manajemen waktu ibu bekerja.

manajemen waktu ibu bekerja

1. Mengenali Peran

Hal pertama yang harus disadari adalah mengenali peran, karena pada kenyataannya sebagai ibu bekerja saya menjalani beberapa peran sekaligus. Peran tersebut antara lain:

  1. Sebagai ibu bekerja (karyawan di tempat kerja).
  2. Sebagai ibu rumah tangga.
  3. Sebagai pekerja freelance (usaha sampingan).
  4. Sebagai anggota masyarakat.

Saya menyadari bahwa setiap peran tersebut membutuhkan perhatian saya secara adil dan optimal. Untuk menyikapi hal ini, yang bisa saya lakukan adalah:

  1. Mempelajari dan mengatur alokasi waktu yang saya miliki.
  2. Memiliki komitmen terhadap setiap peran.

Yang pertama, dengan mempelajari dan mengatur alokasi waktu, saya belajar untuk menerapkan skala prioritas. Yang kedua, dengan adanya komitmen, saya akan berusaha agar bisa menjalankan peran saya dengan sebaik-baiknya.

Pekerjaan kantor bisa saya selesaikan tepat waktu karena saya punya komitmen dengan pimpinan dan lembaga tempat saya bekerja serta tidak ingin membawa pekerjaan ke rumah. Demikian juga untuk pekerjaan non formal (freelance).

Keluarga tetap terurus dengan saya memberikan waktu yang cukup untuk bersama mereka, karena saya memiliki komitmen dengan suami dan anak-anak, di samping tidak melupakan kodrat saya sebagai istri dan ibu.

2. Menerapkan Kerja Cerdas daripada Kerja Keras

Sebagai karyawan, saya mengalami proses perjalanan karir. Mulai dari karyawan magang, kemudian dikontrak beberapa bulan, lalu diperpanjang beberapa tahun, dan akhirnya menjadi pegawai tetap. Selama proses perjalanan karir tersebut, saya mengalami yang namanya kerja keras dan kerja cerdas.

Di awal-awal bekerja dulu saya masih fokus pada kerja keras. Satu, karena saya memang mulai kerja dari nol keahlian (zero skill), saya hanya bermodal bisa berbahasa Inggris dan komputer. Dua, karena masih beradaptasi dengan lingkungan kerja baru.

Saat masih fokus dengan kerja keras, cara kerja yang saya lakukan antara lain:

  1. Menyelesaikan sebagian besar pekerjaan seorang diri.
  2. Fokus pada cara atau metode yang sama (berdasarkan rutinitas) sehingga biasanya kurang fleksibel dalam cara mengerjakannya.
  3. Fokus pada kuantitas atau jumlah tugas yang berhasil diselesaikan dengan tidak memperhatikan kualitas yang dihasilkan.

Seiring berjalannya waktu, dengan makin mengenal apa yang dikerjakan dan output yang diminta, maka saya mulai menerapkan kerja cerdas. Hal tersebut membawa karir saya kian menanjak. Kerja cerdas seperti apa yang saya lakukan? Antara lain sebagai berikut:

a. Memilih cara yang paling efisien untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi deadline

Misalnya dengan membuat skala prioritas atau berbagi pekerjaan. Setiap hari saya selalu mempunyai daftar tugas. Nah, dari daftar tersebut biasanya saya sortir berdasarkan prioritas, mana dulu yang harus diselesaikan. Sedangkan pekerjaan yang sifatnya rutinitas, akan saya serahkan kepada asisten saya.

b. Fokus pada fleksibilitas untuk menemukan cara terbaik dalam menyelesaikan pekerjaan

Untuk pembuatan laporan tertentu saya menggunakan aplikasi atau template yang sudah ada. Namun untuk hal-hal lain saya seringkali menggunakan cara saya sendiri yang nyaman untuk saya.

c. Fokus pada kualitas dan kuantitas agar dapat memberikan hasil yang optimal

Setelah menyelesaikan satu pekerjaan, saya akan periksa ulang semuanya. Juga mereview secara teliti hasil pekerjaan asisten. Karena nantinya saya yang akan bertanggung jawab atas semua itu di hadapan pimpinan.

d. Mencari partner kerja yang sefrekuensi

Selain mempunyai asisten sebagai partner kerja internal, saya juga mempunyai partner kerja eksternal. Pimpinan saya orangnya mobiling, pindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya dalam waktu pendek-pendek. Otomatis saya harus mempersiapkan dokumen perjalanannya sewaktu-waktu beliau butuh.

Padahal tanggung jawab pekerjaan saya di kantor juga tidak sedikit. Sedangkan membuat booking online pun terkadang sungguh menyita waktu. Oleh karena itu saya menjalin hubungan baik dengan travel agent.

Itu salah satu contohnya, masih ada beberapa partner kerja eksternal saya yang lain dengan bidang keahlian yang berbeda-beda. Mereka sefrekuensi dengan saya karena mereka juga fast response dan siap membantu kapanpun saya butuhkan.

contoh kerja cerdas

Jadi, bisa disimpulkan bahwa seorang pekerja keras menggunakan energi yang banyak baik secara fisik dan emosional untuk mencapai hasil yang maksimal. Biasanya juga cenderung lebih banyak menghabiskan waktu untuk mencapai sebuah goal. Ujung-ujungnya capek secara fisik dan pikiran.

Sedangkan pekerja cerdas cukup memanfaatkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang dimiliki agar mampu mencapai tujuan dengan menggunakan energi yang minimal. Berikut ini manfaat kerja cerdas untuk ibu bekerja:

  1. Meningkatkan produktivitas, karena bekerja dengan efisien dan efektif.
  2. Meningkatkan keseimbangan hidup (work-life balance), karena memiliki lebih banyak waktu dan tenaga yang bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan aktivitas lainnya (misalnya menekuni hobi).
  3. Meningkatkan kebahagiaan, karena lebih bersemangat dalam bekerja dan merasa lebih puas dengan tugas yang dijalani sehari-hari.

3. Cerdas dalam Pengelolaan Waktu

Yang ketiga ini adalah poin yang terpenting karena ini ada hubungannya dengan work-life balance. Cerdas dalam pengelolaan waktu itu maksudnya gimana sih?

Yaitu menggunakan waktu luang secara efektif. Waktu luang memberikan kesempatan bagi seseorang untuk melakukan aktivitas di luar dari rutinitas sehari-hari, seperti beristirahat, menikmati hobi, atau bersosialisasi dengan orang lain.

Oleh karena itu lakukanlah hal-hal yang bermanfaat, seperti refreshing (memulihkan kesegaran diri), mempelajari sesuatu atau menciptakan sesuatu. Jangan pernah lelah untuk belajar. Entah mengulang hal-hal yang pernah diketahui maupun belajar hal-hal baru.

Penting bagi ibu bekerja untuk tetap mengembangkan hobi. Sesimpel saya yang suka menulis dan tersalurkan lewat blog. Maka saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ketika ada kelas-kelas ngeblog. Terlebih lagi jika ada penawaran proyek menulis artikel atau mereview produk. Lumayan ‘kan, refreshing dapat duit.

Kesimpulan

Setiap individu memiliki jatah waktu yang sama yaitu 24 jam dalam sehari namun dengan alokasi waktu yang berbeda-beda. Pada akhirnya, kalau saya ditanya mengenai manajemen waktu ibu bekerja versi saya, maka jawaban saya adalah:

  1. Saya menggunakan waktu dengan fleksibel.
  2. Saya mengerjakan tugas sesuai skala prioritas.
  3. Saya memiliki komitmen atas apa yang saya lakukan (sadar peran).
  4. Ada waktunya kerja keras namun akan lebih efektif dan efisien dengan kerja cerdas.

Berbicara tentang manajemen waktu memang tidak akan ada habisnya, karena kembali kepada situasi dan kondisi masing-masing. Semoga 3 poin penting yang saya sampaikan tadi cukup memberikan inspirasi agar tercapai keseimbangan waktu untuk bekerja, keluarga, dan diri sendiri.

Di artikel berikutnya saya akan berbagi pengalaman tentang tips ibu bekerja kantoran mengatur waktu kerja. Pada penasaran ‘kan? Simak yuk…

27 tanggapan pada “3 Poin Penting Manajemen Waktu Ibu Bekerja”

  1. Kalau ibu bekerja biasanya sesuai dengan apa yang dia pikirkan, jadi mereka merencanakan dulu. kalau aku banyak yang mikir “gimana nanti, yang penting beres” kalau para ibu-ibu baik dalam hal manajemen waktu otomatis semua pekerjaan bakal kelar hehe

  2. Menjadi ibu bekerja adalah sebuah peran ganda yang penuh tantangan. Di satu sisi, kita ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga, di sisi lain kita juga ingin memenuhi tanggung jawab pekerjaan. Tak jarang, hal ini membuat kita merasa terbebani dan kesulitan mengatur waktu.

    Namun, dengan strategi manajemen waktu yang tepat, menjadi ibu bekerja dan tetap produktif bukanlah hal yang mustahil.

  3. Keren banget tipsnya Mba Wiwin. Aku akui, jadi ibu yang harus ngurus rumah tangga, anak dan bekerja itu sesuatu yg gak mudah. Poin pentingnya juga harus satu frekuensi sama pasangan. Biar bisa membantu dan memahami satu sama lain

  4. Manajemen waktu memang perlu banget nih agar kita bisa beraktivitas secara maksimal. Tidak ada waktu yang terbuang secara cuma-cuma. Tidak hanya kerja keras saja ya, penting juga untuk menerapkan kerja cerdas, agar lebih efektif dan efisien. Terima kasih atas artikelnya yang sangat menginspirasi. Jadi lebih semangat lagi untuk selalu menggunakan waktu sebaik mungkin.

  5. Double peran ini sih yang bikin capek dan lelah terus menerus, kalau menurut aku yang juga ibu pekerja.. Tetap semangat semua ibu bekerja dimanapun berada, ya!

  6. Menjadi ibu tidak semudah yang aku bayangkan dulu, apalagi klo kita punya pekerjaan sambilan, menurutku para suami” ini juga harus mengerti kebutuhan istrinya mengingat pekerjaan ibu sangat banyak. Mungkin suami” ini harus menyediakan alat tempur yang bisa menunjang pekerjaan rumah, Seperti mesin cuci baju dan piring, vacuum cleaner, ini akan meringankan pekerjaan ibu”,, bapak” sekalian

  7. Alhamdulillah ya Mbak kalau di kantor ada kebijakan tidak usah membawa pekerjaan ke rumah. Kalau nggak ya tambah mumeeet.

    Eh tapi daku penasaran, Mbak kalau di rumah pakai jasa ART, tukang setrika, atau langganan katering+laundry? Atau dikerjakan sendiri / kerja sama dengan anggota keluarga yg lain?

    1. @ Avizena Zen:
      Tidak pakai ART, tidak langganan laundry, dll. Selama ini berbagi tugas saja dengan suami. Juga melibatkan kedua anak saya untuk bantu-bantu semampu mereka.

  8. Kuncinya memanage waktu itu dibuat fleksibel aja ya. Tidak perlu kaku dan dikotak-kotakkan. Tapi, dari baca artikel ini, membuat managemen waktu itu secara tidak langsung kita jadi disiplin dan sesuai jadwal. Menghargai waktu dan tidak membuang waktu sia-sia. Apalagi bagi ibu bekerja yang waktunya lebih banyak di luar rumah.

  9. Setuju nih tentang bab kerja cerdas, daripada kerja keras. Zaman masih ngantor aku pun kayak gini, pilih-pilih kerjaan di rumah yg prioritas aja, kalau engga bisa dikerjakan semua.
    Atau bagi-bagi lah sama seluruh anggota keluarga, gotong-royong gitu.

  10. Poin ke dua itu kadang masih banyak yg susah bedain. Pengalaman punya temen ibu bekerja, padahal udah di rumah, tapi masih aja ngurusin kerjaan. Jadinya, anak nggak terlalu diperhatiin.

  11. Salut buat para ibu bekerja yang cerdas dalam manajemen waktu. Karena itu kan bukan hal yang mudah ya. Tentunya jangan lupa me time ya

  12. Bener, sebelum kerja cerdas kadang kita perlu kerja keras dulu. Baru deh kalau sudah paham kita bisa perlahan mengatur strageti untuk bekerja cerdas. Buat ibu bekerja pun juga begitu ya.

  13. Mengenali peran berada di urutan pertama banget ya. Tapi, benar juga sih. Begitu kita mengenali peran masing-masing maka kita bisa membagi waktu sesuai perannya. Kayak peran ibu rumah tangga, ibu pekerja dan bahkan freelancer.

  14. Keren ini Mbak Wiwin. Dengan berbagai peran, bisa memanejemen waktu dengan baik. Dan saya suka sekali pembahasan kerja cerdas, bukan kerja keras. dengan begitu bisa mengefisienkan waktu, akhirnya semua aktivitas prioritas bisa dilakukan.

  15. Skala prioritas sangat penting sih kak. Ga peduli bapak2/ibu2 yg bekerja. Selama kita tahu prioritas krjnya, apapun yg kita lakukan jg akan bgs sesuai tempatnya.

    Smg dgn manajemen wkt ini bikin emak2 makin produktif sambil hrs trs mengurus keluarga dan karier sendiri.

  16. jadi ibu sembari bekerja memang jadi tantangan sendiri ya mba. kudu pinter memanage waktu dengan baik agar waktu bekerja dan bersama keluarga jadi terorganisir

  17. Oh begitu esensi menejemen waktu yaa, ka..
    Aku baru sadar kalau memang kita kerap terlalu kaku dalam memberikan ruang gerak dan waktu sehingga pertanyaan orang-orang selalu bikin bingung.

    Pastinya 24 jam setiap manusia gak pernah sama digunakan untuk apa aja.
    Sehingga mencari porsi yang pas dan tepat untuk masing-masing aktivitas demi tercapainya goals di hari itutu.. penting banget.

  18. Mantab banget Mbak.. kerja di kantor, masih sempat nge-freelance, tetap jalankan peran sebagai ibu di rumah… Aku harus belajar banyak untuk manajemen waktunya, karena sering kali masih kelelahan sendiri…

  19. salah satu tantangan ibu bekerja adalah soal manajemen waktu dan manajemen diri ya. ini kadang bisa skip karena kelelahan, disinilah dibutuhkan support system yang juga mendukung seperti anggota keluarga (anak) dan pasangan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *