Ibu bekerja dan mengurus keluarga bukan hal baru lagi. Namun kalau mau didiskusikan secara terbuka dan kesiapan hati, apakah semuanya berjalan mulus? Apakah semuanya berlangsung seperti yang diharapkan? Simak yuk, saya akan mengulas tentang tantangan ibu bekerja.
Di pagi hari, agenda rutin para ibu antara lain mandi, menyiapkan sarapan pagi buat diri sendiri, anak, dan suami, mengurusi kebutuhan anak, setelah itu bersiap-siap berangkat ke tempat kerja. Kedengarannya sangat repot, tapi karena sudah biasa, seorang ibu menjalani dengan gembira.
Namun, kadang keluarga dan karier tidak berjalan di arah yang sama. Alhasil si ibu pun dihadapkan pada suatu tantangan yang berat.
Sumber-sumber Tantangan Ibu Bekerja
Di periode yang sudah lebih menyetarakan hak perempuan dan laki-laki dalam dunia kerja ini, dari pihak manakah tantangan-tantangan bisa berasal? Bila dikelompokkan, ada tiga sumber tantangan yang harus dihadapi oleh ibu bekerja yang sekaligus ibu rumah tangga untuk sukses tanpa rasa bersalah.
1. Lingkungan Kerja
Kata ‘emansipasi’ dan perwujudan arti kata tersebut rupanya menjadi tantangan tersendiri bagi ibu bekerja. Saat ada masalah keluarga, seperti anak sakit, suami tidak bekerja, ART berhenti bekerja tiba-tiba, keluarga punya masalah, seorang ibu bekerja tetap dituntut untuk menunjukkan sikap profesionalismenya.
Pada beberapa organisasi dan perusahaan, memang seringkali ada toleransi yang cukup berpihak kepada perempuan di saat kinerja mereka terpengaruh oleh masalah keluarga. Bersyukur sekali saya bekerja di institusi yang memiliki cukup toleransi.
Namun, tidak sedikit juga organisasi dan perusahaan yang tidak bisa menolerir hal tersebut dan meniadakan unsur gender bila sudah berurusan dengan komitmen, kinerja dan profesionalisme.
Yuk, coba dibuat daftar apakah Anda termasuk yang:
- Sering terpaksa meninggalkan kantor secara tiba-tiba untuk urusan keluarga?
- Sering mendelegasikan tugas karena ada urusan keluarga?
- Sering minta pengertian tim dan atasan bila hasil kerja tidak mencapai target dengan alasan ada masalah keluarga?
- Sering membawa pekerjaan yang tidak selesai di kantor untuk dibawa pulang, dan keesokan harinya membawa kembali ke kantor dokumen yang tidak tersentuh sedikit pun tersebut karena kesibukan dalam keluarga?
2. Keluarga dan Lingkungannya
Macam tantangan ibu bekerja yang ada dari pihak keluarga juga tergantung pada bentuk hubungan antar anggota keluarga, usia perkawinan, tingkat kematangan anggota keluarga, ada tidaknya jaringan pendukung yang dimiliki oleh keluarga tersebut, dan lain-lain.
Bila disebutkan secara terperinci wujud tantangannya, berikut daftar yang mungkin terjadi:
1. Suami
- Sebetulnya mengharapkan istri menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, tapi juga memerlukan tambahan penghasilan dari pihak istri untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
- Ego pria terganggu ketika istri lebih berhasil dalam kariernya dengan pendapatan yang lebih besar juga.
- Tuntutan agar istri pun tampil prima 100% saat menjalankan fungsinya sebagai ibu rumah tangga dan istri, apapun masalah dan beban yang ditanggung di pekerjaan.
- Tidak toleran atau sangat kaku dalam melihat hubungan profesional sang istri dengan rekan-rekan kerja prianya.
- Tidak toleran bila istri pulang kerja lebih malam dari suami, apapun alasannya.
- Tidak toleran bila istri membawa pekerjaan kantor ke rumah.
2. Anak
- Berharap ibunya mengantarkan ke sekolah tiap hari atau sesering mungkin.
- Berharap ibunya ada di rumah saat ia pulang dari sekolah.
- Berharap ibunya tidak bekerja saat ia liburan sekolah.
- Berharap ibunya lebih sering masak makanan kesukaannya.
- Merajuk karena ibunya pulang larut malam dari kantor dan tidak sempat main dengannya.
- Sering merasa ibunya lebih tidak sabar dengan alasan sudah pusing di kantor, pusing di rumah pula.
- Ibu bekerja anak sakit.
- Prestasi anak di sekolah merosot, tidak naik kelas.
3. Mertua / orang tua
- Memandang sebelah mata akan keberadaan ibu bekerja (wanita karier).
- Menuntut agar meluangkan waktu lebih banyak untuk keluarga.
- Membantu setengah hati saat ada masalah keluarga, seperti anak sakit atau menitipkan rumah karena ART berhenti bekerja tiba-tiba, dan Anda tetap harus ke kantor.
- Menganggap Anda tidak menghormati suami karena dinilai tidak puas dengan penghasilan yang ada (tanpa mengetahui persis gaji suami Anda).
- Tidak melihat keputusan tetap bekerja setelah menikah sebagai bagian dari aktualisasi diri Anda.
4. Jaringan pendukung (support system) di rumah
- ART tidak mematuhi perintah.
- ART tidak bisa dipercaya.
- Daya tangkapnya rendah, sehingga selalu salah dalam mengerjakan apa yang Anda perintahkan.
- Melawan atau bersikap seenaknya.
- Merasa lebih berkuasa di rumah, termasuk merasa lebih tahu segala urusan dibanding Anda yang jarang di rumah.
- Manajemen uang belanja kacau.
3. Diri Sendiri
Sumber tantangan yang terakhir justru datang dari diri sendiri. Segala sesuatu yang berkecamuk di pikiran dan hati kitalah yang dapat menjadi tantangan terbesar untuk sukses di kehidupan keluarga dan karier.
Apa saja yang biasanya berkecamuk di dalam pikiran dan hari seorang ibu bekerja?
- Merasa bukan ibu yang baik saat anak-anak sakit dan Anda tidak bisa tidak tetap harus pergi ke kantor.
- Merasa bersalah saat prestasi sekolah anak menurun.
- Merasa bersalah saat tidak bisa cuti di saat anak libur sekolah.
- Tidak rela saat anak terlihat lebih dekat dengan ART dan tidak mau bermain dengan Anda.
- Merasa mertua menjadi partai oposisi karena Anda merasa mereka tidak menyetujui keputusan Anda untuk tetap bekerja.
- Merasa suami tidak mengerti betapa beratnya menjadi ibu bekerja multi peran (berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan ibu bekerja atau wanita karier).
- Merasa khawatir akan semakin dinginnya hubungan dengan suami karena kesibukan masing-masing.
- Merasa lebih tidak sabar dengan segala permasalahan yang ada, baik di rumah maupun di kantor, karena Anda merasa sudah kehabisan energi.
- Merasa tidak adil karena tidak memperoleh promosi jabatan atau kesempatan training di luar kota atau luar negeri hanya karena perusahaan meragukan komitmen Anda yang berperan ganda.
- Merasa bersalah saat berada di kantor karena meninggalkan keluarga, namun tidak tenang saat berada di rumah karena terpikir masalah di kantor yang belum tuntas.
Situasi-situasi di atas haruslah dicarikan jalan keluarnya, karena kalau tidak Anda tidak bisa menikmati hidup dengan benar dan tidak mampu menjalankan segala sesuatunya dengan totalitas hati, pikiran, dan raga.
Solusi Menghadapi Tantangan-tantangan Tersebut
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membuat Anda secara perlahan-lahan mampu menyeimbangkan kehidupan pribadi dan kehidupan kerja secara benar.
1. Harus vs Ingin
Pertanyakan pada diri sendiri secara tuntas: apa hal-hal yang memang ingin dilakukan dan yang harus dijalankan? Seringkali, kedua hal ini tak sama. Anda ingin lebih banyak meluangkan waktu dengan anak, namun saat ini Anda harus bekerja karena masalah keuangan keluarga.
Tentunya melakukan segala sesuatu yang didasarkan pada keinginan akan lebih nyaman dibanding melakukannya karena keharusan. Tetapi bila hal itu kenyataannya, Anda pun harus lebih realistis dan menapak bumi dengan menjalankan segala sesuatu yang harus tersebut dengan kedewasaan dan komitmen.
Sesudah Anda menyadari betul kelompok “harus” dan kelompok “ingin” ini, coba membaginya lewat obrolan santai dengan orang-orang yang Anda cintai dalam keluarga.
Tujuannya sederhana, membangun pengertian dan tentunya saling dukung terhadap situasi tersebut. Suami Anda akan lebih mengenali dinamika yang terjadi di pikiran dan hati Anda, dan memahami situasi yang terjadi.
Obrolan seputar “harus” versus “ingin” ini juga membuat hubungan dalam anggota keluarga juga lebih matang. Ada bentuk toleransi yang bisa dibangun bila semua anggota keluarga saling memahami, bahwa Anda juga ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka, namun kadangkala hal tersebut sulit diwujudkan.
Toleransi ini bila betul-betul terjadi dengan baik dalam keluarga, maka bentuk hubungannya bukan menjadi saling menuntut melainkan saling memberi, termasuk memberikan pengertian dan kasih sayang yang tulus. Alhamdulillah saya berada dalam situasi dan kondisi yang demikian.
Namun kepekaan tetap harus dijaga, jangan sampai begitu memperoleh strategi “harus” versus “ingin” ini, Anda mempergunakannya secara membabi buta dan salah kaprah. Libatkan selalu hati Anda untuk menentukan batasannya.
2. Mental Detox
Hidup pada dasarnya dipengaruhi oleh bagaimana cara Anda memandang segala sesuatu yang terjadi dalam hidup.
Jadi tolong kaji ulang semua perasaan bersalah, tidak rela, khawatir, tidak adil, dan lainnya yang berkecamuuk di hati dan pikiran Anda. Adakah cara berpikir yang tidak perlu? Adakah cara berpikir yang justru bikin situasi runyam dan tak menyelesaikan masalah?
3. Kelola Jaringan Pendukung (Support System)
Selain anggota keluarga inti, kebanyakan keluarga Indonesia juga mempunyai anggota keluarga tambahan yang banyak membantu kegiatan operasional sehari-hari di rumah. Jangan sepelekan peran jaringan pendukung seperti ART, baby sitter si kecil dan para “asisten pribadi” lainnya.
Keberadaan mereka sungguh berarti dan perlu dihargai secara benar. Libatkan mereka sebagai tim kerja yang solid. Kuncinya adalah membuat aturan main yang jelas, betul-betul dipahami, sampaikan mengapa hal-hal tersebut harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar.
Jangan lupa tambahkan apresiasi betapa terbantunya kita karena kehadiran mereka. Plus, luangkan waktu dan tenaga yang cukup saat awal bekerjasama dengan mereka, saat mereka berorientasi pada tugas-tugas baru mereka. Masa training yang tuntas di awal akan lebih mengurangi berbagai masalah di kemudian hari.
4. Kelola Kendali
Saat semua peran menumpuk menjadi satu, yang ada dalam pikiran Anda adalah segala sesuatunya harus ada dalam kontrol agar semuanya dapat terlaksana dengan baik. Namun, kendali atau kontrol yang semuanya terletak di tangan Anda juga dapat melelahkan diri sendiri dan justru membuat permasalahan baru.
Sebagai ibu, Anda merasa harus membantu proses belajar anak. Lakukanlah secara optimal. Namun kemudian ajak si anak untuk melihat peran yang ada di tangannya juga.
- Bukan Anda yang harus menjawab pertanyaan guru di kelas.
- Bukan Anda yang harus malu saat ditegur guru karena tidak mengerjakan PR, padahal Anda telah mengingatkan anak untuk mengerjakannya.
- Bukan Anda yang harus menjawab soal-soal ujian di akhir tahun.
Lakukanlah pembimbingannya secara berkelanjutan sebagai peran yang memang ada di tangan Anda, namun kemudian jangan hancur dan menyalahkan diri sendiri kaena merasa bukan sebagai ibu yang baik saat anak tidak naik kelas.
Ibu yang baik juga adalah ibu yang menanamkan arti tanggung jawab pada diri dan kehidupan sang anak, sesuai dengan perkembangan usianya. Jangan lupa juga, ada porsi kendali yang tetap ada pada tangan Sang Khalik.
Ikhlaskan sebelum berproses, berikhtiar selama berproses, dan berserah diri secara dalam akan apa pun yang akan terjadi.
Salut untuk ibu-ibu luar biasa yang tangguh dengan segenap kelembutan hati dan kebulatan tekadnya!
Di artikel berikutnya saya mau berbagi inspirasi tentang me time ibu bekerja ala saya, penasaran? Tunggu yaaa…
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga (1 suami + 2 anak laki-laki), dan freelance blogger. Baginya blog adalah media menulis untuk bahagia (work-life balance). Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.
Tantangan terbesar ibu bekerja menurutku sih zaman anak-anak balita smp SD. Alhamdulillah, lingkungan kerjaku mendukung sih. Waktu baru melahirkan, boleh agak lama di rumah aja, di luar waktu cuti melahirkan. Kata pimpinan, barangkali masih kangen. Ya ilahaa…berat bo, ninggalin bayi.
Setiap masa, memang tantangannya beda-beda sih. Semangaat ya para ibu bekerja di luar rumah.
Mental detox ini teorinya terasa mudah tetapi menerapkannya ke diri sendiri sulit sekali menurutku.
Sebagai working mom emang kudu punya dukungan dari keluarga yaa. Terutama anak dan suami. Jika ada restu suami maka segalanya bisa lebih lancar.
Terus kalau ada drama ART aku lebih suka off-kan saja. Mending beli lauk /langganan katering dan baju taruh laundry. Rumah dibersihkan sebisanya.
Kalau dari pengalaman pribadiku, tantanganny aselalu saja datang dari rekan kerja. Beruntung belakangan ini aku udah komitmen hanya mau dengerin dan mikirin hal-hal yang bisa aku kontrol aja.. nah, karena omongan mereka adalah suatu hal yang nggak bisa aku kontrol, jadi aku cuekin aja hehe :’)
Hal yang terlihat berat, tetapi kalau sudah terbiasa dilakukan jadi terlihat mudah saja ya. Salut banget sama IRT yang juga punya aktivitas segudang . Multitasking yang sangat luar biasa menurut saya. Poin nomor 2 keren juga ya, mental detox, intinya tetap positive thinking dalam hal apapun, agar mindset tetap terjaga dengan baik. Well, this is very nice post !!
Ibu yang bekerja memang tantangannya kan berlipat-lipat. Baik di tempat kerja, maupun di rumah. Salah satunya, alih-alih membawa pekerjaan ke rumah, biar bisa selesai. Nyatanya, di rumah sudah menunggu pekerjaan rumah juga, sehingga pekerjaan kantor malah tak diselesaikan, besoknya malah menumpuk. Tapi Insya Allah segala tantangan bisa dihadapi.
Menjalani peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan ibu bekerja memang bukan hal yang mudah.
Rasa bersalah yang kerap muncul karena merasa kurangnya waktu untuk keluarga tidak bisa dihindari begitu saja.
Sehingga, mental detox itu perlu banget.
Penting untuk diingat bahwa setiap ibu bekerja adalah berbeda dan memiliki kebutuhan dan tantangan yang unik. Apa yang berhasil untuk satu ibu mungkin tidak berhasil untuk ibu lainnya. Yang terpenting adalah menemukan strategi yang tepat untuk membantu ibu bekerja menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga dengan cara yang sehat dan bahagia.
Mengendalikan emosi ini memang jadi PR yang luar biasa ya. Antara menahan untuk tetap sabar, tetapi di sisi lain geregetan mau meluapkan amarah.
Banyak sekali tantangan ibu bekerja ya. Paling susah bersikap profesionalisme saat sedang ada masalah keluarga, rasanya pengen nangis tapi masih di kantor, hehe. Semangat yaa para ibu bekerja ????
yang penting menjalani hidup dengan bahagia, sehingga apa pun masalahnya akan bisa dicari jalan keluarnya.
Adek saya kerja dari jam 2 subuh + antar jemput anak sekolah + ngurus rumah + melayani suami, masih dicap pemalas ….
Ibu bekerja itu punya tantangan yang banyak banget. Dan nggak semua ibu bekerja dapat dukungan dari lingkungan sekitar. Sehat-sehat untuk semua ibu.
Banyak juga tantangan yang harus dihadapi oleh ibu bekerja ya
Makanya ibu bekerja butuh support system ya mbak
Di rumah, aku jg sebisa mgkn ga nyuruh2 ibuku utk beraktivitas lebih. Bahkan kalo bs, kerjaan yg bs digantikan mesin ya hrs pake mesin. Jd mental health-nya bs terjaga.
Kalo udh ada masalah, biasanya ibuku ntr jg bakalan marah2. Serumah bakal kena imbasnya deh. Mknya jgn sampe memantik emosi sang ibu ya.
Memang luar biasa ya mbak tantangan seorang ibu yang harus bekerja sekaligus berperan sebagai ibu dan istri di rumah. Apalagi kalau lagi hectic2nya, peran anggota keluarga lain harus diikutsertakan sih
Banyak juga yang bisa jadi sumber tantangan ibu bekerja. Untungnya banyak juga solusi yang bisa dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada.
Tantangan dari diri sendiri sih yang paling gampang bikin goyah, bad mood, dan segala rupa keribetannya. Apalagi kalau kendali untuk bikin diri tetap rileks dan fokus pada prioritas termasuk mengerjakan segala urusan itu satu per satu, kadang nggak mudah. Paling berasa kalau lagi multitasking yang disengaja, makin bikin tantangannya berasa beraaattt warbiyasah.
Tantangan untuk seorang ibu yang bekerja itu memang se-complicated itu, ya. Tapi kita ingat there is a will there is a way, pastinya akan ada jalan di setiap dinamika kehidupan, termasuk saat harus bergumul dengan masalah pekerjaan versus keluarga
Kalo sekarang ini alhamdulillah support sistem ku suami. Karena hidup jauh dari orang tua. Jadi apapun itu orang no satu yang kasih dukungan hanya suami, sama anak. Untuk anak sendiri alhamdulillah dia sudah mengerti dan nggak terlalu merepotkan malah Dia yang banyak membantu saya.
Setiap rumah tangga memiliki kebijakan nya masing-masing, apapun keputusan yang diambil tentunya mempunyai resikonya masing-masing tidak perlu saling menyalahkan
Walo udah sibuk di luar, tapi prioritas sebagai ibu rumah tangga, harus dijalani ya mbak. Sekalipun juga banyak tantangannya. Semangat ibu bekerja.
Dulu menjadi ibu bekerja, dan sekarang jadi ibu di rumah, aku paham banget tantangan selalu ada di apa pun kondisinya. Dulu sering merasa jadi ibu di rumah, pasti tantangannya nggak terlalu kompleks. Nyatanya tantangan jadi ibu di rumah pun nggak sedikit. Bismillah semoga diberi kekuatan menghadapi apa pun tantangan yang terbentang.
tantangan ibu bekerja emang wow banget, banyak gesekan dari banyak pihak terutama intern keluarga. membangun komunikasi dan support system emang jadi solusi tepat
Waaaa tantangan ibu bekerja ini banyak banget ya kak sumbernya, untung ada cara menghadapinya yang bisa saya pelajari dari sini. Karena kedepannya kalau menikah, saya juga pengen tetep jadi ibu pekerja
Alasanku tidak tertarik untuk kembali bekerja kantoran tuh ya kayak gitu. Aku takut gak bisa menghadapi tantangannya apalagi kalau udah berurusan sama keluarga.. jadi lebih menikmati pekerjaan freelance aja untuk sekarang.
Sebagai ibu bekerja memang tantangannya banyak ya. Dulu teman saya satu kantor juga begitu. Cuma saya sebagai partner kerja lebih sering maklum aja misal dia izin karena anak sakit dll.