Menjadi ibu bekerja full time dan sudah berusia paruh baya namun masih memiliki anak usia SD, bahkan masih duduk di kelas 1, itu menjadi tantangan tersendiri buat saya. Bisa dibilang ini menjadi salah satu dilema ibu bekerja yang memiliki peran ganda. Namanya tantangan, berarti bukan kendala, pasti ada solusi untuk itu. Lalu bagaimana cara saya sebagai ibu bekerja menghadapi tantangan ibu bekerja yang memiliki anak SD? Simak yuk, sharing saya berikut ini.
Tantangan Ibu Bekerja yang Memiliki Anak SD
Mengutip dari salah satu artikel di situs mommiesdaily.com, di sana sebutkan bahwa ada beberapa tantangan yang kerap dihadapi oleh ibu bekerja yang memiliki anak usia sekolah dasar, yaitu antara lain:
- Sulit terlibat dalam kegiatan sekolah
- Suka ketinggalan informasi tentang Kegiatan Belajar Mengajar
- Kehabisan tenaga menemani anak belajar
- Pusing memikirkan menu bekal sekolah
Yuk, kita kupas satu per satu.
1. Sulit Terlibat dalam Kegiatan Sekolah
Saya sangat bersyukur mendapatkan lingkungan sekolah yang kondusif buat anak-anak dan orang tua. Baik si Kakak maupun si Adik selama bersekolah mereka selalu betah, tidak pernah mengalami masalah yang berarti baik dengan guru maupun dengan teman-temannya. Anak-anak saya bisa bersosialisasi dengan baik di manapun berada, khususnya di sekolah.
Di sekolah anak-anak saya, semuanya ada Komite Sekolah dan grup WA untuk para orang tua masing-masing kelas. Berysukurnya saya adalah grup-grup tersebut tidak eksklusif. Sehingga saya, sebagai orang tua yang jarang bisa berkumpul dengan mereka, cukup merasa nyaman. Sesekali diajak iuran karena ada guru yang sakit atau turut berperan serta mengisi acara wisuda anak (ketika si Adik wisuda TK), buat saya tidak masalah.
Nah, yang saya belum pernah bisa berperan aktif adalah menjadi guru tamu di sekolah anak saya. Kebetulan ada jadwal khusus dimana orang tua diundang menjadi pengisi kegiatan belajar mengajar. Selain waktunya yang tidak pas, karena jam sekolah sama dengan jam kerja, juga karena saya tidak pandai mengajar anak-anak, pun saya juga bingung apa materi yang akan disampaikan.
2. Suka Ketinggalan Informasi tentang Kegiatan Belajar Mengajar
Mengenai informasi kegiatan belajar mengajar di sekolah anak saya, alhamdulillah sejauh ini saya merasa tidak ketinggalan. Biasanya di awal tahun sekolah mengadakan parent’s meeting. Di dalam kegiatan tersebut, orang tua mendapatkan informasi mengenai program apa saja yang akan diberikan oleh sekolah kepada anak didiknya selama satu tahun ajaran.
Setelah meeting, guru kelas masing-masing memberikan informasi mengenai:
- Kalender Akademik Tahun Pelajaran yang akan berjalan
- Kisi-kisi materi kelas 1 untuk tahun pelajaran itu (kebetulan anak saya kelas 1 SD)
- Materi dan handout
- Buku pelajaran yang digunakan (untuk kelas anak saya: buku Matematika dan Bahasa Inggris yang bisa didownload sendiri)
Selanjutnya guru kelas juga membuat grup WA khusus berisi orang tua para siswa dan guru-guru kelas. Grup tersebut dibuka dua arah, sehingga orang tua dan guru bisa berinteraksi. Biasanya grup ini digunakan oleh guru untuk menyampaikan informasi dari sekolah, misalnya ketika akan ada kegiatan tertentu, dan lain-lain. Orang tua juga memanfaatkan grup ini untuk menginformasikan kepada guru ketika anaknya tidak bisa masuk sekolah karena sakit dan lain-lain.
3. Kehabisan Tenaga Menemani Anak Belajar
Sesampai di rumah, saya selalu menyediakan waktu untuk cek isi tas si Adik. Memastikan bahwa tidak ada baju kotor di dalamnya, memastikan ada PR apa hari itu, dan lain-lain. Sebelum masuk sekolah, gurunya sudah memberitahu agar ada satu buku tulis yang selalu ditaruh di dalam tas. Buku itu berfungsi sebagai tempat latihan belajar anak.
Biasanya, hari itu si Adik dapat pelajaran apa, maka akan ada PR yang ditulis atau ditempel oleh gurunya di dalam buku tersebut. Nah, si Adik maunya mengerjakan PR hanya kalau ditemani oleh ibu (yaitu saya). Jadilah si Adik mengerjakan PR di malam hari setelah makan malam. Sejauh ini alhamdulillah lancar, meskipun memang butuh sabar menemani belajar si Adik. Kenapa? Hahaha.. banyak ngobrolnya sihhh….
Jujur saja, saya adalah ibu yang tidak sabaran kalau mengajari anak belajar. Oleh karena itu, sejak masih duduk di bangku TK B saya sudah mengikutkan si Adik bimbingan belajar Calistung. Begitu masuk SD, si Adik sudah lancar membaca dan berhitung. Sehingga ketika menemaninya mengerjakan PR saya hanya tinggal memastikan bahwa PR-nya diselesaikan. Saya tidak lagi mengajarinya apa-apa.
So, mengikutkan si Adik bimbingan belajar adalah salah satu usaha saya agar tidak dzolim terhadap anak. Toh di luar sana banyak orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Mereka berhak mendapatkan rezeki dengan mengajar anak-anak kita. Selanjutnya kewajiban saya untuk membayar jasa mereka.
4. Pusing Memikirkan Menu Bekal Sekolah
Bersyukur saya karena di sekolah si Kakak dan si Adik ada makan siang dari sekolah. Iya, katering yang dimasak di dapur sekolah, bukan dari luar. Sehingga terjamin kebersihan dan kesehatannya. Selain mendapat makan siang, anak-anak juga mendapatkan snack.
Tentu saja ini menjadi berkah tersendiri buat saya. Pertama, jelas katering sekolah ini menjadi penolong saya yang memang tidak suka memasak. Kedua, katering ini membuat si Adik jadi mau makan apapun, tidak picky eater lagi. Karena guru mewajibkan anak-anak menghabiskan makanan yang sudah ada di piring, tidak boleh meninggalkan sisa.
Jadi, menyediakan bekal sekolah anak buat saya hanya bersifat ekstra. Tambahan saja. Mengingat ada hari-hari tertentu dimana si Adik ada kegiatan ekstrakurikuler sehingga pulang lebih sore serta masih ikut bimbingan belajar di luar sekolah 2x di hari-hari sekolah.
Gimana, Bu? Yukkkk… berbagi pengalaman di kolom komentar.
Memiliki nama lengkap Wiwin Pratiwanggini. Berprofesi sebagai ibu bekerja full-time, ibu rumah tangga, dan freelance blogger. Baginya blog adalah ruang berbagi inspirasi dan media menulis untuk bahagia. Blog ini juga terbuka untuk penawaran kerjasama. Pemilik blog bisa dihubungi melalui email atau WhatsApp. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.
Ini yang dialami adik ipar saya, Mbak. Dia bekerja dan 3 anaknya sekolah semua. 2 SD dan 1 TK. Dan semua hal di atas dialami, termasuk kesulitan mengatur menu bekal. Jadi kadang dia mensiasati stok naget, sosis, atau beli ayam goreng siap santap. Sedangkan untuk belajar, didatangkan guru les. Tapi Insya Allah, semua akan bisa ditangani.
Menjadi ibu bekerja dan memiliki anak SD memang bukan perkara mudah. Di satu sisi ingin sekali menemani anak, namun di sisi lain ada tanggung jawab yang memang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Semangat buat pada ibu yang juga bekerja
Tantangannya sesuatu juga ya buat ibu bekerja, karena jadinya kurang/tidak mengetahui perkembangan sekolah si kecil, padahal di satu sisi itu adalah momen penting dalam mendampingi mereka
Bener bgt tuh bun. Si anak jd kurang kasih sayang dr ortunya tuh kalo sampe ibunya jg bekerja. Biasanya tuh yg mulai nyiapin mandi, sarapan, bahkan sampe nemenin belajar ya sama mamanya. Ini kalo sampe papanya jg bekerja ya si anak bakal tinggal ama nenek/pembantunya tuh. Bisa jadi ntar tumbuh kembang anak kurang maksimal krn peran ortu ke anak bakal berkurang.
Menjadi ibu bekerja sambil mengurus anak SD memang penuh tantangan. Menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan keluarga adalah kunci. Perlu strategi khusus agar anak tetap merasa diperhatikan dan kita bisa berkarier dengan tenang. Tentu dibarengi dengan dukungan suami yah
padahal seru banget kalau mba bisa jadi guru tamu di sekolah anak, bisa berbagi cerita tentang dunia kepenulisan…anyway..semangaatt mbaa, semoga sehat-sehat untuk tetap mendampingi anak
Tantangan banget ya mbak jadi ibu bekerja yang punya anak SD. Tapi, Alhamdulillah selalu bisa diatasi dengan baik. Jadi solusi juga ya bagi ibu bekerja mungkin bisa memilih sekolah yang menyediakan makan bagi anak, biar nggak pusing mikirin bekal ke sekolah, hehe.
Ibu bekerja itu lelahnya tidak terkira lho…
Jangan sampai mama cantik menerkam anak dan suami di rumah gegara capek habis kerja
Kerasa banget deh mbak gimana effortnya seorang ibu bekerja saat harus menyiapkan bekal sekolah. Dulu pas awal2 selesai masa covid, saya sudah enggak ngantor lagi, jadi lumayan longgar waktunya untuk membuatkan bekal anak bungsu yang waktu itu kelas 5 SD.
Kesulitan yang sama juga dirasakan oleh working home mother. Masih pula ditambah dengan menjelaskan pada sesama wali murid yang kadang nggak mau paham bahwa kita tuh punya pekerjaan profesional yang dikerjakan di rumah (bukan di kantor).
Semangat ya para ibu!
Gak ngebayangin sih bagaimana repotnya ibu bekerja yang punya anak SD, kelas 1 lagi. Mengingat karena ini awal, anak juga sedang beradaptasi di lingkungan baru di mana artinya anak butuh banget perhatian. Tapi, meski begitu, ibu bekerja nggak usah sedih, soalnya selalu ada solusi di setiap masalah.
Wkwkwk saya banget ini, 3 kiddos saya masih SD semua, jujurly saya jarang terlibat kegiatan mama-mama di sekolah, seperti karnaval sekolah dll
Kalau pagi puyeng siapkan bekal juga sih
Yah, gimana mau sering terlibat ya. Saat ada urusan sekolah kan pasti hari kerja. Sementara ibu bekerja belum tentu dapat ijin untuk menghadiri. Tantangan banget ini tuh
Usia sekolah dasar memang masih butuh pendampingan banget yaa.. ka Win.
Apalagi anak kelas kecil. Tapi yakin siih.. anak-anak yang terbiasa dengan Ibu yang gak selalu ada stay di rumah, biasanya lebih mandiri dan problem solver yang baik.
Wah, cerita yang relatable banget nih buat ibu-ibu bekerja! Tantangan ngatur waktu antara kerja dan urus anak emang gak mudah, apalagi kalau harus update terus sama kegiatan sekolah dan PR anak. Salut deh buat yang bisa tetap nyempetin waktu, walaupun mungkin udah capek banget pas pulang kerja. Pusing menu bekal juga udah jadi makanan sehari-hari buat para ibu ya, untungnya kalau ada katering dari sekolah bisa sedikit bernapas lega. Yang penting sih, anak happy dan ibu tetap waras! ?