Lompat ke konten

Suka Duka Ibu Bekerja dan Mengurus Rumah Tangga

Sejak menikah dan memutuskan untuk tetap menjadi ibu bekerja, tidak berarti hidup yang saya jalani mulus-mulus saja. Selalu ada yang namanya suka duka ibu bekerja dan mengurus rumah tangga. Saya rasa di luar sana juga banyak yang mengalami. Tentu saja pengalaman antara satu ibu dengan ibu yang lainnya belum tentu sama, malahan bisa jadi sangat berbeda. Penasaran dengan suka duka versi saya? Simak terus yuk…

Keputusan Menjadi Ibu Bekerja Sekaligus Ibu Rumah Tangga

Sebelum menikah, saya adalah perempuan mandiri. Saya sudah menjadi wanita karir sejak menginjak usia 20 tahun, tepatnya di usia 19 tahun 9 bulan. Mulai dari sekedar magang selama 5 bulan, kemudian dikontrak resmi menjadi asisten di bagian administrasi, dan seterusnya, hingga akhirnya menjadi tangan kanan big boss sampai sekarang.

Mengingat pada saat menikah itu suami belum memiliki pekerjaan tetap, maka kami putuskan untuk saya tetap bekerja. Kesimpulannya, saya menjadi ibu bekerja sekaligus ibu rumah tangga. Dengan senang hati saya menerima keputusan itu karena saya sendiri memang lebih suka bekerja daripada full di rumah.

Konsekuensi dari keputusan tersebut adalah pada jam kerja saya adalah ibu bekerja di luar rumah, tetapi setelah pulang kerja saya adalah ibu rumah tangga. Jam kerja normal saya di luar rumah (kantor) adalah 9 jam sehari, meskipun demikian saya harus siap (stand by) jika sewaktu-waktu diminta untuk kerja lembur.

Suka Duka Menjadi Ibu Bekerja dan Mengurus Rumah Tangga

Kalau ditanya apa suka dukanya, jawaban saya sukanya banyak, dukanya banyak juga. Tetapi bagi saya, sebenarnya bukan “duka” ya, melainkan tantangan.

Entah mengapa saya merasa bahwa saya selalu hidup dalam dua sisi. Bukan dua sisi yang berseberangan, namun dua sisi yang saling melengkapi. Hal tersebut menjadikan saya bisa menikmati hidup dengan menjadi ibu bekerja dan mengurus rumah tangga.

Sukanya

Menjalani kedua profesi tersebut membuat saya belajar banyak hal, antara lain:

  • Pintar membagi waktu

Menjadi ibu bekerja yang memiliki anak itu mempunyai cerita tersendiri. Cerita saat anak masih balita akan berbeda dengan ketika anak sudah sekolah apalagi ketika anak sudah menginjak dewasa. Lebih seru lagi saat anak kedua saya lahir.

Pagi hari saya terbiasa bangun pagi-pagi, biasanya menjelang waktu subuh. Yang saya lakukan antara lain membereskan urusan domestik seperti mencuci alat-alat makan, peralatan dapur, mencuci pakaian, dan lain-lain. Setelah itu saya mengurus anak-anak, mulai dari mandi paginya hingga sarapannya. Setelah semua beres dan anak yang ditinggalkan sudah dalam kondisi nyaman, saya pun pergi ke kantor.

sumber: freepik.com

Selama jam kerja saya akan fokus pada pekerjaan. Saya sangat jarang menelpon ke rumah, jika tidak penting banget. Keluarga di rumah juga jarang menghubungi saya di kantor, jika memang tidak ada keperluan yang sangat penting.

Sore atau malam hari setelah pulang kerja, kembali saya full menjadi istri dan ibu bagi anak-anak. Kembali memandikan si adik, kemudian menemaninya makan, juga memastikan si kakak sudah beres urusannya. Sambil membereskan urusan domestik jika ada yang perlu dibereskan. Biasanya sih kalau sore atau malam hari saya hanya membereskan pakaian yang habis dijemur.

Dengan demikian waktu saya terbagi dengan jelas, antara pagi, siang dan malam hari. Sedangkan di akhir pekan atau hari libur, sepenuhnya waktu saya adalah untuk suami dan anak-anak.

  • Bekerja dengan sistematis dan efektif

Menjalani peran ganda sebagai ibu bekerja dan mengurus rumah tangga, membuat saya harus bisa bekerja dengan sistematis dan efektif. Bersyukur, saya bukan tipe orang yang suka menunda-nunda. Semboyan saya, apa yang bisa dikerjakan sekarang, akan saya kerjakan sekarang, besok tantangannya sudah berbeda.

Buat saya, bekerja secara sistematis dan efektif bukan hanya berlaku untuk pekerjaan di kantor, namun juga di rumah. Sesimpel meminta anak-anak untuk menaruh pakaian kotor di ember khusus pakaian kotor, menyortir piring dan gelas kotor, memisahkan pakaian anak dengan pakaian dewasa sebelum masuk ke ember cucian, dan lain-lain. Buat saya itu sudah cukup membuat pekerjaan rumah menjadi lebih efektif.

  • Berkarya dan bermanfaat bagi banyak orang

Saya sangat bersyukur ketika suami ridha saat saya memutuskan untuk tetap menjadi ibu bekerja. Karena saya sangat menikmati pekerjaan saya. Meskipun terkadang sampai menangis saat mengalami kesulitan atau ada tantangan baru, namun justru karena itulah saya menjadi pekerja dengan pribadi yang kuat dan tangguh.

Di samping itu, kebetulan big boss juga tidak pernah memberikan lampu hijau jika saya ingin berhenti. Beliau sangat tahu potensi saya. Sehingga di manapun beliau mendapatkan proyek, saya akan selalu dilibatkan. Maka nikmat Tuhan manakah yang harus saya dustakan?

Oleh karena itu, saya sangat bersyukur karena saya bisa berkarya dan bermanfaat bagi banyak orang. Antara lain untuk big boss saya, untuk instansi tempat saya bernaung, untuk rekan-rekan kerja saya, dan lain-lain. Pada akhirnya kebermanfaatan saya tersebut akan kembali kepada saya dan keluarga saya.

Dukanya

Dengan menjalani peran sebagai ibu bekerja dan mengurus rumah tangga, ada sisi lain yang tidak bisa dengan mudah saya nikmati. Meskipun demikian saya tidak merasa terganggu. Sisi lain tersebut misalnya:

  • Jarang memanjakan diri

Mau tahu berapa kali dalam setahun saya ke salon kecantikan? Hahaha… jujur saja, belum tentu setahun sekali. Andaikan ke salon pun, biasanya saya hanya memangkas rambut jika sudah terasa kepanjangan. Bagaimana dengan creambath atau facial? Hohoho… tidak pernah sama sekali. Kedua hal tersebut saya lakukan waktu saya masih gadis, pun itu hanya 1-2 kali saja.

Menurut saya agar tetap cantik di mata suami dan anak-anak tidak harus ke salon kecantikan kok. Beberapa bulan sekali potong rambut di salon, insyaa allah masih bisa saya jadwalkan. Toh potong rambut hanya sebentar. Tapi untuk yang lain, saya tidak menjadwalkan. Jujur saja, saat akhir pekan atau hari libur saya tidak bisa pergi berlama-lama tanpa anak-anak.

Beberapa kali saya mendengar teman-teman kerja saya kalau pulang kerja pada mampir ngopi-ngopi di warung kopi atau di coffee shop. Kedengarannya seru karena bisa sambil melepas penat setelah sehari kerja. Saya? Tidak pernah. Dan tidak tertarik.

Bersyukur saya adalah tipe anak rumahan. Saya terbiasa sejak masih kecil, dari mana-mana pulang dulu ke rumah. Kebiasan tersebut terbawa hingga dewasa bahkan sampai di usia jelita ini. Jadi kalau sudah sampai di rumah, saya sudah merasa nyaman, tidak tertarik lagi ke luar rumah. Apalagi sejak punya anak, sesampai di rumah ketemu anak ya sudah gak mau lagi keluar kecuali bersama-sama mereka.

  • Dinyinyiri

Jujur saja, di awal-awal dulu dinyinyiri adalah tantangan yang paling berat buat saya. Bukan dinyinyiri karena saya bekerja, tetapi kenapa harus saya yang bekerja, kok bukan ayahnya anak-anak. Rasanya gimanaaa gitu… Terus, muncul pikiran: “Iya ya, kenapa gue?”

Cukup lama saya berada dalam posisi tidak nyaman jika dinyinyirin begitu. Tapi makin ke sini, saya makin ikhlas. Saya kembalikan lagi kepada keputusan yang saya ambil saat menikah dulu. Endingnya, ya sudah, jalani saja. Biar anjing menggonggong, kafilah terus berlalu. Toh, suami tidak malu kok disebut bapak rumah tangga.

Dengan tidak meladeni nyinyiran-nyinyiran itu, makin lama makin berkurang juga itu nyinyiran. Saat berkumpul keluarga dan teman, kini yang mereka sampaikan adalah hal-hal positif yang membuat saya lebih kuat dan semangat.

ibu bekerja dan mengurus rumah tangga
sumber: freepik.com

Dukungan Keluarga Menjadi Penyemangat

Saya kagum dengan suami saya yang tidak terganggu oleh nyinyiran orang lain. Dia keukeuh memegang keputusan yang kami ambil bersama saat menikah, yaitu saya yang bekerja. Namun dibalik ke-keukeuh-annya itu, suami saya juga konsekuen.

Dia tidak membiarkan saya lelah sendiri. Dia hanya tidak ingin saya melupakan kodrat saya sebagai ibu dan istri di saat sudah pulang kerja atau sudah di rumah. Itu saja.

Dia sangat mendukung saya menjadi karyawan yang loyal. Dia tidak pernah menuntut saya untuk menjadi ibu bekerja sekaligus ibu rumah tangga yang sempurna. Saya cukup melakukan pekerjaan rumah tangga semampu saya, selebihnya dia yang akan membereskan.

Bersyukur suami saya pandai memasak, sehingga urusan 95% dia yang pegang, bahkan urusan belanja kebutuhan dapur. Tak jarang saya dan anak-anak disuruhnya menginap di rumah orang tua saya pada saat dia berencana membereskan seisi rumah.

Pada akhirnya, menjalani peran menjadi ibu bekerja dan mengurus rumah tangga tidak menjadi beban lagi untuk saya. Kuncinya adalah dukungan keluarga. Tentu saja dengan adanya komunikasi yang baik antara saya dengan suami yang dibangun sejak awal sama-sama mengambil keputusan hingga seterusnya.

Jujur saja, di tengah perjalanan rumah tangga pernah ada komunikasi yang kurang lancar, sehingga pengaruh dari luar cukup mengganggu. Namun semua itu bisa diatasi. Jadi, jangan kaget kalau sekarang ketemu saya, Anda melihat penampakan saya yang lebih melar. Ya, saya sudah sampai pada tahap semeleh. Saya nikmati peran saya di dunia ini sepenuh hati saya.

Di postingan berikutnya saya akan berbagi pengalaman mengenai dilema ibu bekerja yang terpaksa harus meninggalkan anak. Penasaran? Baca yuk: Dilema Ibu Bekerja Meninggalkan Anak

33 tanggapan pada “Suka Duka Ibu Bekerja dan Mengurus Rumah Tangga”

  1. Maaf, tidak bermaksud nyinyir. Cuma agak heran, kenapa paksu menjadi stay at home dad? Atau mungkin paksu seorang remote worker alias pekerja online? Kan sekarang banyak tuh yang begini.

  2. saat ini banyak sekali ibu2 yang bekerja agar mendapatkan penghasilan tambahan. ini hebat loh,, bekerja sambil mengurus rumah tangga itu berat

  3. memang bekerja sambil mengurus rumah tangga itu melelahkan. Apalagi dinyiyiri orang yang tidak tahu apa-apa tentang keadaan kita. Ah abaikan saja mba. Jalani saja selama keluarga dan suam mendukung sih jangan pikirkan omongan diluar sana.

  4. Sebagai ibu bekerja juga, memang dukungan keluarga paling penting. Sehingga tidak ada rasa penyesalan, galau dan dilema karena bekerja. Dan, lebih siap menghadapi nyinyiran orang atas pilihan kita

  5. Yang penting dalam rumah tangga memang saling melengkapi dan mau berbagi tugas antara suami dan istri. Terserah apa kata dunia, yang penting jalani sebaik-baiknya aja.

  6. Setiap pilihan yang diambil pasti ada suka dan dukanya ya mbak. Kalau dinyinyirin sih itu masalah mereka, bukan kita. Kita berhak bekerja di luar rumah atau berganti peran sekalipun dengan suami. Rumah tangga kan yang menjalani kita ya mbak.

  7. Hampir sama mbak dengan istriku, apalagi sekarang dia sibuk banget. Jadinya kurang waktu sama keluarga di rumah. Tapi kami selalu menyempatkan waktu sebentar pun untun sekedar ngobrol keseharian

  8. Nah betul, harus ada dukungan keluarga. Terutama suami. Jadi tidak menyalahkan kalau terjadi, sesuatu yang tidak diinginkan. Misalnya anak jadi tidak terurus atau rumah berantakan. Ya, tau sama tau lah ya mbak ????

  9. Nah betul, harus ada dukungan keluarga. Terutama suami. Jadi tidak menyalahkan kalau terjadi, sesuatu yang tidak diinginkan. Misalnya anak jadi tidak terurus atau rumah berantakan. Ya, tau sama tau lah ya mbak ????

  10. Duh gak ngerti lagi sama orang-orang yang suka nyinyir sama ibu yang bekerja. Itu kan bukan urusan mereka. Apalagi kalau ibu tersebut bisa membagi waktu dengan baik, emangnga kenapa kalau sambil bekerja. Pokoknya semangat buat ibu-ibu yang sambil bekerja di luar sana.

  11. Dinyinyiri ini sih yang kadang bikin nggak habis pikir. Nggak jarang juga bisa menggoyang ketenangan kita selama ini yang sudah mendapat dukungan dari keluarga ya. Hhh … namanya juga hidup. Tapi tetap saja buat sebal.

  12. Fenni (rejekingalir.com)

    Wah kok bisa ada yang nyinyir yak? padahal kan namanya double pikiran antara rumah dan kantor bukanlah hal yang mudah dilakukan

  13. jari netizen emang nggak ada batasannya kak. sabaar yaaaa. semangat kak. youre doing great! keren banget bisa bagi waktu dan tenaga. aku nggak bisa bayangin secapek apa jadi kakaknya. semangaattt!

  14. Saya pernah dalam posisi ibu bekerja sekaligus mengurus rumah tangga tanpa ART. Repot banget ternyata, sampai berat badan turun drastis, hehehe. Sebelumnya ada ART, jadi pulang kerja, hanya ngurus anak dan suami aja.
    Akhirnya setelah banyak pertimbangan, saya memutuskan full di rumah. Kerja di rumah aja, karena paksu udah ambil tanggung jawab untuk soal finansial.

  15. Dulu aku kasihan banget ama nyokap harus bekerja dari pagi sampe sore. Belum lagi, sebelum shubuh tuh harus nyiapin makanan utk keluarga. Blm lagi ada urusan menyapu hingga mencuci. Untung anak udh gede jd bs ikutan bantu2 sih.

    Smg aku ntar pny istri yg ga perlu kerja berat2. Ckp usaha yg ringan2 aja, asal urusan keluarga, terutama anak ga terabaikan.

  16. Asliii, Mbak.. saya juga merasakannya. Sebagai Ibu Bekerja ya begitu. Ada suka dan dukanya. Tapi ya, saya anggap banyak sukanya saja, meskipun waktu me time itu jarang banget.

    Alhamdulillah kemarin libur akhir tahun bisa cuti panjang, libur lebaran juga panjang. Saking stresnya karena kerjaan yg lagi wowww, jelang lebaran saya nyalon seharian. ????????????

  17. Pasti terasa berat untuk awal-awal yaa..
    Aku juga merasakan butuh adaptasi yang agak lama untuk membiasakan diri bekerja di rumah. Apalagi yang selama lebih dari 5 tahun mengalami office hour.
    Selain habit aktivitas juga habit dalam financial planning. Saat bekerja, pasti sedikit banyak merasakan keleluasaan dalam menghabiskan penghasilan. Kini, bisa lebih berfokus pada kenikmatan mengasuh anak dan fokus terhadap rumah tangga, sebuah hal yang tak tergantikan dengan harta sebanyak apapun.

  18. Apa pun pilihan kita, kalau ada dukungan positif dari keluarga, akan selalu terasa cukup. Terasa indah juga. Apa pun kondisi dam situasinya jadi mudah dihadapi, diatasi.

  19. gak sedikit kok yang peran mencari nafkahnya terbalik, termasuk sahabat saya. ini udah disepakati bersama dan masing masing udah tahu tanggung jawabnya. gak masalah. selama saling dikomunikasikan dan disepakati bersama

  20. Semoga tetap semangat para ibu hebat yang bekerja namun tidak lupa untuk mengurus rumah tangga. Pasti tak mudah, tetapi akan selalu ada jalan bagi siapa pun yang menjalaninya dnegan sepenuh hati

  21. Semangaat untuk para ibu yang bekerja, dan tetap harus menjalankan tugas rumah tangga begitu tiba di rumah.

    Walau saat ini aku sudah lebih banyak di rumah, tapi i feel you karena dulu pernah ngerasain bekerja, bahkan dapat tugasnya di lapangan (jadi sales toko ke toko dulu soalnya).

    Tapi apa pun pilihan kita, itu kan yg terbaik bagi kita, jangan terlalu dengerin yang nyinyir di luaran sana :))

  22. Saya salut banget lho kak sama ibu bekerja. Soalnya malah bagi waktu antara aktivitas rumah dan pekerjaan. Heran sih sama yang nyinyir. Kita yang hidup orang lain yang sibuk

  23. hahaha part dinyinyirin itu jadi part paling embuh sih tapi aku gapernah ambil pusing nyinyirin itu, mungkin ada tersinggung dikit tapi setelahnya biasanya jadi bahan tertawaan aja

  24. Bravo mba Win??????????
    memang our life, our rule yhaaa
    gosah dengerin komen orang lain, mumettt ntar dah.
    we just can’t please everybody
    let’s focus on ourselves aja yakkk

  25. Yang paling sedih yg nyinyir itu orang terdekat atau keluarga sendiri. Tapi hasil kerja kita juga dinikmati nya… Kemaruk memang…

  26. Orang-orang yang nyinyir itu cuma lihat sisi terluar dari kehidupan kita. Menyedihkan memang, apalagi kalau yang nyinyir itu orang terdekat. Just do what you want to do, Mba. Ibu bekerja sama kerennya dengan full time mom, keren dengan versi yang berbeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *